Stockholm, 22 November 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
STRUKTUR ACHEH BERDIRI DIWILAYAH PERBATASAN 1 JULI 1956 YANG
BUKAN BERBENTUK PROVINSI MELAINKAN SELF-GOVERNMENT
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
DILIHAT
DARI STRUKTUR, ACHEH BERDIRI DIWILAYAH PERBATASAN 1 JULI 1956 YANG BUKAN
BERBENTUK PROVINSI MELAINKAN SELF-GOVERNMENT.
"Sdr
Tgk Sudirman, satu pertanyaan timbul berkaitan dengan nota no.19, iaitu
"Partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan Nasional
adalah partai politik nasional. Sudah tentu calonnya adalah untuk MP (anggota
Parlimen yang mewakili Acheh di Jakarta). Dengan itu dalam kontek Inter-State
relation antara Jakarta dengan Acheh , apa kedudukan Acheh dalam struktur
pemerintah Indonesia? apakah sebagai satu propinsi atau apa? Ini tidak jelas
jika kita tinjau dalam sains politics." (Lukman Thaib, cottring@yahoo.com , Mon, 21 Nov 2005 15:47:09 +0000
(GMT))
Terima
kasih untuk saudara Lukman Thaib di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam tulisan-tulisan sebelum ini, bahwa menimbang Nota
Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Acheh Merdeka
yang ditandatangi pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia, maka
Pemerintahan sendiri di Acheh yang disebut pemerintahan Acheh adalah Pemerintahan
sendiri di wilayah Acheh berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956 yang diwujudkan
melalui suatu proses demokratis yang jujur dan adil.
Nah
dengan mengacu kepada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia
dengan Gerakan Acheh Merdeka yang ditandatangi pada tanggal 15 Agustus 2005 di
Helsinki, maka Pemerintahan Acheh bukan berbentuk provinsi dan bukan bersifat
otonomi, melainkan Pemerintahan sendiri di Acheh.
Hubungan
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintahan Acheh adalah hubungan
antar dua pemerintahan yang diatur secara politik dan hukum berdasarkan Undang
Undang Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh. (catatan: RUU-nya masih digodog).
Kemudian dilihat dari struktur
Pemerintahan Republik Indonesia, Acheh berdiri diwilayah perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan berbentuk
provinsi, melainkan berbentuk Self-Government atau Pemerintahan Sendiri yang
dasar hukumnya diatur dalam Undang Undang Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
Sendiri di Acheh yang mengacu kepada Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Gerakan Acheh Merdeka yang ditandatangi pada tanggal
15 Agustus 2005 di Helsinki. Dimana dengan kewenangan-kewenangan pihak Pemerintahan Republik Indonesia dan pihak
Pemerintahan Acheh yang diacukan kepada Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Gerakan Acheh Merdeka yang ditandatangi pada tanggal
15 Agustus 2005 di Helsinki yang kemudian dimasukkan kedalam Undang Undang
Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh.
Sekarang dihubungkan dengan
"Partai Politik yang berbasis di Acheh yang memenuhi persyaratan Nasional
adalah partai politik nasional yang dibentuk dan didirikan oleh Rakyat Acheh
sebagai sarana partisipasi politik secara damai dan demokratis melalui
pemilihan umum."
Klausul tersebut mengacu kepada
MoU Helsinki 15 Agustus 2005 yang berbunyi: "1.2.1 Sesegera mungkin,
tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini,
Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai
politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional."
Nah, klausul MoU tersebut
merupakan jaminan politik dan hukum dari Pemerintah Republik Indonesia kepada
rakyat Acheh untuk dipakai sebagai alat fasilitas guna membangun partai yang
memiliki persyaratan nasional yang berbasis di Acheh. Jadi, disini pihak
Pemerintah RI memberikan kebebasan politik kepada rakyat Acheh "yang mau
tentu saja" bukan hanya untuk melibatkan didalam Pemerintahan Acheh saja
melainkan juga kalau mau melibatkan diri dalam politik yang memiliki
persyaratan nasional dalam pemerintahan RI. Juga dari pihak Pemerintahan Acheh
telah memberikan jaminan politik dan hukum kepada partai politik yang memiliki
persyaratan nasional dan memiliki basis atau kedudukan di Acheh untuk melibatkan
dalam politik di Acheh melalui pemilihan umum.
Dan juga, berdasarkan MoU Helsinki
15 Agustus 2005, untuk menyalurkan aspirasi rakyat Acheh, Pemerintah Republik
Indonesia telah memahami bahwa "paling
lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan
kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat." Artinya disini adalah
Pemerintah Republik Indonesia yang berkonsultasi dengan DPR RI membentuk Undang
Undang Tentang Penyelenggaraan partai politik lokal di Acheh dan khusus untuk
di Acheh.
Nah, kalau ditarik satu garis
lurus, maka disini ditemukan dua arah jaminan, yaitu jaminan politik dan hukum
dari pihak Pemerintah Republik Indonesia, dan
jaminan politik dan hukum dari pihak Pemerintahan Acheh.
Artinya, Pemeritahan
Acheh memberikan kebebasan politik bagi rakyat Acheh dan juga rakyat di luar
Acheh untuk ikut terlibat dalam partai politik yang memiliki persyaratan
nasional dalam pemilihan umum di Acheh (contohnya partai politik di RI yang
sudah ada sekarang). Dan dilain pihak Pemerintah Republik Indonesia memberikan
kebebasan politik bagi rakyat Acheh untuk terlibat guna mendirikan partai
politik lokal di Acheh yang khusus untuk di Acheh dalam pemilihan umum di Acheh
dan juga untuk terlibat dalam partai politik yang memiliki persyaratan nasional
dalam pemilihan umum di Acheh dan pemilihan umum di RI.
Kemudian, saudara Lukman Thaib
menyinggung contoh RUU yang Ahmad Sudirman tulis dalam tulisan "RUU harus
berkepala Self-Government dengan tubuh Acheh 1 Juli 1956 bukan berkepala
otonomi dengan tubuh provinsi" ( www.dataphone.se/~ahmad/051115.htm
)
Dimana saudara Lukman Thaib
menulis:
”Note: No.4. Perkataan Pemerintah
Acheh terdiri dari "Pemerintah Nanggroe Acheh" (saya rasa lebih
kukuh. Dan Pemerintah daerah Kabupaten (bagus diganti kepada "Pemerintah
Wilayah". Saya
rasa kabupaten bukan bahasa Aceh. Note. 6. Perkataan "Kabupaten"
bagus diganti dengan perkataan "Wilayah". No. 8. Perkataan Kecamatan
bagus diganti dengan "Sagoe". Note. 12. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
, bagus dipertimbangkan dengan "Majlis Perwakilan Nanggroe Acheh"(di
peringkat Pusat Acheh-Banda Acheh). Note. 13. Majlis Perwakilan Daerah, bagus
diganti dengan "Majlis Perwakilan Wilayah (Untuk peringkat Wilayah , iaitu
Kabupaten sekarang ini, atau DPRD TKII. Nota. no. 21. Syarat untuk disebutkan
sebagai orang Acheh masih boleh diperkukuhkan."
Bagi
Ahmad Sudirman, masalah-masalah tersebut bukan masalah pokok atau masalah
batang dan akar, melainkan masalah ranting dan daun, karena itu selama dan
sepanjang tidak bertentangan dengan isi MoU Helsinki 15 Agustus 2005, bagi
Ahmad Sudirman bukan persoalan yang prinsipil.
Soal
istilah kabupaten diganti dengan istilah wilayah, itu adalah masalah ranting.
Begitu juga soal istilah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, diganti dengan istilah
Majlis Perwakilan Nanggroe Acheh, ini juga adalah hanya ranting. Sama juga
istilah kecamatan diganti dengan istilah sagoe, inipun adalah hanya masalah
ranting.
Jadi masalah-masalah yang sifat
dan bentuknya adalah ranting itu dipersilahkan untuk dipakai, sepanjang akar
dan batang tubuhnya tidak diganti dan tidak disimpangkan dari apa yang telah
tertuang dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu
untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang
Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di
HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Date:
Mon, 21 Nov 2005 15:47:09 +0000 (GMT)
From:
lukman thaib cottring@yahoo.com
Subject:
Sedikit pandangan,
Sdr Tgk Sudirman,
Berkaitan dengan contoh RUU yang
berkepala "Self-Government" untuk Aceh yang dikirim kepada saya pada
14/11/05 ada sedikit pandangan yang mungkin berfaedah untuk disampaikan kepada
rakan-rakan lain untuk perbincangan dan jika baik turut diambil kira dalam draft
RUU untuk GAM. Pandangan tersebut antara lain:
Note: No.4. Perkataan Pemerintah
Acheh terdiri dari "Pemerintah Nanggroe Acheh" (saya rasa lebih
kukuh. Dan Pemerintah daerah Kabupaten(bagus diganti kepada "Pemerintah
Wilayah". Saya
rasa kabupaten bukan bahasa Aceh.
Note.
6. Perkataan "Kabupaten" bagus diganti dengan perkataan
"Wilayah".
No.
8. Perkataan Kecamatan bagus diganti dengan "Sagoe".
Note.
12. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh , bagus dipertimbangkan dengan "Majlis
Perwakilan Nanggroe Acheh"(di peringkat Pusat Acheh-Banda Acheh).
Note.
13. Majlis Perwakilan Daerah, bagus diganti dengan "Majlis Perwakilan
Wilayah(Untuk peringkat Wilayah , iaitu Kabupaten sekarang ini, atau DPRD TKII.
Satu
pertanyaan timbul berkaitan dengan nota no.19, iaitu " Partai politik yang
berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan Nasional adalah partai politik
nasional. Sudah tentu calonnya adalah untuk MP (anggota Parlimen yang mewakili
Acheh di Jakarta). Dengan itu
dalam
kontek Inter-State relation antara Jakarta dengan Acheh , apa kedudukan Acheh
dalam struktur pemerintah Indonesia? apakah sebagai satu propinsi atau apa? Ini
tidak jelas jika kita tinjau dalam sains politics.
Nota.
no. 21. Syarat untuk disebutkan sebagai orang Acheh masih boleh diperkukuhkan.
Demikianlah sedikit pandangan
dengan harapan bermanfaat untuk kita semua. Amiien.
Wassalam.
Dr.
Lukman.
cottring@yahoo.com
Kuala
Lumpur, Malaysia
----------