Stockholm, 23 Februari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

ABDURRAHMAN, COBA BUKTIKAN STATUS LEGAL WILAYAH KEKUASAAN PATTIMURA DIHUBUNGKAN DENGAN NIT, RI & RIS ?
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

NUR ABDURRAHMAN, COBA BUKTIKAN STATUS LEGAL WILAYAH KEKUASAAN PATTIMURA DIHUBUNGKAN DENGAN NIT, RI & RIS ?

"Ahmad Sudirman ada penyakitnya, yaitu kejiwaan, menganggap dirinya hebat terkhusus dalam sejarah. Padahal ulasan sejarahnya sangat naif karena mengenai Maluku Ahmad Sudirman hanya dimulainya pada tanggal 25 April 1950. Tidak diketahuinya itu kata Maluku berasal dari Muluk (raja-raja, singularnya malik). Dahulu kepulauan itu terdiri dari banyak raja-raja kecil, yang besar di antaranya ke-Sultanan Tidore, Ternate, Bacan dan Raja Ampat. Yang terakhir ini wilayahnya sampai daratan Papouha (Papua). Pattimura adalah salah seorang raja Islam yang memberontak melawan Belanda. Ini menurut penuturan salah seorang sahabat saya Prof. Ohorella, yang secara adat dilantik menjadi raja kecil di salah satu bagian p. Seram tahun tujuh puluhan" (H. M. Nur Abdurrahman , nur-abdurrahman@telkom.net , 23 februari 2005 09:01:02)

Baiklah saudara M. Nur Abdurrahman di Jakarta, Indonesia.

Dari uraian sejarah yang Abdurrahman kemukakan mengenai Maluku ini Ahmad Sudirman tidak melihat jalur proses mengenai pertumbuhan Maluku dari sejak Maluku dijajah Portugis berdasarkan perjanjian Saragessa pada tahun 1529 antara Portugis dan Spanyol dan dihadiri oleh Paus dimana dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa Kepulauan Maluku menjadi derah Portugis dan Kepulauan Filipina menjadi daerah Spanyol.

Nah karena Abdurrahman tidak memberikan penjelasan yang mendetil mengenai jalur pertumbuhan Maluku ini, maka dibawah ini Ahmad Sudirman kemukakan sedikit menganai Maluku yang dijajah Portugis dan Belanda.

Nah, ketika Portugis mengklaim Maluku berdasarkan perjanjian Saragessa 1529 itu, rakyat Maluku dibawah pimpinan Sultan Ternate, Sultan Khairun (1556-1570) dan putanya, Sultan Babullah (1570-1580) berhasil menghimpun kekuatan tenaga pasukan dengan dibantu oleh Sultan Tidore sehingga bisa menyerbu benteng Portugis di Ternate dan Ambon. Dan pada tahun 1581 Portugis meninggalkan Maluku, sehingga penjajahan Portugis di Maluku berakhir.

Kemudian, muncul Belanda yang diawali oleh Van Waerwiyk yang berlabuh di Ambon pada tahun 1598 dan kemudian disusul oleh Van der Haage yang berlabuh di Ambon pada tahun 1600.

Nah dari saat itulah Belanda mulai menyatukan kekuatan mereka dibawah pimpinan Van Oldenbarneveld mendirikan Vereningdee Oost Compagnie (VOC).

Gubernur Jenderal pertama dari VOC diangkat Both, dimana VOC ini beribu kota di Ambon. Kemudian pada tahun 1619, ibu kota VOC dipindahkan ke Jayakarta yang kemudian diberi nama Batavia, atas usaha Van Pieter Zoon Coen.

Di Maluku bangkit perlawanan kepada pihak Belanda, yang dipimpin oleh Nuku Putra Sultan Tidore yang bernama Sultan Jamaluddin. Dimana nama kebesaran Nuku ialah Pangeran Syaifuddin.

Ketika Belanda dengan VOC-nya menyerang Kesultanan Tidore pada tahun 1781, maka tampillah Pangeran Syaifuddin alias Nuku . Dimana Nuku ini berhasil bertahan dari serangan Belanda, bahkan pada perang yang terjadi pada tahun 1783-1801 benteng Belanda di Ambon bisa diduduki. Pada tahun 1805 Nuku gugur.

Nah setelah Nuku gugur, tampil Kapitan Pattimura yang nama aslinya adalah Thomas Matulessy. Lahir di Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783. Dan meninggal di Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817. Dimana karir Militer adalah mantan Sersan Militer Inggris.

Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Dengan diberi gelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung
pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Desember 1817, eksekusi pun dilakukan.

Nah sekarang, setelah Kapitan Pattimura dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung oleh Belanda, perlawan rakyat Maluku kepada Belanda memang padam, sampai terjadi Konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Juli 1946.

Hanya yang terjadi pada tanggal 15 Juli 1946, bukan penyerangan kepada Belanda, melainkan diadakananya Konferensi Malino di Sulawesi selatan, yang dihadiri oleh utusan dari Daerah Kalimantan Barat, Daerah Kalimantan Selatan, Daerah Kalimantan Timur, Daerah Bangka-Belitung, Daerah Riau, Daerah Sulawesi selatan, Daerah Minahasa, Daerah Menado (tanpa Minahasa), Daerah Bali, Daerah Lombok, Daerah Timor, Daerah Sangihe-Talaud, Daerah Maluku Utara, Daerah Maluku Selatan, dan Daerah Papua. Dimana dalam Konferensi ini dibicarakan masalah rencana pembentukan negara-negara yang akan menjadi negara bagian dari suatu negara federasi.

Kemudian, setelah Konferensi Malino ini, dilanjutkan Konferensi di Denpasar, Bali yang kemudian dikenal dengan nama Konferensi Denpasar dari tanggal 18 sampai dengan tanggal 24 Desember 1946. Dalam Konferensi di Denpasar berhasil dibentuk Negara Indonesia Timur (NIT) dan diangkat Sukawati sebagai Presiden NIT. Dan pada tanggal 22 Januari 1948 Negara Republik Indonesia mengakui Negara Indonesia Timur.

Seterusnya terjadi hubungan antara Negara Indonesia Timur pimpinan Presiden Sukawati dengan Negara Republik Indonesia pimpinan Presiden Soekarno. Dimana pada tanggal 18 Februari 1948 sebuah misi Parlemen Negara Indonesia Timur dibawah pimpinan Ketuanya, Arnold Mononutu mengunjungi Yogyakarta dan disambut oleh Presiden Negara RI Soekarno.

Nah, secara de-facto dan de-jure itu wilayah Daerah Maluku Selatan telah menjadi wilayah Negara Indonesia Timur. Dan dalam Negara Indonesia Timur yang menjamin pelaksanaan Penentuan Nasib Sendiri bagi ketigabelas wilayah otonom dalam NIT, termasuk juga untuk Maluku. Dimana Maluku pada saat itu berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Dewan Maluku Selatan. Dan Dewan Maluku Selatan tidak mempunyai hubungan konstitusional, struktural atau fungsional dengan Negara RI. Hubungan Maluku Selatan dengan NIT adalah hubungan secara bersyarat melalui Keputusan DMS tertanggal 11 Maret 1947 untuk pelaksanaan kemerdekaan Maluku Selatan jika NIT tidak memperhatikan kepentingan Maluku Selatan.

Kemudian pada tanggal 14 Desember 1949 pihak RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS. Dan pada tanggal itu ditandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur).

Dan pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan.

Selanjutnya dalam Tubuh RIS terjadi perobahan struktur Negara. Dimana pada tanggal 8 Maret 1950 ditetapkan dasar hukum Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.

Sebelum Negara Indonesia Timur dimasukkan kedalam Negara RI pada tanggal 19 Mei 1950. Berdasarkan hasil perundingan antara NIT bersama-sama dengan Negara Sumatera Timur (NST) yang diwakilkan kepada pihak Pemerintah Federal RIS untuk dengan pihak RI, Maka pada tanggal 25 April 1950 Ch. R. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur di Ambon memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan yang lepas dari Negara Indonesia Timur Negara Bagian RIS. Jadi disini kelihatan bahwa sebulan setengah dari sejak dasar hukum Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS ditetapkan pada tanggal 8 Maret 1950, Soumokil di Ambon pada tanggal 25 April 1950 memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan yang lepas dari Negara Indonesia Timur Negara Bagian RIS. Atau 24 hari sebelum ditandatanganinya perjanjian peleburan NIT kedalam RI, pada tanggal 19 Mei 1950.

Nah sekarang Abdurrahman, coba terangkan bagaimana itu status legal hukum wilayah yang saudara klaim sebagai wilayah kekuasaan Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy ini dihubungkan dengan Negara Indonesia Timur, Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat ?

Ahmad Sudirman menunggu jawabannya.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
---------

From: H. M. Nur Abdurrahman <nur-abdurrahman@telkom.net>
Date: 23 februari 2005 09:01:02
To: "matius dharminta" <mr_dharminta@yahoo.com>
CC: <Enny.Martono@hm.com>, "Ahmad Sudirman" <ahmad_sudirman@hotmail.com>, "ahmad mattulesy" <ahmad_mattulesy@yahoo.com>
Subject: Re: SIAPASIH YANG TIDAK MENGERTI? NUR ABDURRAHMAN ? ATAU BAKHTIAR ABDULLAH ? ATAU S. SUDIRMAN SENDIRI??

Ahmad Sudirman ada penyakitnya, yaitu kejiwaan, menganggap dirinya hebat terkhusus dalam sejarah. Padahal ulasan sejarahnya sangat naif karena mengenai Maluku Ahmad Sudirman hanya dimulainya pada tanggal 25 April 1950. Tidak diketahuinya itu kata Maluku berasal dari Muluk (raja-raja, singularnya malik). Dahulu kepulauan itu terdiri dari banyak raja-raja kecil, yang besar di antaranya ke-Sultanan Tidore, Ternate, Bacan dan Raja Ampat. Yang terakhir ini wilayahnya sampai daratan Papouha (Papua). Pattimura adalah salah seorang raja Islam yang memberontak melawan Belanda. Ini menurut penuturan salah seorang sahabat saya Prof. Ohorella, yang secara adat dilantik menjadi raja kecil di salah satu bagian p. Seram tahun tujuh puluhan. Menurut Prof. Ohorella tidaklah mungkin itu Pattimura memberontak melawan Belanda, kalau dia bukan raja Islam. Menurut Ptof. Ohorella pula, sewaktu Nuku(*) menjadi Sultan Tidore, terjadi ikatan konfederasi Muluk (raja-raja kecil) di luar Ternate dan Bacan. Jadi dr Soumokil yang memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) 25 April 1950 yang tertangkap di p. Seram, secara historis mencaplok Seram yang termasuk Maluku Utara, yang berupa bagian dari Konfederasi Muluk, artinya proklamasi RMS tidak dapat dipertanggungjawabkan secara historis ditinjau dari Konfederasi Muluk. Ini yang Ahmad Sudirman tidak tahu apa-apa tentang Muluk, kok merasa tahu. Merasa tahu yang sebenarnya tidak diketahuinya merupakan penyakit jiwa. Orang yang tidak tahu dan tidak tahu ditidak tahunya, yang selalu merasa tahu, itulah jahil, jauhilah dia.

Wassalam

H. M. Nur Abdurrahman

nur-abdurrahman@telkom.net
Jakarta, Indonesia
----------

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
120. Nuku vs Wieling, Membuktikan Diri Bersih, vs Asas Praduga Tak Bersalah

Perselisihan antara Nuku dengan Wieling perihal asas tersangka harus membuktikan dirinya bersih bertentangan dengan asas praduga tak bersalah betul-betul pernah terjadi dalam sejarah yang merobek gencetan senjata menjadi perang yang tidak dimaklumkan pada tahun 1805.

Nuku adalah Sultan Tidore yang membebaskan kerajaannya dari bagian-bagian wilayah tiga gubernuran Kompeni Belanda (de drie Oostersche Provintien van Gouvernementen): Ternate, Ambon dan Banda. Nama lengkapnya Nuku Sulthan Said alJihad Muhammad al Mabus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Gelar Tuan Barakat Sultan Tidore, Papua dan Seram. Ia membebaskan (1780-1797) dan mempertahankan (1797-1805) wilayah kerajaannya dengan jalan peperangan yang sengit diselingi dengan diplomasi yang handal dan dengan siasat mengadu domba ketiga gubernur itu selama 25 tahun. Beberapa tahun menjelang akhir hayatnya (14 November 1805), yaitu sejak Gubernur Ternate menjalankan mekanisme pemerintahan Inggeris (1799), terjadi gencetan senjata antara Kerajaaan Tidore dengan Gubernur Ternate, yang menjalankan mekanisme pemerintahan Inggeris itu. Setelah Pemerintah Inggeris menyerahkan kembali kekuasaan kepada Pemerintah Belanda (1 Maret 1803), Ternate dimasukkan ke dalam wilayah Gubernur Ambon. Di Ternate hanya ditempatkan Wakil Gubernur Ambon, yaitu Carel Lodewijk Wieling.

Syahdan, 2 orang penghuni istana Tidore, yaitu dayang-dayang puteri Boki Fathimah yang bernama Sulasi dan Barunarasa mencuri emas, intan-berlian puteri itu dan melarikan diri ke Ternate. Nuku bersurat kepada Wieling pada 28 Muharram 1220 (18 April 1885) supaya kedua tersangka itu diextradisikan ke Tidore. Wieling menolak permintaan extradisi itu oleh karena menurut penyelidikannya Sulasi yang dahulunya bernama Sarbanun adalah sesungguhnya berasal dari sebuah kampung dekat Gamkonora di Ternate, dan Barunarasa dahulu bernama Kuning adalah budak Kapitan Makassar di Ternate. Keduanya adalah penduduk Ternate, bukan penduduk Tidore, jadi tidak tergolong di bawah jurisdictie kerajaan Tidore (en dus in geen opsigte tot de Jurisdictie van het Tidorsche Rijk behooren; ejaan Belanda lama, sekarang opzicht dan behoren). Nuku dapat memahami penolakan itu, tidak seperti Amerika dan Inggeris yang tidak mau memahami Moammer Qaddafi yang menolak extradisi 2 orang tersangka warga Libia. Bukan hanya sekadar tidak mau mengerti bahkan melalui PBB memboikot Libia.

Yang Nuku tidak mau mengerti ialah bahwa hasil pengadilan Belanda di Ternate menyatakan kedua tersangka tidak bersalah karena penuntut tidak dapat membuktikan kesalahan mereka. Seseorang tidak dapat dikatakan bersalah apabila tidak dapat dibuktikan kesalahannya, yakni asas praduga tak bersalah. Kejaksaan bukan saja bertugas memberantas kejahatan, tetapi juga melindungi siapa yang tidak bersalah (om zoo wel de ontschuld te beschermen als het quaad te beteugelen; ejaan lama, sekarang zo dan kwaad). Sedangkan dalam Kerajaan Tidore sejak Kolano Kaicil Cire raja Tidore yang mula-pertama masuk Islam (1450), berlaku hukum acara sesuai yang diletakkan asasnya oleh Khalifah 'Umar ibn Khattab RA: anna- laka hadza, dari mana milikmu ini, tersangka harus membuktikan kebersihan dirinya.

Sesungguhnya tidaklah adil jika asas praduga tak bersalah ini diperlakukan tanpa batas. Mesti diberi berbingkai dengan anna- laka hadza. Memang kata orang asas praduga tak bersalah ini sinkron dengan Hak Asasi Manusia, semua manusia mempunyai hak untuk dinyatakan tak bersalah sebelum dibuktikan kesalahannya oleh putusan pengadilan. Namun tak dapat disangkal bahwa kelemahan asas praduga tak bersalah ini terletak dalam hal: tidak semua orang yang tak dapat dibuktikan kesalahannya itu betul-betul menjamin bahwa mereka itu tidak bersalah. Banyak para penjahat kaliber kerapu (sebangsa kakap namun jauh lebih besar) yang berlindung di balik perisai asas praduga tak bersalah ini. Seperti contoh data sekunder yang dikemukakan oleh Ahmad Ali, di Amerika Serikat hanya 17% penjahat kerapu ini yang dapat dijaring oleh putusan pengadilan. Tentulah sangat tidak adil jika asas praduga tak bersalah ini lebih banyak melindungi penjahat ketimbang perlindungan hukum terhadap saksi korban. Dalam 100 tindak pidana, 17 orang saksi korban yang dilindungi hukum, 83 orang penjahat yang terlindungi oleh asas praduga tak bersalah, demikian cerita data dari negerinya Uncle Sam di atas itu.

Dengan asas praduga tak bersalah sukarlah pengadilan dapat menjaring para pemegang posisi kunci yaitu Sumarlin dan Mooy serta yang memberikan rekomendasi (lonceng kucing, kattebelletje) yaitu Sudomo pada waktu Eddy Tansil melicinkan jalan untuk mendapatkan kredit Rp1,3 triliun. Sangat sukar sekali jaksa untuk menutut apapula untuk dapat membuktikan kesalahan tiga serangkai tersebut. Namun andaikata hukum acara kita menganut asas anna- laka hadza, maka dalam pengadilan ketiga serangkai itu yang harus mengemukakan daftar kekayaan masing-masing dan dari mana asalnya. Dan jika ada kekayaan yang tidak jelas dari mana rimbanya, maka rimbanya itu adalah dari komisi yang didapatkan sebagai wang jasa dalam kasus korupsi kelas kerapu Eddy Tansil ini. Paling-paling yang dapat dijaring oleh pengadilan yang hukum acaranya berasaskan praduga tak bersalah ini hanyalah para tersangka yang terlibat langsung, yaitu Eddy Tansil, Maman Suparman, Towil Heryoto dan Subekti Ismaun (siapa-siapa lagi yang menyusul?).

Walaupun sebenarnya RI tidak menganut asas anna- laka hadza, eloklah kiranya untuk kebaikan mereka sendiri di mata (baca pengadilan) masyarakat, maka ketiga sekawan itu, mereka itu patut secara jantan menjawab tantangan "pengadilan" masyarakat itu dengan sukarela secara terbuka mengumumkan daftar kekayaan dan asal-usul kekayaannya itu sehingga dengan demikian bersihlah mereka itu di mata masyarakat, jikalau ketiganya memang bersih!

Walhasil sebagai kesimpulan asas praduga tak bersalah itu harus diberi berbingkai. Yang menyangkut korupsi apapun jenis kelasnya dipakailah asas anna- laka hadza sebagai bingkai asas praduga tak bersalah. Ini bahan pemikiran bagi para pembuat undang-undang, jika mereka mau berpikir dan mempunyai waktu untuk itu! WaLlahu a'lamu bishshawab.

Makassar, 20 Maret 1994

[H.Muh.Nur Abdurrahman]
----------