Sandnes, 18 Mei 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SEKILAS MENYOROT CIRCLE APPROACH DAN POINT APPROACH DALAM PENGENALAN ISLAM
Husaini Daud Sp
Sandnes - NORWEGIA.

 

ANTARA CIRCLE APPROACH DAN POINT APPROACH DALAM PENGENALAN ISLAM

Dapatkah Shalat diterjemahkan dengan Sembahyang ?

Sembahyang adalah bahasa sangskerta/bahasa hindu yang artinya sembah dewa. Dulu hampir seluruh kepulauan Melanesia beragama Hindu. Islam masuk ke kepulauan Melanesia itu melalui pendekatan "Circle Approach". Sementara Islam yang diaplikasikan Rasulullah sendiri melalui pendekatan "Point Approach". Pendekatan poit approach adalah pendekatan revolusioner sementara pendekatan circle approach adalah pendekatan reformasi.

Pendekatan reformasi dapat digunakan secara efektif andaikata di kawasan tersebut sudah mantap pemahaman Islamnya kecuali sebahagian masyarakat sudah mengalami dekaden. Untuk mereka-mereka yang dekaden itulah diperlukan reformasi. Sementara di kawasan yang sudah begitu rusak seperti di Indonesia Munafiq dan Dhalim, Reformasi akan menjadi permainan di tangan orang-orang hipokrit. Hal ini dapat anda saksikan sendiri kemana larinya "Reformasi" Amin Rais dan Kampusnya.

Dengan kata lain reformasi adalah tambal sulam yang sudah barang pasti tidak akan efektif untuk menambal baju yang sudah begitu lusuh seperti Indonesia. Namun yang diperlukan buat Indonesia Hipokrit adalah "Revolusi". Adakah Imam benaran disana untuk membebaskan kaum Dhu'afa dari belenggu-belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka? (Q.S,7:157)

Ketika Rasulullah memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat luas di Mekkah, mendapat tantangan langsung dari Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Sofyan. Konon menurut beberapa "Pakar" yang mengaku diri sebagai orang Islam, hal itu tak akan terjadi andaikata Rasulullah tidak menjampaikannya secara revolusioner, dimana Rasulullah langsung menembak sembahan mereka: "Wahai kaum Quraisy ! Andaikata kukatakan pada kalian bahwa dibalik gunung ini ada seekor harimau, percayakah kalian ?" Mereka dengan serentak menjawab: "Percaya, bukankan anda terkenal dengan El Amin ?" Kalau demikian kalian juga "haq" meyakini bahwa sesungguhnya itu berhala yang kalian sembah, jangankan menolong kalian, menolong diri sendiripun tidak mampu. Justru itu sembahlah Allah Tuhan yang satu, dimana aku di utus untuk menjampaikan risalah ini".

Begitu selesainya rasulullah mengucapkan kata tersebut secepat itu pulalah Pamannya Abu Lahap menapik: "Muhammad ! Sama siapa kamu meminta izin untuk mengucapkan kata-kata yang sesat itu. Untuk itukan kamu undang kami sekalian kemari? Tabballak ya Muhammad". Mendengar tantangan Abu Lahap yang demikian keras dengan ucapan "celaka" kata yang paling keji menurut kultur Arab, rasulullah berlinang airmata. Namun airmata Rasul segera dihapuskan Allah dengan menurunkan wahyunja yang berkenaan dengan kecelakaan Abu Lahab: "Tabbat yada Abi lahabiw watabba........"(QS. 111: 1 s/d 5)

Bagi orang-orang yang benar-benar beriman tentu berkjeyakinan bahwa justru Rsulullahlah yang "Pakar" dan bahkan "Pakar diatas Pakar". Artinya Rasulullah menerima langsung ilmunya dari Allah, sementara pakar-pakar itu menerimanya lewat "Penelitiannya" dilapangan dan perpustakan yang juga mengandalkan pendapat-pendapat manusia itu sendiri, kendatipun memang ada yang benar namun banyak juga yang keliru. Wahyu adalah mutlak kebenarannya sementara Pikiran manusia harus meruju'k kepada wahyu itu sendiri untuk mendapatkan keabsahannya.

Pendekatan yang diaplikasikan penjebar-penyebar Islam di kepulauan melanesia, menggunakan tekhnik Circle Approach, dimana mereka menjebarkan keyakinannya secara pelan-pelan agar tidak terbentur dengan adat pribumi yang notabenenya adalah Hindu dan Budha. Sebagai contoh dapat kita lihat realitanya sampai sekarang di P Jawa, dimana sampai sekarang masih terlalu banyak praktek-praktek yang bertentangan dengan Islam itu sendiri kendatipun mereka mengaku beragama Islam. Misalnya kebiasaan menjabung ayam atau melaga ayam, membuat sesajian, mengadakan acara tepung tawar khas Hindu dengan percikan air menggunakan rumput khusus (naleueng sambo), memanggil "sembahyang" kepada orang yang "Shalat" dan masih banyak lagi adat Hindu lainnya yang tetap dipertahankan. Sementara "Kiyai" yang ber indehoi dengan perempuan dikantor (baca Gusdur), Pembunuh berdarah dingin dan koruptor masih saja dihormati kebanyakan orang disana.

Demikian juga di Acheh masih ada orang yang membuat sesajian, menyabung ayam dan menggunakan kalimah syahadah dengan diiringi musik klasiknya. Hal ini terjadi disebabkan pendekatan "Circle Approach" atau reformasi. Ketika penjebar Islam melihat kerumunan orang yang sudah mengakui masuk Islam asik menyabung ayam, tidak titegurnya. Beliau hanya mengingatkan saja agar mereka tidak terlambat Shalatnya. Konon ada juga kiyai yang meminta mereka agar mengucapkan Bismillah ketika mereka melepaskan ayamnya. Akibatnya sebahagian orang alim palsu berargumen bahwa semua perbuatan itu sudah di Islamkan dengan mengucapkan Bismillah (argumentasi yang begitu dhaif).

Demikian juga di Acheh ketika penyebar Islam itu melihat kerumunan orang yang sedang melantunkan syair Hindunya di iringi musik tradisionalnya: "Pocut di Timu.... Pocut di Barat......Preung-preung- pre". Penjebar Islam ketika itu hanya menukarkan sya'irnya saja dengan: " La ila ha illallah......Preung-preung-pre". Sampai hari ini masih berlangsung hal yang demikian dengan kerap kali terjadi pelesetan kata: "La ila ha et lallah......Preung-preung-pre". Padahal bila kita analisa dengan cermat tidaklah di benarkan mengiringi kalimah syahadah itu dengan musik, kendatipun kita masih mampu mengucapkannya dengan benar. Jangankan Kalimah syahadah, ayat Al Qur-an saja tidak dibenarkan.

Kenapa juga penyebar-penyebar agama dari Persia dan Gujarat itu tidak melarangnya ketika itu ? Sebabnya mereka menggunakan pendekatan "Circle Approach". Mereka khawatir terbentur dengan adat-istiadat kaum pribumi yang terkenal kuat mempertahankan adat kebiasaannya.

Justru itulah sampai hari ini masih kita dengar dari orang-orang Acheh sendiri, kendatipun persentase nya tidak seberapa, lebih mementingkan "Adat" daripada hukum Islam itu sendiri.

Bayangkan andaikata masih banyak orang Acheh yang terpengaruh ide yang keliru itu, dapatkah diharapkan Islam yang benar akan tegak di sana ? Bila kita tegur, mereka marah dan mencari-cari kesalahan kita untuk membela diri. Mereka bersatupadu dengan orang-orang yang berbuat dhalim. Mereka menggunakan (Qur-an) hanya sebagai alat bacaan bukan sebagai Petunjuk (Pedoman Hidup). Akibatnya mereka tidak mengetahui kalau Allah mengutuk orang-orang yang membiarkan kedhaliman di lingkungan kelompoknya sendiri (QS. 5:79)

Billahi fi sabililhaq

Husaini Daud Sp

husaini54daud@yahoo.com
Sandnes, Norwegia.
---------