Stockholm, 21 September 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
SAPRUDIN,
ITU JENDERAL ENDRIARTONO SUTARTO & KEPALA BIN SYAMSIR SIREGAR ASAL CUAP SAJA
Ahmad
Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
SURYA
PASAI SAPRUDIN, ITU PANGLIMA TNI JENDERAL ENDRIARTONO SUTARTO & KEPALA BIN SYAMSIR
SIREGAR KALAU BWERBICARA ASAL CUAL SAJA
"Pak
Ahmad, analog Pak Ahmad demikian, namun bagi saya TNI dan BIN merupakan dua institusi yang
diberi wewenang penuh untuk menjaga stabilitas kedaulatan negara. Jadi wajar kalau Panglima TNI dan Kepala BIN memberikan analisa yang
demikian. Bukankah Pak Ahmad pernah bilang bahwa kita harus belajar dari sejarah ? Nah
dari itu Panglima TNI dan Kepala BIN punya kalkulasi berdasarkan fakta sejarah dan belajar
dari sejarah." (SP
Saprudin, im_surya_1998@yahoo.co.id
, Wed, 21 Sep 2005 13:52:29 +0700 (ICT))
Baiklah
Surya Pasai Saprudin di Jakarta, Indonesia.
Surya memang benar salah satunya harus
mendasarkan kepada fakta sejarah dan belajar dari sejarah. Tetapi, menyangkut apa yang
dikemukakan oleh Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar yang menyatakan bahwa
"Belajar dari pengalaman menangani pemberontak bersenjata di masa lalu, antara lain
DI/TII di Sulawesi Selatan. Biasanya tidak semua diserahkan. Ada yang ditanam dan
disimpan." (Kepala BIN, Syamsir Siregar, Jakarta, Senin, 19 September 2005). Itu perlu digaris bawahi.
Nah yang
digaris bawahi disini adalah mengenai pemberontak bersenjata di masa lalu, antara lain
DI/TII di Sulawesi Selatan. Dimana dalam sejarah tidak pernah ada perjanjian damai yang
dilakukan pihak Soekarno dengan pejuang Islam Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani yang
mendeklarkan Daerah Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pada bulan
Januari 1952.
Sekarang
coba tunjukkan fakta dan bukti sejarah yang didalamnya ada menyangkut perjanjian antara pihak Soekarno dengan pihak
pejuang Islam Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani dari Sulawesi Selatan.
Sampai
kiamat itu yang namanya Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar tidak akan menemukan
fakta dan bukti yang menyangkut perjanjian damai antara pihak Soekarno dengan pihak
pejuang Islam Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani dari Sulawesi Selatan.
Nah, karena
memang tidak ada catatan sejarah perjanjian damai antara
Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani dari Sulawesi Selatan dengan pihak Soekarno
dari RI, maka apa yang dinyatakan oleh pihak Syamsir Siregar dari Badan Intelijen Negara
hanyalah mengada-ada saja, alias akal bulus Syamsir Siregar saja, meniru akal bulus mbah
Soekarno penipu licik.
Yang jelas,
pejuang Islam Abdul Kahar Muzakar pada bulan Februari 1965 menemui sahidnya di medan
pertempuran menghadapi agresor Soekarno dengan serdadu-serdadu Tentara Nasional Indonesia
dari divisi Siliwangi.
Jadi
Saprudin, kalau memang benar itu Syamsir Siregar mau belajar dari sejarah, maka harus
benar fakta dan bukti sejarah yang dijadikan landasan berpikirnya, bukan hanya mengarang
seenak perutnya sendiri, dan diiyakan oleh kalian Saprudin.
Itu
sebenarnya, Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan Kepala BIN Syamsir Siregar ingin mencoba
mencari celah-celah yang diharapkan bisa diterobos untuk memukul kembali GAM melalui dasar
hukum MoU Helsinki. Tetapi, cara mereka berdua meneliti celah-celah bolong MoU salah
kaprah dan amatir sekali.
Buktinya,
ketika Ahmad Sudirman meneliti apa yang diucapkan oleh mereka berdua, Jenderal TNI
Endriartono Sutarto dan Kepala BIN Syamsir Siregar tentang senjata, selepas 31 Desember
2005, sangat lemah. Bahkan menjadi sebaliknya, dimana pihak TNI dan BIN bisa dianggap
melanggar isi MoU. Karena memang tidak ada dasar hukumnya bagi pihak pasukan non-organik
dan organik TNI untuk melakukan sweeping di Acheh, selepas 31 Desember 2005. Karena menurut MoU Helsinki pasukan organik TNI yang jumlahnya
sebanyak 14.700 orang di Acheh bukan untuk melakukan Sweeping senjata di Acheh bersama
pasukan organik Polisi Acheh yang jumlahnya 9.100 orang, melainkan pasukan organik TNI
dalam keadaan waktu damai yang normal tetap berada di Acheh untuk mempertahankan wilayah
Pemerintahan Acheh, dan pasukan non-organik TNI bertanggung jawab menjaga pertahanan
eksternal Aceh. Sedangkan bagi pasukan organik Polisi Acheh tugasnya bertanggung jawab
untuk menjaga hukum dan ketertiban di Acheh.
Jadi Saprudin, kalau memang
pihak Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan Kepala BIN Syamsir Siregar mau mengkutak-katik
isi MoU harus dipelajari terlebih dahulu secara teliti dan cermat apa yang terkandung
dalam MoU, jangan asal ceplas-ceplos saja. Akhirnya jadi salah kaprah.
Bagi yang
ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan
bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung
tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada
Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Date:
Wed, 21 Sep 2005 13:52:29 +0700 (ICT)
From:
SP Saprudin im_surya_1998@yahoo.co.id
Subject:
Balasan: JENDERAL TNI ENDRIARTONO SUTARTO & KEPALA BIN SYAMSIR SIREGAR SUDAH KEDODORAN
To:
ahmad@dataphone.se, asudirman@yahoo.co.uk
Cc:
waspada@waspada.co.id, wartadephan@dephan.go.id,
comhelmut_kmur2002@yahoo.com, giyaipouga@yahoo.com,
airlambang@radio68h.com, antara@rad.net.id, alasytar_acheh@yahoo.com,
ahmad_mattulesy@yahoo.com, a_yoosran@yahoo.com,
abdulcrusader@lycos.com, abusisia@yahoo.com, bataliyoen12@yahoo.com
Assalamualaikum
wr. wb.
Mr. Ahmad, sebentar lagi kita menghadapi
bulan suci Ramadhan. Rasanya dalam menghadapi bulan baik dari seribu bulan yang penuh dengan maghfirah, rakhmat dan hidayah
ini mestinya kita sambut dengan suka cita, dengan hati bersih.
Tapi ya apa boleh buat, yang namanya
propaganda politik tidak mengenal itu baik atau buruk, yang terpenting tujuan tercapai,
iya kan ?
Bukan saya mau menggurui Pak Ahmad,
bolehlah sikit anak Banten ini ngasih komentar mengenai ucapan Pak Ahmad "Kemudian sekarang, kalau Jenderal
Endriartono Sutarto dan Syamsir Siregar mengkutak-katik soal jumlah senjata untuk
dijadikan alasan melakukan tindakan balasan dari pihak TNI terhadap pihak GAM, maka itu
sudah merupakan pelanggaran MoU. Mengapa ?"
Pak Ahmad, analog Pak Ahmad demikian, namun
bagi saya TNI dan BIN merupakan dua institusi yang diberi wewenang penuh untuk menjaga
stabilitas kedaulatan negara. Jadi wajar kalau Panglima TNI dan Kepala BIN memberikan
analisa yang demikian. Bukankah Pak Akhmad pernah bilang bahwa kita harus belajar dari
sejarah ? Nah dari itu Panglima TNI dan Kepala BIN punya kalkulasi berdasarkan fakta
sejarah dan belajar dari sejarah.
Selanjutnya Pak Ahmad bilang "Karena,
bagaimana bisa dibuktikan secara hukum kalau pihak GAM masih memiliki senjata lebih
daripada apa yang tertuang dalam MoU setelah 31 Desember 2005. Kalau hanya didasarkan
kepada apa yang dinyatakan oleh Syamsir Siregar bahwa "belajar dari pengalaman
menangani pemberontak bersenjata di masa lalu, antara lain DI/TII di Sulawesi Selatan.
Biasanya tidak semua diserahkan. Ada yang ditanam dan disimpan.?"
Pasti Pak Akhmad akan memberikan kalimat
secara dasar hukum. Kita ibaratkan saja sebagai contoh kasus adalah : kalau pencuri atau
penjahat mengakui atas segala perbuatannya, niscaya penjara penuh. Sama halnya dengan
tukang santet, tukang teluh yang melakukan perbuatan keji membunuh dan mendholimi orang
lain, karena barang bukti si Tukang Teluh atau Santet sulit dibuktikan, maka susah untuk
menyeret tukang teluh atau sante ke meja pengadilan karena sangat sulit mendapatkan barang
buktinya. Nah kalau bicara dasar hukum, gampang saja agar si tukang santet dan teluh itu
ngaku, maka suruh saja dia makan (MAAF) tainya sendiri. Atau suruh dia makan air got atau comberan.
Syukur-syukur kalau si tukang teluh dan santet itu mengakui sendiri dengan jujur atas
segala perbuatannya, agar proses hukum cepat selesai.
Begitupun
dengan GAM yang dicurigai oleh Panglima TNI dan Kepala BIN, bahwa GAM masih menyimpan
senjata, bagi penalaran saya adalah hal yang wajar dan masuk akal.
Sekarang
tergantung itikad dari Pihak GAM mau jujur atau mau curang. Kalau pihak GAM bersikap jujur
maka akan cepat mengakhiri komplik dan penderitaan rakyat Aceh, namun apabila GAM curang,
maka jangan harap kedamaian dan keamanan yang didambakan oleh rakyat Aceh akan datang.
Hal
yang masuk akal apabila Panglima TNI dan Kepala BIN memprediksi bahwa GAM masih menyimpan
senjata. Konsekuensi logis bagi Panglima TNI dan Kepala BIN sebagai institusi negara yang
diberi wewenang untuk menegakkan dan mengamankan kedaulatan negara adalah tegas jangan
sampai dilain waktu diberaki dan dikentuti lagi oleh GAM.
Demikian
komentar saya.
Saprudin
Jakarta,
Indonesia
----------