Stockholm, 11 Februari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

HEDIYANTO, ITU DIVISI V-TJIK DI TIRO MASUK PERANGKAP TNI TETAPI SEDANG DIBEBASKAN TNA & ASNLF
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

BAMBANG HEDIYANTO, ITU KALAU DILIHAT DARI SUDUT NII JAWA BARAT DENGAN KEMBALINYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD BEUREUEH KEPADA SOEKARNO MAKA DIVISI V-TJIK DI TIRO MENJADI WILAYAH NKRI-PANCASILA

"Bung Ahmad Sudirman, Kita sama-sama mencermati perjalanan Daulah Al-Islamiah Indonesia, apakah dengan bergabungnya Tengku Daud Beureuh ke RPI itu juga berarti secara de facto dan de jure pemerintah Daulah Islam Indonesia mengijinkan / mengesahkan? sehingga anda yakin dapat menyimpulkan secara sepihak dari apa yang dilakukan oleh Tengku Daud Baureuh itu? Secara de facto dan de jure pemerintah Daulah Islamiah Indonesia tidak pernah mengesahkan atau mengijinkan Aceh untuk melepaskan diri dan bergabung dengan RPI. Apa azab dari tindakan indisipliner itu? ialah Aceh dengan Tengku Daud Baureuh termakan oleh tipu muslihat Sukarno, sehingga Aceh seperti sekarang ini. Aceh adalah sama seperti ke-27 wilayah / propinsi lainya di bawah Daulah Islamiah Indonesia yang secara de facto dan de jure adalah daulah yang sah, karena diproklamasikan pada masa vakum kekuasaan akibat hancurnya RI akibat perjanjian Renvile." (Bambang Hediyanto, heda1912@yahoo.com , Fri, 11 Feb 2005 00:47:57 -0800 (PST))

Baiklah saudara Bambang Hediyanto atau Hedaya di Jakarta, Indonesia.

Dari apa yang dilontarkan saudara Hediyanto memang kalau dilihat dari Sudut NII Jawa Barat jelas tidak akan memberikan kata persetujuan kepada pihak Teungku Muhammad Daud Beureueh untuk membawa NII kedalam tubuh Republik Persatuan Indonesia dibawah Sjafruddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir. Apalagi itu Mohammad Natsir adalah bekas musuhnya NII Jawa Barat ketika Mohammad Natsir menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Natsir yaitu Kabinet pertama NKRI jelmaan RI hasil leburan RIS. Mohammad Natsir inilah yang bersama Soekarno dengan TNI Siliwangi-nya menghantam habis-habisan NII dan TII-nya di Jawa Barat.

Tetapi tentu saja, kalau pihak Teungku Muhammad Daud Beureueh bersama NII Acheh-nya ikut masuk kedalam RPI dibawah Sjafruddin Prawiranegara, jelas pihak NII Jawa Barat tidak juga memiliki kekuasaan untuk mencegahnya. Hanya kalau dilihat dari sudut NII Jawa Barat, dengan masuknya NII Acheh kedalam RPI pada tanggal 8 Februari 1960 merupakan suatu sikap penghianatan pada bai'at dan pemisahan diri. Tetapi pihak NII Jawa Barat sendiri tidak bisa memberikan sangsi hukum kecuali menganggap Teungku Muhammad Daud Beureueh melanggar bai'at dan melakukan kompromi dengan pihak musuh. Tindakan hukum tidak dilakukan oleh pihak NII Jawa Barat.

Kemudian ketika pihak Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan pihak Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin telah mencapai kesepakatan antara keduanya untuk melakukan damai dan Teungku Muhammad Daud Beureueh turun dari gunung pada hari Rabu, 9 Mei 1962 dengan dijemput sendiri oleh Letkol Nyak Adam Kamil Kepala Staf Kodam I/Iskandar Muda bersama satu Kompi TNI, Teungku Muhammad Daud Beureueh bersama Staf ditambah dengan pasukan Iljas Leube (dari Resimen Laut Tawar) dan pasukan Gaus Taufik (dari Resimen Tarmihim) yang beroperasi di Batu Bara, Sumatera Timur bergerak dari tempat A'la atau Mardlatillah menuju ke pangkuan Soekarno. Dan pada malam hari tanggal 9 Mei rombongan bermalam di Lhokseumawe.Dan pada tanggal 10 Mei berangkat dari Lhokseumawe menuju USI, Meunasah Dayah, yaitu kampung halaman Teungku Muhammad Daud Beureueh yang sudah ditinggalkan selama 9 tahun lamanya.

Nah dengan kembalinya Teungku Muhammad Daud Beureueh kepangkuan Soekarno, maka secara de-facto dan de-jure wilayah TII Divisi V-Tjik Di Tiro telah berada kembali dalam pendudukan dan penjajahan TNI dibawah Kolonel M.Jasin dan dibawah kekuasaan Soekarno dengan burung garudanya.

Ternyata kurang dari satu bulan setelah Teungku Muhammad Daud Beureueh menyerah kepada Soekarno, Imam NII SM Kartosoewirjo tertangkap diatas gunung Geber di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka operasi Bratayudha pada tanggal 4 Juni 1962. Pada tanggal 14 Agustus 1962 Imam NII SM Kartosoewirjo diajukan ke muka Mahkamah Angkatan Darat dalam Keadaan Perang untuk Jawa -Madura dan dijatuhi hukuman mati pada tanggal 16 Agustus 1962.

Kemudian, ada masalah yang dilambungkan saudara Hediyanto: "Aceh adalah sama seperti ke-27 wilayah / propinsi lainya di bawah Daulah Islamiah Indonesia yang secara de facto dan de jure adalah daulah yang sah, karena diproklamasikan pada masa vakum kekuasaan akibat hancurnya RI akibat perjanjian Renvile."

Memang yang dimaksud oleh saudara Hediyanto adalah NII yang diproklamasikan pada tanggal 12 Syawal 1368 / 7 Agustus 1949. Hanya itu saudara Hediyanto tidak menceritakan secara fakta dan hukum mengenai NII itu sendiri sampai detik sekarang, selain mengatakan: "Aceh adalah sama seperti ke-27 wilayah / propinsi lainya di bawah Daulah Islamiah Indonesia yang secara de facto dan de jure adalah daulah yang sah"

Bagaimana bisa saudara Hediyanto mengklaim itu Aceh adalah sama seperti ke-27 wilayah / propinsi lainya di bawah Daulah Islamiah Indonesia, padahal pihak NII itu sendiri telah menyatakan bahwa dengan menyerahnya Teungku Muhammad Daud Beureueh kepada Soekarno, maka wilayah TII Divisi V-Tjik Di Tiro telah menjadi wilayah TNI. Jadi bagaimana bisa saudara Hediyanto buta terhadap pihak NII.

Coba saudara Hediyanto tunjukkan di mimbar bebas ini secara fakta dan hukum wilayah Daulah Islamiah Indonesia sampai detik sekarang ini. Karena NII yang ada sekarang adalah wilayahnya secara de-facto berada dibawah jajahan RI, artinya wilayah de-facto NII dijajah NKRI, tetapi pemerintahan NII (Imam dan stafnya) secara de-jure dan de-facto tetap wujud dan berada diwilayah yang dikuasai dan dijajah oleh pihak RI.

Nah, kalau memang menurut saudara Hediyanto NII itu wilayahnya secara de-facto wujud bahkan termasuk Acheh, coba tunjukkan dasar hukumnya mana.

Karena Ahmad Sudirman kalau memperhatikan apa yang diungkapkan oleh saudara Hediyanto yang melambungkan pikirannya seperti tersebut diatas, justru itu menggambarkan bahwa yang dinamakan NII oleh Hediyanto adalah NKRI itu sendiri.

Terakhir, karena memang wilayah Acheh tetap berada dalam jajahan RI, maka Teungku Hasan Muhammad di Tiro mendeklarasikan ulang Negara Acheh berdiri pada tanggal 4 Desember 1976. Dimana pemerintahan Negara Acheh dengan ASNLF-nya secara de-jure dan de-facto wujud dalam pengasingan di Swedia. Dan wilayah de-facto Negara Acheh juga wujud di Acheh walaupun tidak semuanya berada dalam kekuasaan Pemerintahan Negara Acheh dibawah ASNLF-nya. Dan memang itu diakui secara benar oleh pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu bahwa wilayah Acheh tidak dikuasai penuh oleh pihak TNI/Polri-nya.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Fri, 11 Feb 2005 00:47:57 -0800 (PST)
From: Bambang Hediyanto heda1912@yahoo.com
Subject: Re: HEDIYANTO, KALAU MENGIKUTI JALUR PROSES PERTUMBUHAN NII ACHEH TIDAK MASUK WILAYAH NII JAWA BARAT
To: Ahmad Sudirman ahmad@dataphone.se

"Dengan mendasarkan kepada fakta, bukti, sejarah tentang jalur proses pertumbuhan dan perkembangan NII Acheh dan NII Jawa Barat itu, maka bisa ditarik garis lurus bahwa dari tahun 1953 sampai tanggal 7 Februari 1960 wilayah NII Acheh secara de-facto dan de-jure merupakan wilayah NII Jawa Barat. Dari 8 Februari 1960 sampai 14 Agustus 1961 NII Aceh secara de-facto dan de-jure merupakan Negara Bagian RPI. Dari tanggal 15 Agustus 1961 sampai Desember 1962 NII Aceh yang menjelma menjadi RIA secara de-jure dan de-facto berdiri sendiri. Dan pada bulan Desember 1962 Teungku Muhammad Daud Beureueh dan RIA-nya mengikuti Musyawarah Kerukunan Rakyat Acheh yang diselenggarakan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. Dimana Musyawarah Kerukunan Rakyat Acheh ini adalah merupakan prosesnya lanjutan dari taktik Soekarno dengan amnesti dan abolisi yang ditawarkan kepada mereka yang dianggap menentang Soekarno dengan NKRI-nya yang dilambungkan sampai batas akhir 5 Oktober 1961." (Ahmad Sudirman, 11 Februari 2005)

Bung Ahmad Sudirman, Kita sama-sama mencermati perjalanan Daulah Al-Islamiah Indonesia, apakah dengan bergabungnya Tengku Daud Beureuh ke RPI itu juga berarti secara de facto dan de jure pemerintah Daulah Islam Indonesia mengijinkan / mengesahkan? sehingga anda yakin dapat menyimpulkan secara sepihak dari apa yang dilakukan oleh Tengku Daud Baureuh itu?

Secara de facto dan de jure pemerintah Daulah Islamiah Indonesia tidak pernah mengesahkan atau mengijinkan Aceh untuk melepaskan diri dan bergabung dengan RPI. Apa azab dari tindakan indisipliner itu? ialah Aceh dengan Tengku Daud Baureuh termakan oleh tipu muslihat Sukarno, sehingga Aceh seperti sekarang ini. Aceh adalah sama seperti ke-27 wilayah / propinsi lainya di bawah Daulah Islamiah Indonesia yang secara de facto dan de jure adalah daulah yang sah, karena diproklamasikan pada masa vakum kekuasaan akibat hancurnya RI akibat perjanjian Renvile.

Terserah saja kepada ASNLF atau siapapun yang akan mengklaim Aceh, kita buktikan saja di bawah 10 tahun mendatang, siapa yang Haq dan siapa yang Bathil. Sekali lagi, Islam itu membuat bukti dan karya nyata, bukan propaganda / janji pepesan kosong atas dasar Ras, Keturunan dan macam-macam lainya. Lihatlah, siapa yang lebih berharga di mata Allah kelak. Memperjuangkan Islam adalah bukan hanya memperjuangkan rakyat Aceh, tetapi memperjuangkan seluruh umat manusia dari akidah jahiliah. Islam / Daulah Islam berdiri di atas semua Ras dan keturunan, sedangkan ASNLF?

Terima kasih

Hedaya

heda1912@yahoo.com
Jakarta, Indonesia
----------