Stockholm, 19 Februari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

AGENDA OTONOMI DENGAN UU NO.18/2001 BUKAN AGENDA PENTING DALAM PERUNDINGAN KONINGSTEDT, FINLANDIA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

SEBENARNYA AGENDA OTONOMI DENGAN UU NO.18/2001 BUKAN NOMOR AGENDA PENTING DALAM PERTEMUAN KONINGSTEDT MELAINKAN AGENDA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI RAKYAT DAN NEGERI ACHEH PASCA TSUNAMI YANG LEBIH PENTING.

"Kita sudah mendapatkan konfirmasi dari GAM tentang agenda yang akan dibicarakan. Berdasarkan konfirmasi tersebut, besok tim akan berangkat." (Menteri Koordinator Hukum, Politik dan Keamanan Laksamana (Purn) Widodo Adi Sutjipto, Istana Kepresidenan, Jumat, 18 Febriari 2005).

Dari apa yang dilambungkan oleh RI, yaitu dari pihak Menteri Koordinator Hukum, Politik dan Keamanan Laksamana (Purn) Widodo Adi Sutjipto, dan juga diamini dan diekori oleh media-media massa di RI, bahwa perundingan di Koningstedt, Finlandia 21 Februari 2005 itu adalah "GAM Setujui Tawaran RI, dan telah menyetujui otonomi khusus sebagai agenda pembicaraan dalam pertemuan informal kedua antara RI-GAM di Koningstedt, Finlandia.

Ternyata, bahwa pihak RI dan media massa di RI, sudah sedemikian positif dan sudah sedemikian terpengaruh oleh pola pikir bahwa masalah konflik Acheh harus diselesaikan secara domestik, sehingga mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya masalah nomor agenda perundingan informal antara RI dengan pihak ASNLF ini adalah bagaimana untuk segera memulihkan rakyat Acheh korban gempa dan tsunami, dan merehabilitasi serta merekonstruksi negeri Acheh yang hancur akibat tsunami tersebut.

Jadi, bukan masalah otonomi dengan UU No.18/2001 yang jadi kunci nomor pembicaraan agenda pertemuan tersebut. Mengapa bukan masalah otonomi dengan UU No.18/2001 yang menjadi kunci utama perundingan RI-ASNLF ini ?

Karena, masalah otonomi atau otonomi khusus sebagaimana tertuang dalam UU No.18/2001 adalah bukan hak dan tanggung jawab penuh ASNLF dengan mengatasnamakan seluruh rakyat Acheh, melainkan yang berhak dan bertanggung jawab penuh mengenai penentuan diterima atau tidaknya otonomi khusus dengan UU No.18/2001 adalah seluruh rakyat Acheh melalui cara plebisit yang disaksikan oleh utusan dari badan PBB, sebagaimana yang terjadi di Timor Timur 30 Agustus 1999.

Nah sekarang, kalau pihak RI dan media massa di RI, begitu semangat mempropagandakan bahwa perundingan informal di Koningstedt, Finlandia itu GAM akan menyetujui otonomi khusus dengan UU No.18/2001, maka jelas itu usaha yang mengada-ada dan usaha memutar balikkan masalah yang sebenarnya yang menjadi akar utama timbulnya konflik Acheh yang sudah berlangsung lebih dari setengah abad ini.

Masalah otonomi atau otonomi khusus adalah bukan alat yang bisa dijadikan sebagai jalan pemecahan bagi solusi konflik berdarah di Acheh. Karena masalah otonomi khusus ini telah juga dilemparkan dan disodorkan oleh pihak Soekarno. Dan terbukti itu otonomi khusus atau otonomi istimewa yang diberikan Soekarno kepada pihak rakyat Acheh secara sepihak, ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Jadi, kalau memang mau menyelesaikan masalah apakah itu Acheh mejadi bagian otonomi khusus atau tidak, maka penentuannya adalah melalui referendum atau plebisit yang dilaksanakan oleh seluruh rakyat Acheh yang terdaftar di Acheh sebagai rakyat Acheh. Bukan itu masalah otonomi dengan UU No.18/2001 disodorkan dalam perundingan kehadapan tim ASNLF untuk diiyakan dengan serentak, kemudian setelah itu Negeri Acheh menjadi bagian mutlak wilayah RI karena telah diiyakan UU No.18/2001 oleh pihak ASNLF. Jelas, pandangan dan pikiran seperti itu adalah pandangan dan pikiran yang sempit dari pihak RI dan juga pihak media massa yang ada di RI.

Jangan terus-terusan meniru seperti apa yang dilakukan oleh Soekarno dengan Penentuan Pendapat Rakyat bagi rakyat di Irian barat atau Papua Barat dulu. Dimana bukan dilaksanakan oleh seluruh rakyat Papua Barat, melainkan hanya dilakukan oleh wakil-wakil yang telah disetujui oleh Soekarno cs yang terhimpun dalam Dewan Musyawarah Pepera yang berjumlah 1026 anggota dari delapan kabupaten yang berhak melakukan penentuan pendapat rakyat di Papua Barat itu.

Itulah model penipuan licik dan akal bulus Soekarno yang memang ditiru oleh pihak Susilo Bambang Yudhoyono untuk diterapkan dan dijalankan di Acheh melalui cara menyodorkan UU No.18/2001 kehadapan tim juru runding ASNLF di Koningstedt, Finlandia pada 21 Februari 2005 yang akan datang ini, agar diamini. Suatu taktik gombal alias kosong dari pihak juru runding RI yang sebagiananya diwakili oleh Menteri Koordinator Hukum, Politik dan Keamanan Laksamana (Purn) Widodo Adi Sutjipto, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil, dan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
---------

GAM Setujui Tawaran RI
Reporter: Luhur Hertanto

detikcom - Jakarta, Menko Polhukam Widodo AS mengungkapkan, pihak GAM telah menyetujui otonomi khusus sebagai agenda pembicaraan dalam pertemuan informal kedua antara RI-GAM di Helsinki, ibukota Finlandia.

"Kita sudah mendapatkan konfirmasi dari GAM tentang agenda yang akan dibicarakan. Berdasarkan konfirmasi tersebut, besok tim akan berangkat," ungkap Widodo AS usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jl. Medan Merdeka Utara, Jumat, (18/2/2005).

Agenda pembicaraan yang menyangkut otonomi khusus ini merupakan tawaran pemerintah untuk melanjutkan pembicaraan dengan pihak GAM. Sebelumnya, pemerintah menegaskan tidak akan bersedia mengikuti pertemuan dengan GAM jika agendanya bukan masalah otonomi khusus.

Widodo menyatakan, pemerintah sangat berharap pada pertemuan di Helsinki, Sabtu, akan menghasilkan kemajuan-kemajuan konkrit yang bisa melengkapi kebijakan penyelesaian konflik Aceh secara menyeluruh dan permanen.

Tim yang akan berangkat besok adalah tim yang ikut dalam perundingan pertama akhir Januari lalu, yakni Menko Polhukam Widodo AS, Menkominfo Sofjan Djalil dan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin yang nantinya akan bertindak sebagai chief negosiator.
(umi)

http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/02/tgl/18/time/133636/idnews/293232/idkanal/10
----------