Stockholm, 12 April 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

HAMID AWALUDDIN MANTAN ANGGOTA KPU TERLIBAT KORUPSI RP 605,247 MILIAR IKUT BERUNDING RI-ASNLF DI HELSINKI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

MENTERI HUKUM DAN HAM HAMID AWALUDDIN & MANTAN ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) TERLIBAT KORUPSI DI KPU RP 605,247 MILIAR SEKARANG IKUT BERUNDING RI-ASNLF DI HELSINKI, FINLANDIA

"Korupsi di KPU sudah direncanakan sejak awal baik oleh orang-orang yang berada di sekretariat KPU, di bagian logistik maupun oleh orang-orang KPU sendiri. (Saya) ikut bersama dengan Caltex menyusun sistem pengadaan barang. Tapi sayangnya sistem tersebut tidak ditaati oleh KPU, sehingga korupsi yang ada di KPU memang direncanakan." (Koordinator Government Watch (GOWA), Farid Fakih, Selasa, 31 Agustus 2004 12:40 WIB , www.eramuslim.com/br/ns/48/12918,1,v.html )

"Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hamid Awaluddin Selasa siang ini (31 Agustus 2004) datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk memberikan klarifikasi soal tuduhan korupsi Rp 605,247 miliar di KPU seperti diadukan Koalisi LSM untuk Pemilu Bersih dan Berkualitas." ( http://www.eramuslim.com/br/ns/48/12925,1,v.html )

"Posisi Hamid Awaluddin di KPU tidak akan dicarikan penggantinya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan meminta penggantian anggotanya setelah salah satu anggotanya, Hamid Awaluddin, harus meninggalkan lembaga penyelenggara Pemilu ini karena diangkat menjadi menteri anggota Kebinet Indonesia Bersatu. Sedangkan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Hamid Awaluddin akan ditangani oleh anggota KPU yang lain." (2004-10-22 16:12:31 http://www.kpu.go.id/berita/lihat-dalam.php?id=719 )

Terbongkarnya korupsi dalam tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini adalah setelah lima Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, bulan Agustus 2004 tahun lalu. Menurut Hermawanto dari LBH Jakarta pada waktu itu menyatakan telah terjadi korupsi di KPU yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 605.247 miliar selama penyelenggaraan pemilu. Akibat KPU melampaui anggaran yang mereka tetapkan sendiri. Dimana anggaran pemilu membengkak hingga 139%. Pembengkakan ini terjadi karena kelebihan anggaran pemilu 2004 mencapai 58% atau over budget hingga Rp 608.116 miliar.

Nah, hari Jumat 8 April 2005, Mulyana Wira Kusumah anggota KPU tertangkap basah di hotel Ibis Slipi kamar nomor 609 atas undangan Oriansyah auditor BPK, yang menjabat Ketua Sub Tim Pemeriksaan Kotak Suara BPK, ketika Mulyana menyerahkan uang Rp 150 juta kepada Oriansyah. Yang juga sebelumnya, 3 April 2005, Mulyana pernah juga menyerahkan uang Rp 150 juta kepada Oriansyah di hotel Ibis Slipi kamar nomor 709.

Dengan tertangkapnya Mulyana Wira Kusumah anggota KPU ini, mulailah pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja menggeledah dan menyegel kantor KPU.

Usaha Mulyana Wira Kusumah anggota KPU memberikan uang sebanyak Rp 300 juta kepada Oriansyah auditor BPK dan Ketua Sub Tim Pemeriksaan Kotak Suara BPK untuk menghalangi agar tidak terjadi pengauditan mengenai jalur uang yang masuk ke KPU dalam hal kotak suara. Adanya usaha dari pihak Oriansyah auditor BPK untuk mengaudit jalur uang masuk ke KPU terkait kotak suara karena adanya indikasi penyimpangan dalam proyek-proyek KPU. Nah, usaha pengauditan oleh BPK inilah yang mahu dicegah oleh pihak Mulyana Wira Kusumah anggota KPU.

Tentu saja, itu Mulyana Wira Kusumah tidak bekerja atas inisiatifnya sendiri, melainkan atas usaha bersama para anggota dan ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin. Dan ini memang seperti yang disinyalir oleh Koordinator Government Watch (GOWA), Farid Fakih, Selasa, 31 Agustus 2004 bahwa Korupsi di KPU sudah direncanakan sejak awal baik oleh orang-orang yang berada di sekretariat KPU, di bagian logistik maupun oleh orang-orang KPU sendiri.

Sekarang, kalau anggota- anggota dan ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin ini terlibat dalam perencanaan korupsi ini, maka Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin yang diangkat sebagai Menteri dalam Kebinet Indonesia Bersatu Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 21 Oktober 2004, yang sebelumnya sebagai anggota KPU, bisa jadi terlibat dalam korupsi dalam tubuh KPU.

Oleh karena itu, selama pihak KPK melakukan penyidikan kasus korupsi dalam tubuh KPU, maka Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin yang terlibat dalam perundingan ASNLF-RI di Helsinki, Finlandia, perlu dinonaktifkan. Karena kalau tidak, akan menjatuhkan kebijaksanaan politik pihak Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kabinet Indonesia Bersatu-nya yang telah berjanji akan memberantas korupsi sampai keakar-akarnya tanpa pandang bulu.

Jadi, itu Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin perlu untuk dibebastugaskan dan tidak perlu untuk dilibatkan dalam perundingan mengenai konflik Acheh antara pihak ASNLF dengan pihak RI di Helsinki, Finlandia ini.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
---------

POLITIK Jum'at, 27 Agustus 2004 09:30 WIB
Koalisi LSM Laporkan Dugaan Korupsi Di KPU Ke DPR

JAKARTA--MIOL: Koalisi LSM untuk Pemilu Bersih dan Berkualitas melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan KPU ke Komisi II DPR dalam rapat dengar pendapat umum di Ruang Rapat Komisi II DPR di Jakarta, Kamis.

Koalisi LSM yang dipimpin oleh Dr Laode Ida, penanggung jawab program Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) melaporkan adanya pembengkakan anggaran biaya pemilu oleh KPU sebesar 139 persen.

Menurut Koalisi LSM tersebut, anggaran awal yang diajukan KPU sebesar Rp3,023 triliun untuk empat tahun (2002-2005) menjadi Rp7,2 triliun atau membengkak sebesar 139 persen.

Dalam laporan tersebut, Koalisi menyebutkan Biaya Pemilu Legislatif melebihi pagu anggaran yang direncanakan sebesar 58 persen atau 'over budget' Rp608,116 milyar untuk pengadaan bilik suara, kotak suara, surat suara, distribusi, pengadaan mobil, validasi dan pengadaan teknologi informasi pemilu.

Pembengkakan dan realisasi biaya pemilu tersebut terjadi karena KPU menyalahi perundang-undangan, antara lain UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No.12/2003 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, UU No.23/2003 tentang Pemilihan Presiden dan UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Menurut Koalisi LSM tersebut, pembengkakan serta realisasi anggaran di lingkungan KPU, mengindikasikan KPU telah menyalahgunakan jabatan dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp343,937 miliar.

Tindakan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai dengan UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Koalisi LSM yang terdiri atas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Indonesia Procurement Watch (IPW), LBH Jakarta dan Komite Independen Pemantau PEmilu (KIPP) Indonesia itu, juga telah melaporkan dugaan korupsi KPU tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dua pekan yang lalu.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR, A Teras Narang mengatakan, sejak bulan Mei Komisi II DPR telah meminta ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif terhadap anggaran pemilu yang dipergunakan oleh KPU.

"Kita sayangkan sampai saat ini (audit investigatif, red) belum diselesaikan oleh BPK," katanya

Dia melanjutkan, Komisi II DPR memutuskan bahwa laporan anggaran pemilu dari KPU akan diteruskan ke BPK, karena berkaitan dengan teknis pelaksanaan. Sedangkan mengenai dugaan terjadinya tindak pidana oleh anggota KPU, akan diserahkan ke aparat hukum.

Narang mengatakan, semangat gerakan yang dilakukan oleh koalisi LSM itu, sejalan dengan keinginan Komisi II DPR RI.

Ditemui setelah rapat dengar pendapat, Laode Ida merasa sangat senang dengan dukungan yang diberikan oleh Komisi II DPR berkaitan dengan masalah ini.

Dia mengatakan, dukungan yang diberikan oleh Komisi II DPR lebih dari yang diharapkan oleh koalisi.

Selanjutnya, dia menambahkan, Koalisi LSM akan menindaklanjuti saran dari Komisi II untuk membuat laporan lengkap dugaan penyelewangan di KPU, dan nantinya akan diserahkan ke aparat hukum, agar pihak penyidik mengetahui perkembangan yang terjadi di KPU.

Rapat dengan pendapat umum yang dilaksanakan di Ruang Rapat Komisi II DPR di Gedung Nusantara itu diikuti oleh 37 anggota Komisi II DPR.

Komisi II DPR merencanakan akan mengadakan rapat dengan pendapat dengan pihak KPU Pusat berkaitan dengan masalah pemakaian anggaran pemilu pada Selasa 31 Agustus 2004. (Ant/Ol-01)

http://mediaindo.i2.co.id/berita.asp?id=47075
----------

Dugaan Korupsi Rp 605 Miliar di KPU

JAKARTA - Lima Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Rabu. Pasalnya, kelima LSM itu menduga terjadi korupsi di KPU yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 605.247 miliar selama penyelenggaraan pemilu.

Kelima LSM tersebut adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Forum Masyarakat Perduli Parlemen (FORMAPPI), Indonesia Procurement Watch (IPW) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).

Hermawanto dari LBH Jakarta menjelaskan, kerugian negara senilai Rp 605.247 miliar akibat KPU melampaui pagu anggaran yang mereka tetapkan sendiri. Akibatnya, anggaran pemilu membengkak hingga 139%. Pembengkakan karena terjadi kelebihan anggaran pemilu legislatif lalu mencapai 58% atau over budget hingga Rp 608.116 miliar.

Hayie Muhammad dari IPW menambahkan, laporan yang mereka sampaikan itu cukup untuk menjadi langkah awal bagi KPK menyelidiki KPU. "Kami berharap laporan dapat ditindaklanjuti dalam waktu tiga minggu. Setelah tiga minggu, kami akan menagih realisasi kerja KPK," ujarnya.

Menurut kelima LSM itu, KPU telah melanggar Undang-Undang (UU) No17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 12/2003 tentang Pemilu Legislatif, UU No 23/2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, Keputusan Presiden (Keppres) No 42/2002 tentang Pedoman Pengelolaan APBN dan Keppres No 80/2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.

Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamengkas yang menerima laporan LSM-LSM itu mengungkapkan, komisinya tengah mengumpulkan data berkaitan dengan dugaan korupsi di KPU. "Kita sudah mendapat data dari pihak lain.

Kami memutuskan secepat-cepatnya melakukan audit investigatif dan penyelidikan. Syukur-syukur bisa langsung ke penyidikan kemudian ditingkatkan sejalan dengan perolehan barang bukti. Sebenarnya laporan seperti ini yang kami butuhkan karena disertai bukti-bukti," paparnya.

Menanggapi laporan tersebut, Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti, secara terpisah, mengaku, siap diperiksa oleh KPK, kendati dia enggan mengomentari laporan LSM-LSM tersebut dengan pertimbangan mereka sudah melapor ke KPK. Dia mengharapkan supaya setiap institusi melaksanakan tugasnya masing-masing. "Kami tidak akan menghalang-halangi kerja KPK. KPK tentu saja akan meneliti terlebih dahulu laporan-laporan tersebut," ujarnya.

Menyinggung soal materi yang dilaporkan ke KPK, dia menegaskan, apa yang mereka laporkan itu sudah ditanyakan oleh DPR. Dan KPU pun sudah memberi pertanggungjawaban politis kepada Komisi II DPR.

"Kurang kritis apa pertanyaan anggota DPR itu. Dan kami sudah menjawab semuanya. KPU pun sudah memberi pertanggungjawaban administratif karena BPK telah melakukan audit," lanjut guru besar Universitas Airlangga itu.

Anggota KPU Hamid Awaludin menyambut baik laporan LSM-LSM tersebut. Asal saja, katanya, LSM itu nanti bisa membuktikan tuduhan-tuduhannya. "Silakan saja. Asal mereka bisa menunjukkan bukti-bukti klaimnya itu," ujarnya. (A-21)

http://www.pergerakan-indonesia.org/2004_08_01_archive.html
----------