Stockholm, 28 Agustus 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


TIDAK ADA DASAR HUKUMNYA BAGI GAM UNTUK MENYATAKAN SUMPAH

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

KOMISI III DPR MENGADA-ADA ASNLF/GAM HARUS BERSUMPAH SEGALA MACAM

 

"Yang tidak akan membikin layu sejak dini adalah jika amnesti disambut dengan pernyataan kelapangan hati pihak GAM untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi" (Anggota Komisi III DPR Al Muzammil Yusuf, Minggu 28 Agustus 2005)

 

Apa yang dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR Al Muzammil Yusuf, Minggu, 28 Agustus 2005 bahwa "jika amnesti disambut dengan pernyataan kelapangan hati pihak GAM untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi" adalah merupakan pandangan yang tidak didasarkan pada dasar hukum yang telah disepakati antara pihak Pemerintah RI dan ASNLF/GAM di Helsinki.

 

Pernyataan Al Muzammil Yusuf merupakan pernyataan yang mengada-ada, yang hanya didasarkan kepada sesuatu yang tidak ditunjang oleh dasar kekuatan hukum yang telah disepakati.

 

Dasar hukum yang telah dijadikan sebagai landasan disepakatinya Kesepakatan Helsinki 17 Juli 2005 yang dijadikan sebagai MoU RI-GAM yang ditandatangani 15 Agustus 2005 tidak sepatah katapun yang mengarah kepada masalah sumpah.

 

Dimana dasar hukum yang disepakati oleh pihak Pemerintah RI dan ASNLF/GAM adalah

 

3.1.1. Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.

 

3.1.2. Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.

 

Nah, dari apa yang telah disepakati itu sudah jelas dan terang dinyatakan bahwa pihak Pemerintah RI akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM dan Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik sesegera mungkin, dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.

 

Tidak ada pakai embel-embel dengan harus bersumpah atau memberikan pernyataan segala macam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR Al Muzammil Yusuf.

 

Kalau itu Anggota Komisi III DPR Al Muzammil Yusuf menambah-nambah isi kesepakatan MoU 15 Agustus 2005, maka tambahan isi yang dikemukakan oleh  Al Muzammil Yusuf sudah menyimpang dari apa yang telah disepakati oleh RI-ASNLF/GAM sebagaimana yang tertuang dalam MoU RI-GAM 15 Agustus 2005.

 

Itu pihak Pemerintah RI sudah sepakat akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin. Dan tidak pula mencantumkan status dari  orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM, apakah ia seorang WNI atau WNA, semuanya akan diberikan amnesti.

 

Jadi, kalau masih ada dari pihak DPR yang mengkutak-katik soal amnesti dengan berbagai embel-embelnya, maka itu menunjukkan adanya usaha penggagalan perdamaian di Acheh yang sudah disepakati.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

GAM Harus Keluarkan Pernyataan Resmi Kembali ke NKRI

M. Budi Santosa – detikcom

 

Jakarta - Amnesti yang diberikan pemerintah harus disertai pernyataan resmi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanpa pernyataan resmi itu kesepakatan RI dengan GAM akan gampang layu.

 

Anggota Komisi III DPR Al Muzammil Yusuf mengatakan, hasil rapat Komisi III DPR secara umum mendukung pemerintah atas tercapainya kesepakatan damai yang diteken di Helsinki. Namun, Komisi III DPR menekankan perlunya kehati-hatian dalam pelaksanaan kesepakatan itu.

 

Kehati-hatian diperlukan untuk menjaga MoU tidak mudah layu sebelum berkembang. "Yang tidak akan membikin layu sejak dini adalah jika amnesti disambut dengan pernyataan kelapangan hati pihak GAM untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi," kata Almuzammil kepada detikcom, Minggu (28/8/2005).

 

Al Muzammil menyesalkan GAM yang masih membuat pernyataan MoU tidak akan menghalang-halangi cita-cita GAM untuk memerdekakan Aceh seperti yang termuat dalam website-nya. Pernyataan itu akan kontraproduktif dengan MoU yang berhasil diteken 15 Agustus 2005.

 

"Itu akan memprovokasi emosi anggota GAM lainnya dan meningkatkan kecurigaan aparat keamanan RI di Aceh sekaligus dapat meresahkan dan menimbulkan skeptis masayarakat Aceh," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu.

 

Al Muzammil menyerukan pemberian amnesti bagi GAM diikuti pernyataan terbuka dari pimpinan GAM, tokoh dan elemen masyarat Aceh maupun komunitas internasional untuk mendukung MoU. "Jangan ada lagi statemen yang memperkeruh situasi," tandasnya. (iy)

 

http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/08/tgl/28/time/121828/idnews/430618/idkanal/10

----------