Stockholm, 5 Januari 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


MAYJEN SUPIADIN KALAU SUDAH KOMITMEN DENGAN MOU HELSINKI TIDAK PERLU LAGI MENGGEMBOL NON-ORGANIK TNI KE ACHEH.

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

MAYJEN TNI SUPIADIN ADI SAPUTRA KALAU MEMANG SUDAH KOMITMEN DENGAN MOU HELSINKI TIDAK PERLU LAGI MENGGEMBOL NON-ORGANIK TNI KE ACHEH DENGAN ALASAN MEMBANGUN JALAN DI ACHEH.

 

Mayor Jenderal TNI Supiadin Adi Saputra,

 

Itu yang namanya Komando Operasi Pemulihan Keamanan di Acheh sudah resmi dibubarkan minggu lepas oleh Mayjen sendiri berdasarkan dasar hukum Memorandum of Understanding Helsinki 15 Agustus 2005. Dan di Acheh sudah tidak ada lagi yang namanya pasukan non-organik TNI dan pasukan non-organik polisi. Yang dibenarkan tetap berada di Acheh menurut MoU Helsinki 15 Agustus 2005 adalah 14.700 pasukan organik TNI dan 9.100 pasukan organik Polisi.

 

Hanya yang masih menjadi tandatanya bagi Ahmad Sudirman adalah apakah benar dari jumlah pasukan organik TNI yang jumlahnya 14.700 personil itu semuanya berasal dari Acheh ? Artinya apakah mereka semuanya orang yang lahir dan tinggal di Acheh serta mampu berbicara bahasa Acheh dengan lancar ?

 

Karena yang namanya pasukan organik TNI dan Polisi adalah orang-orang yang berasal dari Acheh dan benar-benar menguasai bahasa Acheh secara benar dan lancar dan sudah turun temurun tinggal di Acheh.

 

Dari apa yang ada dalam catatan Ahmad Sudirman menunjukkan itu yang namanya pasukan organik TNI yang sekarang berada di Acheh bukan semuanya berasal dari Acheh, hanya sekitar 30 % saja yang berasal dari Acheh, sisanya entah datang dari mana, bisa jadi dari Jawa dan dari Sunda. Untuk membuktikannya mudah saja, cek saja satu-satu dengan disuruh bercerita dengan memakai bahasa Acheh. Lagi pula menurut catatan yang ada dalam file Ahmad Sudirman menerangkan bahwa lebih dari 50 % pasukan organik TNI yang ada sekarang adalah berasal dari pasukan non-organik yang hanya bertukar uniform di saat MoU ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Dan yang betul-betul pasukan organik TNI, artinya pasukan TNI yang berasal dari Acheh hanyalah sekitar 3 battalion saja, artinya hanya sekitar 3000 pasukan saja.

 

Mayjen Supiadin,

 

Kalau Mayjen memang sudah komitmen dengan MoU Helsinki 15 Agustus 2005, itu artinya Mayjen tidak dibenarkan melanggar apa yang sudah disepakati dalam MoU. Dalam hal ini karena menurut MoU Helsinki itu hanya dibenarkan pasukan organik TNI sebanyak 14.700 personil dan pasukan organik Polisi sebanyak 9.100 pasukan berada di Acheh, maka tidak dibenarkan kalau baru saja beberapa hari ditarik seluruh pasukan non-organik TNI dan Polri dari Acheh, lalu disusul dengan akan digembolnya kembali pasukan non-organik TNI dengan topeng pasukan zeni konstruktor bangunan untuk dibawa ke Acheh dengan alasan dipekerjakan membangun jembatan, jalan dan menjalankan buldoser, escavator dan beko di Acheh.

 

Mayjen Supiadin,

 

Masih segudang kontraktor bangunan dan jembatan dari sipil; masih segudang pegawai asal Acheh yang berada di Acheh yang mampu membangun jembatan dan membuat jalan; masih segudang bangsa Acheh yang tidak memiliki pekerjaan; masih segudang bangsa Acheh yang memiliki pengetahuan dalam bidang teknologi bangunan dan jembatan untuk bisa dipekerjakan membangun jembatan dan jalan di Acheh.

 

Jadi Mayjen Supiadin, selama masih ada segudang bangsa Acheh yang bisa dibawa untuk membangun jembatan, jalan dan rumah di Acheh, itu yang namanya TNI tidak perlu dilibatkan.

 

Mayjen Supiadin,

 

Untuk menjalankan dan mengemudikan buldoser, escavator dan beko itu bangsa Acheh bisa melakukannya, tidak perlu mempekerjakan pasukan non-organik TNI yang bertopeng zeni konstruktor dari Jawa untuk urusan itu.

 

Mayjen Supiadin,

 

Prioritas utama untuk membangun di Acheh diberikan kepada bangsa Acheh. Mereka perlu diberi pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing agar mampu berdiri sendiri diatas kaki sendiri dalam masalah kehidupan ekonominya. Ratusan ribu bangsa Acheh sekarang yang masih tidak memiliki pekerjaan tetap yang bisa dijadikan sumber penghidupan bagi diri dan keluarganya. Bagi merekalah yang harus diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan agar mereka kembali bisa membangun kehidupan ekonomi dan kehidupan sosialnya di Acheh.

 

Mayjen Supiadin,

 

Di Acheh sekarang sudah damai, maka periharalah kedamaian itu, bukan dipadamkan kembali dengan membawa-bawa gembolan pasukan non-organik TNI kembali ke Acheh.

 

Mayjen Supiadin,

 

Bangsa Acheh sudah trauma dengan yang namanya TNI, karena itu jauhkan segala yang berbau TNI dari bumi Acheh. Walaupun sekarang masih ada yang namanya  pasukan organik TNI di Acheh, tetapi yang sebenarnya hanya sebagian saja yang berasal dari Acheh, selebihnya hanyalah tukar baju uniform saja dengan gaya bicaranya yang masih totok jawa-nya dengan enggeh-enggeh-nya, atau dengan gaya bicara sumuhun-sumuhun-nya seperti gaya mang Supiadin.

 

Mayjen Supiadin,

 

Sekali lagi, tetaplah komitmen dengan MoU Helsinki 15 Agustus 2005, jangan sampai dihancurkan kembali perdamaian di Acheh, dengan melalui pelanggaran isi MoU Helsinki itu sendiri, yakni dengan cara menggembol kembali pasukan non-organik TNI yang bertopeng zeni konstruktor gaya mbah-mbah jawa.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

Rubrik: Serambi  Edisi: Selasa, 03 Januari 2006

Pangdam: Tak Ada Larangan TNI Masuk Aceh

 

BANDA ACEH - Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Supiadin AS menegaskan, tak ada larangan atau halangan bagi TNI dikerahkan ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jika memang dibutuhkan, baik untuk kegiatan sesuai fungsi militer atau fungsi non militer. Penegasan itu dilontarkan Pangdam Supiadin, kemarin, ketika ditanya, seputar kelanjutan rencana kedatangan personil TNI ke Aceh, memenuhi permintaan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD/Nias.Pangdam meminta semua kalangan berpikir jernih dan tidak dilandasi rasa curiga. “Kita tidak perlu terlalu curiga terhadap kehadiran TNI ke Aceh. Asal tujuannya untuk membantu percepatan pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi NAD yang dinilai banyak orang saat ini terkesan lamban, kenapa tidak,” tegasnya kepada pers, Senin kemarin.

 

Ditambahkan, sampai saat ini TNI masih menjunjung tinggi isi nota Kesepahaman Damai RI - GAM. Buktinya, setelah pihak GAM melaksanakan kewajibannya dalam hal decommissioning, TNI juga telah menarik seluruh pasukan non organiknya yang selama konflik di BKO kan di daerah NAD. “Itu artinya, TNI komit dengan apa yang diamanahkan dalam MoU RI - GAM tersebut,” ujar Jenderal bintang dua itu.

 

Saat ini, katanya, Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi NAD dan Nias, membutuhkan tenaga TNI untuk membantu percepatan pembangunan inpra dan supra struktur di NAD, misalnya pembangunan jalan Banda Aceh - Meulaboh via Geumpang-Tutut dan lainnya. Itu pun, tegas Supiadin, pasukan TNI dari kesatuan Zeni yang datang ke Aceh, setelah lebih dulu dikoordinasikan dengan pihak AMM, dan BRR yang membutuhkan tenaga TNI Zeni.

 

Dengan kata lain, pasukan yang akan dimasukkan ke Aceh nanti disesuaikan dengan obyek yang mau dikerjakan. Peralatan TNI yang masuk nanti juga bukan peralatan perang, melainkan peralatan alat berat seperti buldoser, escavator, beko dan lainnya.

 

Pasca konlik ini, kata Pangdam, tidak ada lagi operasi militer, yang ada adalah operasi percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat Aceh pascabencana dan konflik.  Masyarakat menuntut pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi NAD ini bisa berjalan cepat, dan tepat sasaran. TNI memiliki sumber daya manusia untuk membantu percepatan pelaksanaan kegiatan tersebut. “Kenapa kita tidak melakukannya.

 

Dan, pasukan yang dikirim itu bukan pasukan untuk perang, tapi pasukan untuk memgun jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya. Kalaupun nanti dibutuhkan, jumlahnya, sebut Supiadin, tidak lebih atau hanya sekitar 1 batalyon saja.

 

Dalam pelaksanaan rehab dan rekon NAD ini, katanya, TNI juga perlu membangun dan menata kembali infra dan supra struktur ketahanannya yang telah rusak. Misalnya pembangunan pelabuhan laut dan udara.

 

Pelabuhan laut yang dibangun nanti hendaknya tidak hanya bisa dirapati oleh kapal-kapal penumpang dan barang komersil, tapi juga bisa dirapati kapal-kapal TNI. Ini sangat penting,

apabila terjadi bencana yang serupa, kapal-kaal TNI yang ada bisa dimaksimalkan untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke daerah yang dilanda bencana.

 

Begitu juga dengan pelabuhan udara. Pelabuhan udara yang akan dibangun di berbagai daerah nanti, hendaknya bisa didarati pesawat jenis Hercules. Alasannya, kapasitas pesawat Hercules

itu empat kali lipat dari pesawat Casa.

 

Apalagi saat ini, ungkapnya, pemerintah Amerika telah menghapuskan kebijakan embargo suku cadang peralatan perang TNI, seperti suku cadang pesawat Hercules. Dengan demikian,

pengoprasian pesawat Hercules untuk kegiatan rehab dan rekon serta pendistibusian bantuan kemanusiaan ke Aceh bisa dimaksimalkan lagi.(her)

 

http://www.serambinews.com/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=14907&rubrik=1&kategori=2&topik=4

----------