Stockholm, 20 Juni 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


GUBERNUR LEMHANNAS SURADINATA SEPERTI CACING KEPANASAN MINTA PERUNDINGAN ASNLF-RI DI HELSINKI DIHENTIKAN

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.



KELIHATAN GUBERNUR LEMHANNAS ERMAYA SURADINATA SEPERTI CACING KEPANASAN MINTA PERUNDINGAN ASNLF-RI DI HELSINKI DIHENTIKAN

 

Kelihatan dengan jelas, itu Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata seperti cacing kepanasan, ketika dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI di Gedung MPR/DPR, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, hari ini Senin, 20 Juni 2005, melambungkan hasil perasan pemikirannya tentang Perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki, Finlandia yang sudah berlangsung 4 babak itu, dan akan dilanjutkan dengan babak ke 5, 12 Juli 2005 yang akan datang. Dimana hasil perasan pemikiran Ermaya Suradinata itu ditunjukkan dalam bentuk Perundingan ASNLF-RI sudah keluar dari substansi dasarnya.

 

Nah disini kelihatan, Ermaya Suradinata memang tidak menyadari ataupun pura-pura tidak menyadari bahwa masalah akar utama konflik Acheh adalah masalah yang timbul karena adanya usaha sepihak dari RI ketika masih dibawah tangan Soekarno dengan RI-Jawa-Yogya-nya yang berada dalam tubuh RIS. Dimana satu hari sebelum RIS dirobah dan dileburkan kedalam tubuh RI-Jawa-Yogya, itu Acheh dilahap dengan mulut RIS lalu dimasukkan kedalam usus RI-Jawa-Yogya.

 

Apakah masalah sejarah ini tidak dipahami atau memang itu Ermaya Suradinata bodoh, karena hanya menelan cerita mitos buatan mbah Soekarno tentang Acheh.

 

Tetapi, kalau Ahmad Sudirman melihat dan memperhatikan bahwa itu yang namanya Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata memang otaknya kosong, karena sudah banyak sekali makan cerita mitos RI-Jawa-Yogya-nya mbah Soekarno tentang Acheh ini. Sehingga memang ketika melihat konflik Acheh ini langsung saja berceloteh bahwa Perundingan ASNLF-RI sudah keluar dari substansi dasarnya.

 

Nah, yang dimaksud dengan substansi dasar menurut Suradinata adalah masalah konflik Acheh diselesaikan memakai payung hukum UU No.18/2001 dan dalam kerangka NKRI dan pancasilanya.

 

Karena kekosongan otak dari Ermaya Suradinata tentang sejarah sebenarnya mengenai Acheh inilah, yang menyebabkan itu Gubernur Lemhannas, ketika melihat dan membaca bahwa konflik Acheh bukan merupakan konflik yang sifatnya domestik lagi, melainkan konflik internasional, maka berjingkrak-jingkraklah ia seperti cacing kepanasan. Apalagi ketika mendengar bahwa self-government yang disodorkan pihak ASNLF bukan lagi mengacu kepada UU No.18/2001. Dan UU No.18/2001 tidak lagi dibicarakan dalam Perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki, Finlandia itu.

 

Disamping itu, dalam Perundingan ASNLF-RI ini bukan seperti perundingan-perundingan sebelumnya, yang melalui mediator, dimana pihak ASNLF dan pihak RI tidak pernah bertemu muka dan melakukan dialog dan berunding langsung bertatap muka. Tetapi, dalam Perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki ini kedua pihak langsung berhadapan, bahkan telah dibagi dalam kelompok-kelompok kerja kecil, seperti antara pimpinan tertinggi dan penasehat masing-masing, juga dengan pihak Presiden Ahtisaari ketika membicaran masalah-masalah yang disodorkan kedua belah pihak. Dan tentu saja dengan cara bentuk perundingan model demikian masing-masing pihak bebas menyampaikan pemikirannya, dan bisa dibicarakan secara efisien, cepat dan mudah disepahami. Dimana hasil dari pembicaraan group kecil ini disampaikan dalam group besar yang penuh untuk disepahami dan disepakati bersama.

 

Nah disinilah diuji kemampuan dan kepandaian dari masing-masing pihak untuk menyodorkan dan menganalisa serta mengambil kesimpulan dari apa yang disodorkannya itu, yang akhirnya bisa disepahami. Dimana setelah masalah-masalah itu disepahami oleh kedua belah pihak, maka selanjutnya bisa dijadikan sebagai batu pijakan untuk diambil kesepakatan bersama.

 

Untuk Perundingan ronde ke 5, pada 12 Juli 2005 mendatang, pihak Presiden Martti Ahtisaari akan menyiapkan dokumen dasar sebagai bahan diskusi yang didasarkan pada masalah-masalah yang telah disepahami dalam perundingan sebelumnya ditambah dengan masalah-masalah yang masih belum disepahami. Dimana dokumen dasar ini apabila telah disepahami, akan dijadikan dasar pijakan untuk diadakannya kesepakatan dan akan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

 

Tentang status dari Perundingan ASNLF-RI ini secara faktual memang telah menjadi status formal dan mengikat, walaupun dari pihak RI masih mempropagandakan bahwa Perundingan itu statusnya informal. Mengapa status perundingan itu telah menjadi formal ?

 

Karena Presiden Martti Ahtisaari telah menyatakan bahwa Perundingan ASNLF-RI telah menjadi Perundingan formal. Disamping itu pihak ASNLF percaya bahwa kalau Perundingan-Perundingan tersebut hanya berstatus informal, itu artinya hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja dan tidak ada hasil kwalitas yang mengikat. Dan kalau Perundingan ASNLF-RI hanya merupakan Perundingan yang statusnya informal sebagaimana yang dipropagandakan oleh pihak RI, maka Perundingan-Perundingan yang sudah dilakukan itu tidak memiliki kapatitas untuk memecahkan masalah konflik Acheh ini. Sama seperti perundingan di warung kopi dipinggir Ciliwung saja.

 

Kemudian, kegundahan Suradinata melihat dan membaca Perundingan ASNLF-RI ini yang telah berhasil membicarakan penyelesaian konflik yang telah disepahami dengan dimintakankan pihak ketiga untuk melakukan monitoring atas pelaksanaan hasil kesepahaman dan kesepakatan tersebut. Dimana dari pihak ketiga, yaitu dari Uni Eropa telah menyiapkan diri untuk ikut menyelesaikan konlfik Acheh dengan menjadikan sebagai tim monitoring pelaksanaan hasil kesepakatan Perjanjian ASNLF-RI ini.

 

Kegundahan dan ketidak-senangan serta kepicikan dari Suradinata dengan terlibatnya Presiden Martti Ahtisaar dan Uni Eropa adalah tidak ada dasarnya. Mengapa ? Karena pada Perundingan yang sebelumnya juga yang diprakarsai oleh Menteri Luar Negeri Noer Hassan Wirajuda di Geneva dan di Tokyo, Jepang telah melibatkan pihak ketiga. Jadi, tidak logis dan tidak masuk akal kalau sekarang Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata keberatan atas keterlibatan Presiden Martti Ahtisaari dan Uni Eropa dalam penyelesaian konflik Acheh, sehingga harus dihentikan perundingan ASNLF-RI ini.

 

Selanjutnya, Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata terus makin budek dengan tetap mendukung kehadiran pasukan non-organik TNI budek-Jawa tetap menduduki wilayah Acheh, kendatipun bertolak belakang dengan apa yang telah diputuskan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam Tertib Sipil-nya yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2005 Tentang Penghapusan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Sipil di Acheh, dengan alasan budeknya untuk mengamankan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad


Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

www.ahmad-sudirman.com

ahmad@dataphone.se

----------