Stockholm, 17 Agustus 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum
wr wbr.
RAHMAD, ITU ASNLF/GAM TIDAK MENYERAHKAN
KEDAULATAN ACHEH KEPADA RI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
RAHMAD
KHALIL, ITU BELANDA TIDAK PERNAH MENYERAHKAN KEDAULATAN ACHEH KEPADA RI PADA
TAHUN 1949.
"Persoalan utama antara Acheh dan Indonesia berpangkal
pada persoalan Penjajahan dan Kemerdekaan, dimana pihak Belanda secara sepihak,
tanpa melalui suatu proses dekolonisasi, telah menyerahkan kedaulatan Acheh
pada tahun 1949 secara illegal kepada Indonesia.Dan sesungguhnya pihak kolonial
Belanda tidak ada hak, baik secara de jure maupun de facto atas Acheh, yang
telah mereka tinggalkan tahun 1942. Indonesia adalah tak lain dari pada wajah
baru Dutch East Indies." (Rahmad Khalil, sayedkhalil05@yahoo.co.id , Thu, 18 Aug
2005 00:30:11 +0700 (ICT))
Baiklah
saudara Rahmad Khalil di Amsterdam, Noord-Holland, Netherlands
Di
Mimbar bebas ini Ahmad Sudirman telah membongkar mengenai akar utama timbulnya
konflik Acheh dihubungkan dengan jalur proses pertumbuhan dan perkembangan
Negara RI.
Sekarang,
kalau Ahmad Sudirman membaca apa yang ditulis saudara Rahmad: "Persoalan
utama antara Acheh dan Indonesia berpangkal pada persoalan Penjajahan dan
Kemerdekaan, dimana pihak Belanda secara sepihak, tanpa melalui suatu proses
dekolonisasi, telah menyerahkan kedaulatan Acheh pada tahun 1949 secara illegal
kepada Indonesia.Dan sesungguhnya pihak kolonial Belanda tidak ada hak, baik
secara de jure maupun de facto atas Acheh, yang telah mereka tinggalkan tahun
1942. Indonesia adalah tak lain dari pada wajah baru Dutch East Indies."
Nah,
dari apa yang ditulis saudara Rahmad, Ahmad Sudirman melihat bahwa saudara ini
tidak mengerti jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI dan juga tentang
Acheh. Mengapa ?
Karena,
itu Belanda tidak pernah menyerahkan kedaulatan atau kekuasaan tertinggi atas
pemerintahan negara kepada RI pada tahun 1949. Bagaimana bisa saudara
menyatakan Belanda menyerahkan kedaulatan atau kekuasaan tertinggi atas
pemerintahan negara kepada RI untuk menguasai Acheh ?.
Yang
benar berdasarkan fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum adalah ketika
dilangsungkan Konperensi Meja Bundar pada tanggal 23 Agustus 1949 di
Ridderzaal, Den Haag, Belanda. Itu ada empat delegasi yang berunding, yaitu:
Pertama, delegasi Badan
Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini
anggotanya adalah 15 Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan
Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka,
Daerah Belitung, Daerah Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur,
Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah
Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur.
Kedua,
delegasi RI yang anggota juru rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem,
Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr.
Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim
Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.
Ketiga,
delegasi Belanda yang diketuai oleh Mr. Van Maarseveen.
Keeempat,
delegasi dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh
Chritchley.
Nah sampai disini, itu Negeri
Acheh tidak termasuk dalam Negara anggota Badan Permusyawaratan Federal. Tidak
juga masuk dalam wilayah RI, karena de-facto wilayah RI, sejak
ditandatanganinya Perjanjian Renville 17 Januari 1948, wilayah de-facto RI
berada dibelakang garis van Mook, yaitu di Yogyakarta dan sekitarnya. Negeri
Acheh adalah Negeri yang bebas dari penjajahan Jepang, dari kekuasaan Sekutu,
dan dari Belanda.
Jadi, dalam KMB, itu Acheh diluar
pembicaraan, dan Acheh tidak dibawa-bawa sebagai masalah yang dibicarakan.
Karena itu hasil KMB yang
ditandatangani pada tanggal 2 November 1949 itu meliputi masalah Belanda akan
menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan
Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun.
Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di
Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke
Negeri Belanda.
Nah,
itulah hasil KMB. Acheh tidak pernah disinggungnya, apalagi diserahkan kepada
RI. Bagaimana bisa saudara Rahmad menyatakan Belanda menyerahkan kedaulatan
Acheh. Sedangkan Belanda tidak pernah menguasai dan menduduki Acheh sejak
Jepang mengalahkan Belanda 1942, sampai Jepang menyerah kepada Sekutu pada
tanggal 15 Agustus 1945. Begitu juga ketika Belanda kembali bersama Sekutu untuk
menguasai wilayah bekas jajahannya, itu Negeri Acheh tidak pernah kembali
diduduki Belanda.
Begitu
juga ketika pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan atau
kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, bukan kepada RI, tetapi kepada
RIS dan mengakuinya. Dimana itu Negara-Negara Bagian RIS berjumlah 16
Negara/Daerah, dan Acheh tidak termasuk didalamnya.
Disinipun, Belanda tidak pernah
membawa-bawa Acheh. Hanya ada satu daerah yang masih ditunda pembicaraannya,
yaitu Papua Barat atau Irian Barat. Dimana itu Papua Barat ditunda satu tahun,
yang nantinya akan dibicarakan dengan RIS, bukan dengan RI.
Jadi saudara Rahmad, kalau saudara
menyatakan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan Acheh kepada RI pada tahun 1949
itu pernyataan yang salah fatal. Tidak ada fakta, bukti, sejarah dan dasar
hukumnya.
Justru, Negeri Acheh adalah negeri
yang bebas, sejak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Amerika dan Sekutunya
pada tanggal 15 Agustus 1945. Dan juga ketika tentara Sekutu bersama Belanda
ingin menguasai Acheh, itu pasukan sekutu dan Belanda tidak berhasil menguasai
Acheh.
Kalau dikatakan bahwa Negeri Acheh
dianeksasi Soekarno, bukan Belanda memberikan kekuasaan penuh atas Acheh kepada
RI. Nah, pernyataan ini baru benar. Mengapa ? Karena ketika Soekarno dalam RIS
melakukan penelanan Negara/Daerah Bagian RIS, itu Acheh dan Maluku Selatan juga
ditelannya. Acheh ditelan Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 dengan memakai
dasar hukum buatannya sendiri PP RIS No.21 Tahun 1950. Dan baru pada tanggal 15
Agustus 1950, itu RIS dibubarkan, lalu dijelmakan NKRI yang sebenarnya berasal
dari RI yang telah menelan 15 Negara/Daerah Bagian RIS selama periode 8 Maret
sampai 14 Agustus 1950.
Jadi saudara Rahmad itu Belanda
tidak memiliki kekuasaan tertinggi atas wilayah Acheh atau Belanda tidak
memiliki kedaulatan Acheh. Karena itu Belanda tidak benar memberikan kedaulatan
Acheh kepada RI pada tahun 1949.
Kemudian saudara Rahmad menulis:
"dasar hukumnya Delegasi GAM menyerahkan kedaulatan Acheh, Jelas dasar
hukumnya adalah isi dari MoU yang
diteken pada Tgl 15 juli 2005 di Helsinki".
Nah Ahmad Sudirman melihat saudara
Rahmad ini tidak mengerti arti kedaulatan. Itu kata kedaulatan berasal dari
kata dasar daulat yang berarti kekuasaan, ditambah awalan ke dan akhiran an. Jadi arti kata kedaulatan
adalah kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara atau daerah.
Sekarang
kalau saudara Rahmad menulis: "Delegasi GAM menyerahkan kedaulatan
Acheh". Jelas ini salah besar alias
ngaco. Mengapa ?
Karena mana itu Delegasi ASNLF/GAM
mempunyai kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara di Acheh. Wilayah Acheh
saja masih dijajah RI. Bagaimana bisa dikatakan ASNLF/GAM memiliki kedaulatan
Acheh, kemudian diserahkan pula kepada RI.
Yang namanya berdaulat atas Acheh,
kemudian diserahkan kedaulatan Acheh kepada RI. Itu artinya, ASNLF/GAM tidak
lagi memilik kekuasaan apapun di Acheh. ASNLF/GAM tidak ada lagi hubungan
apapun dengan Acheh. Sudah habis, sudah putus. Sebagaimana
ketika Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS. Dimana Belanda tidak ada lagi
memiliki kekuasaan waluapun sekecil jarahpun di wilayah RIS.
Tetapi berdasarkan fakta, bukti,
dan dasar hukum, itu ASNLF/GAM malah berkuasa di Acheh. Kemudian hubungan
dengan Pemerintah RI diatur berdasarkan MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Jadi
dalam hal ini, itu ASNLF/GAM tidak menyerahkan kedaulatan Acheh kepada RI.
Malahan sebaliknya, RI yang menyerahkan kedaulatan Acheh kepada ASNLF/GAM
berdasarkan MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Sehingga itu ASNLF/GAM memiliki
kekuasaan penuh atas pemerintahan kedalam di Acheh.
Saudara Rahmad ini kelihatan masih
rancu dalam memahami pengertian kedaulatan. Coba buka lagi kamus bahasa melayu apa
itu arti kedaulatan. Dan berikan contoh Negara
yang menyerahkan kedaulatannya.
Seterusnya, itu masalah referendum
untuk penentuan nasib sendiri di Acheh telah banyak dibahas dan diajukan oleh
Ahmad Sudirman di mimbar bebas ini, sebelum saudara Rahmad masuk ke mimbar
bebas ini.
Cara referendum inipun salah satu
cara untuk menentukan nasib sendiri. Misalnya yang dituntut oleh Bangsa Papua
Barat sekarang, itu referendum agar dilaksanakan kembali. Karena pepera Papua
14 Juli – 4 Agustus 1969 itu pelaksanaannya menyimpang dari aturan
internasional. Hal pepera Papua pun Ahmad Sudirman telah banyak membahasnya di
mimbar bebas ini.
Terakhir, langkah yang ditempuh
oleh Pemerintah Negara Acheh dalam pengasingan di Swedia telah ditempuh melalui
jalur perundingan di Helsinki, dan menghasilkan MoU Helsinki 15 Agustus 2005.
Dan sekarang sedang dijalankan di Acheh. ASNLF/GAM telah memiliki kekuasaan
penuh atas pemerintahan Acheh kedalam di Acheh berdasarkan dasar hukum MoU
Helsinki 15 Agustus 2005.
Kemudian kalau saudara Rahmad
ingin melakukan referendum di Acheh, itu bisa diajukan nanti langsung di Acheh
dan mintakan kepada seluruh bangsa Acheh di Acheh melalui Pemerintah Acheh dan
Legislatif Acheh. Tetapi sekarang MoU Helsinki 15 Agustus 2005 yang berlaku dan
sedang berjalan di Acheh.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu
untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang
Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di
HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan
dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Date:
Thu, 18 Aug 2005 00:30:11 +0700 (ICT)
From:
rahmad khalil sayedkhalil05@yahoo.co.id
Subject:
Balasan: RAHMAD, ITU ASNLF/GAM TELAH DIAKUI HAK POLITIK & HUKUMNYA DI
WILAYAH ACHEH.....
To:
Ahmad Sudirman <ahmad_sudirman@hotmail.com>, PPDI@yahoogroups.com, oposisi-list@yahoogroups.com,
mimbarbebas@egroups.com, politikmahasiswa@yahoogroups.com,
fundamentalis@eGroups.com, Lantak@yahoogroups.com,
kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com, achehnews@yahoogroups.com,
asnlfnorwegia@yahoo.com
Cc:
nani_mahmud@yahoo.com, sayedkhalil05@yahoo.co.id
Tuan
Ahmad Sudirman Yth,
Persoalan utama antara Acheh dan Indonesia berpangkal
pada persoalan Penjajahan dan Kemerdekaan, dimana pihak Belanda secara sepihak,
tanpa melalui suatu proses dekolonisasi, telah menyerahkan kedaulatan Acheh
pada tahun 1949 secara illegal kepada Indonesia.Dan sesungguhnya pihak kolonial
Belanda tidak ada hak, baik secara de jure maupun de facto atas Acheh, yang
telah mereka tinggalkan tahun 1942. Indonesia adalah tak lain dari pada wajah
baru Dutch East Indies.
Bangsa
Acheh yang telah berjuang dengan darah,syawa dan harta bendanya tak lain hanya
mengusir penjajah indonesia dari bumi Acheh. pada intinya bukan hak politik dan
hukum yang mesti diakui oleh pihak penjajah indonesia terhadap GAM ( Sebagai
Motor Pembebasan Negara Acheh ).Tapi Kolonialisme Indonesia harus mengakui
Acheh sebuah Bangsa dan Negara sah yang sama halnya seperti negara lain di
belah bumi ini. Indonesia sebagai penjajah di bumi Acheh harus/wajib keluar
dari Acheh jika mereka sadar bahwa Indonesia bagian dari sebuah bangsa yang
memiliki harkat dan martabah sekalipun mereka lahir dari ciptaan penjajah
Belanda.
Jika
delegasi GAM di Hilsinki mengakui penjajah Indonesia ( NKRI) masih wujud di
bumi Acheh ( self government/Otsus dsb)dan kembali tunduk dibawah pemerintahan
RI ini bertentangan dengan Tujuan aqidah/sumpah perjuangan GAM sendiri juga
kaburnya Acheh sebagai Negara Sambungan "Successor State" karena
Persoalan utama Acheh sudah jelas: Penjajahan dengan Kemerdekaan.
Apapun
produk hukum penjajah tidak serta merta diakui oleh GAM ( Bangsa Acheh )
apalagi bekerja sama dibawah payung hukum penjajah Indonesia ini jelas
bertentangan dengan prinsip Negara sambungan Acheh, Sumpah Perjuangan GAM,
ReProklamasi Acheh 4 Desember 1976, Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002 dan Legal
Status Acheh.
Jikapun
lahir sebuah Perjanjian dimeja perundingan wajar-wajar saja karena Acheh masih
dalam sengketa dengan Penjajah asal
tidak meniadakan Legal Status Bangsa Acheh sebuah Negara Sambungan.
Saya
sendiri masih cukup sadar dengan hal-hal yang cukup berdasar diatas, Apakah
para delegasi Acheh yang datang ke Helsinki sudah termakan rayuan gombal
penjajah indonesia sehingga mereka lupa dengan: Sumpah perjuangan GAM,
Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Deklarasi Stavanger 21 juli 2002 dan Legal
Status Acheh???
Jadi
kalau Tuan Ahmad Sudirman tanja mana
dasar hukumnya Delegasi GAM menyerahkan kedaulatan Acheh, Jelas dasar hukumnya
adalah isi dari MoU yang diteken pada
Tgl 15 juli 2005 di Helsinki.Tolong Tuan Ahmad Sudirman baca baik-baik dan baca
Juga Sumpah Perjuangan GAM, Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Deklarasi
Stavanger 21 Juli 2002 dan Legal Status Acheh yang ditulis oleh Wali Negara
Acheh Tgk. Hasan M. di Tiro.Setelah Tuan Ahmad Sudirman baca baik-baik tolong
dibandingan apakah bertentangan atau tidak Tuan Ahmad ????
Tuan
Ahmad Sudirman,sekali-sekali tanya langsung sama bangsa Acheh yang ada di
Acheh mereka mau apa: Self
Gorvernment/OTSUS( bergabung dg Penjajah Indonesia ), Referendum atau Merdeka.
Ingat
jika Penjajah Indonesia punya niat baik dan menghargai hak dan Demokrasi bangsa
Acheh kenapa Penjajahan indonesia takut dengan REFERENDUM di Acheh???? pada hal
ini Win-win Solution Tuan Ahmad Sudirman???.Jadi bagi saya tipu musliat
penjajah indonesia tak termakan lagi sekalipun
rayuan gombalnya pakai terasi jawa hehehehe.
Wassalam.
Rahmad
Khalil
sayedkhalil05@yahoo.co.id
Amsterdam,
Noord-Holland, Netherlands
----------