Stockholm, 29 Juni 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


PIETER BUKA PINTU GERBANG ACHEH, YUDHOYONO, KALLA & SUTARTO ANGKAT TANGAN, PERMADI & LAKSONO MENGGELUPUR

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.



PIETER FEITH BUKA PINTU GERBANG ACHEH, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, JUSUF KALLA & ENDRIARTONO SUTARTO ANGKAT TANGAN, PERMADI & AGUNG LAKSONO MENGGELUPUR SEPERTI CACING KEPANASAN

 

Sebagaimana yang telah disepahami kedua belah pihak dalam Perundingan ASNLF-RI putaran keempat di Vantaa, Helsinki 26 - 31 Mei 2005, dimana pihak Uni Eropa dan ASEAN akan menjadi tim monitoring pelaksanaan hasil kesepakatan perjanjian ASNLF-RI di Acheh.

 

Langkah awal yang telah dilakukan oleh pihak Uni Eropa adalah dengan diundangnya wakil dari Uni Eropa oleh Presiden Martti Ahtisaari untuk menghadiri sebagai observer dalam Perundingan ASNLF-RI pada tanggal 30 Mei 2005.

 

Dan realisasi dari hasil perundingan yang dihadiri oleh tim observer dari wakil Uni Eropa ini, pihak Uni Eropa telah menugaskan kepada penasehat senior masalah luar negeri Uni Eropa, Pieter Feith untuk melakukan pengumpulan data dilapangan, di Acheh dan Jakarta.

 

Selasa, kemaren, 28 Juni 2005, tim monitoring Uni Eropa yang dipimpin oleh Pieter Feith telah sampai di Acheh. Dimana Pieter Feith ini disertai oleh stafnya yang terdiri dari Bruno Hansen, Stan Wulffaert, Alex Legein, Tomesz Kozlowski, Filipa Antunes Melo, Juha Avvinem. Adapun dari pihak ASEAN diwakili oleh Paitoon Sonkaeo (Thailand), Adnan Haji Othman (Malaysia) dan Kamal Vaswani (Singapura). Sedangkan dari pihak Crisis Management Initiative (CMI) diwakili oleh Jaako Oksanen dan Juha Christensen. Sementara dari pihak RI diwakili oleh Sofyan Djalil, I Gusti Puja, Usman Basjah, Zamris Anwar dan Mayjen Bambang Darmono.

 

Usaha pengumpulan fakta lapangan di Acheh dan Jakarta ini memang sangat dirahasiakan oleh pihak RI, tetapi tentu saja walaupun dirahasikan, pihak luar negeri sudah mengetahui jauh sebelumnya, yaitu ketika pihak Pieter Feith, pada tanggal 14 Juni 2005 di Brussels telah menyatakan akan melakukan pengumpulan fakta tentang Acheh di Acheh dan di Jakarta selama seminggu pada akhir bulan Juni 2005.

 

Kehadiran tim Uni Eropa dan ASEAN yang dipimpin oleh Pieter Feith di Acheh ini diterima oleh Gubernur Acheh, Azwar Abubakar, Pangdam Iskandar Muda, Mayjen Supiadin Yusuf Adi Saputra, dan Kapolda, Irjen Bachrumsyah Kasman.

 

Nah, dengan telah dibukanya pintu gerbang Acheh oleh Pieter Feith bersama Tim monitoring pengumpulan fakta ini, membuktikan kepada dunia internasional bahwa masalah konflik Acheh telah menjadi masalah internasional yang melibatkan Uni Eropa dan ASEAN. Dan perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki, Finlandia itu telah menjadi perundingan formal.

 

Dengan datangnya tim Uni Eropa dan ASEAN ke Acheh dan Jakarta untuk pengumpulan fakta ini, hasilnya akan dijadikan sebagai masukan baru dalam Perundingan ASNLF-RI putaran kelima yang akan dimulai pada 12 Juli 2005 mendatang.

 

Kehadiran tim pengumpul fakta Uni Eropa dan ASEAN ini juga mendobrak orang-orang, seperti Ketua DPR Agung Laksono dan Anggota Komisi I DPR Permadi yang menolak mentah-mentah keterlibatan dan keikutsertaan tim internasional dari Uni Eropa dan ASEAN untuk memantau pelaksanaan kesepakatan perjanjian ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki, Finladia itu.

 

Sekarang, karena pintu gerbang Acheh sudah dibuka oleh Pieter Feith dan tim pengumpul fakta di Acheh telah menginjakkan kaki mereka di tanah Acheh, maka tidak ada lagi jalan kembali bagi pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Widodo Adi Sutjipto, Endriartono Sutarto, dan Djoko Santoso dari gelanggang perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki ini.

 

Tentu saja, bagi orang-orang dari DPR dan TNI, khususnya para Jenderal TNI yang ingin terus melakukan bisnis di Acheh, akan kesulitan untuk terus menerus menjalankan taktik dan strategi bisnis dan laboratorium militer-nya di Acheh.

 

Karena pihak Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla telah menetapkan kebijaksanaan politik dan keamana di Acheh dalam usaha penyelesaian damai di Acheh, dimana para bawahananya harus ikut menyetujui dan tidak boleh menolaknya.

 

Kalau ada yang menolak, maka langsung kena damprat. Contohnya, itu Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata, ketika dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI di Gedung MPR/DPR, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, hari Senin, 20 Juni 2005, mengkritik Perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki, Finlandia bahwa Perundingan ASNLF-RI sudah keluar dari substansi dasarnya. Kemudian tidak selang beberapa jam kemudian, itu Gubernur Lemhannas Ermaya Suradinata digebrak Jusuf Kalla untuk ikut ekor kebijaksanaan politik Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam hal Perundingan ASNLF-RI di Vantaa, Helsinki.

 

Hanya tentu saja, bagi pihak TNI, khususnya Jenderal-Jenderal TNI Jawa masih bisa bebas bersuara, mereka tidak bisa digebrak langsung oleh Jusuf Kalla ataupun oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Tetapi, bagi Jenderal-Jenderal TNI memang tidak ada alasan politik untuk membangkang kepada hasil Perundingan ASNLF-RI, kecuali hanya membandel, dengan cara melakukan dan mempertahankan pasukan non-organik TNI budek-Jawa-nya untuk terus dipertahankan di Acheh. Seberapa banyak pasukan non-organik TNI budek-Jawa akan ditarik dari Acheh, itu yang akan terus dijadikan manover dan taktik militer oleh pihak Jenderal Endriartono Sutarto dan Jenderal Djoko Santoso.

 

Bahkan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Djoko Santoso, Senin 27 Juni 2005 melambukan manovernya dengan menyatakan bahwa kekuatan GAM mulai menurun tapi aktivitasnya semakin meningkat setelah berubahnya status di Acheh. Sehingga perlu diambil langkah yaitu dengan melakukan penambahan 1.000 personel di Acheh.

 

Nah, ternyata Jenderal-Jenderal TNI ini, bukan melakukan pengurangan pasukan non-organik TNI budek-Jawa-nya dari Acheh, melainkan menambahnya pula, walaupun sekarang di Acheh telah berlaku Tertib Sipil.

 

Inilah yang dikatakan bahwa Jenderal-Jenderal TNI itu memang membandel pada apa yang telah ditetapkan dan diputuskan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Dan celakanya itu Susilo Bambang Yudhoyono memang lemah menghadapi Jenderal-jenderal TNI Jawa ini. Apalagi itu Jusuf Kalla tidak berkutik menghadapi Jenderal-Jenderal TNI.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad


Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

www.ahmad-sudirman.com

ahmad@dataphone.se

----------