Stockholm, 23 Maret 2006
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
BJ HABIBIE BERBICARA DALAM MIMPI TENTANG PARTAI POLITIK
LOKAL ACHEH, TIMOR TIMUR, ACHEH DAN RI-JAWA-YOGYA.
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
MENYOROT BURHANUDDIN JUSUF HABIBIE BERBICARA DALAM MIMPI TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL ACHEH, TIMOR TIMUR, ACHEH DAN RI-JAWA-YOGYA.
"Jangan sampai ada
kecemburuan dari daerah lain mengenai parpol lokal. Pansus RUU PA perlu
mengupayakan agar tidak ada standar ganda dalam penyusunan UU PA sehingga tidak
menimbulkan persoalan di kemudian hari. Soal Timor Timur yang memiliki sejarah
yang tak bisa disamakan dengan Aceh. Timor Timur bergabung dengan Indonesia
pada tahun 70-an sementara Aceh sudah sejak era kolonial sudah bergabung dengan
NKRI" (Mantan Presiden BJ Habibie, kompleks Patra Kuningan Jakarta
Selatan, Rabu, 22 Maret 2006)
Membaca apa yang dilambungkan oleh
mantan Presiden Burhanuddin Jusuf Habibie dari rumahnya di kompleks Patra Kuningan
Jakarta Selatan, Rabu, 22 Maret 2006 tentang partai politik lokal Acheh,
Timor-Timur, Acheh dan RI-Jawa-Yogya menunjukkan makin jelas bahwa BJ Habibie
memang tidak memahami isi MoU Helsinki, dicaploknya Timor-Timur dan
dianeksasinya Acheh kedalam Sumatera Utara tanggal 14 Agustus 1950 serta
berdirinya RI.
Mengapa Ahmad Sudirman menyatakan
bahwa BJ Habibie bicara dalam mimpi ? Karena memang ia tidak memahami isi MoU
yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 oleh GAM dan Pemerintah RI di
Helsinki, Finlandia.
Lahirnya kesepekatan pembentukan
Partai Politik Lokal adalah telah tertuang dalam MoU Helsinki: "…Memahami
aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam
tempo satu tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota
Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian
partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu akan memberi
sumbangan positif bagi maksud tersebut"
Nah, untuk menciptakan kondisi
politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Acheh lahir setelah
pihak GAM dan Tentara Negara Acheh (TNA) bangkit untuk menuntut penentuan nasib
sendiri, salah satunya menghadapi kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI),
dimana itu TNI sampai MoU Helsinki ditandatangani tidak mampu menghancurkan
kekuatan TNA.
Sekarang, kalau memang ada dari
daerah lain yang menuntut diberikan kondisi politik dan hukum untuk pendirian
partai politik lokal di daerah tersebut, maka terlebih dahulu harus ada
kekuatan angkatan bersenjata dari daerah tersebut untuk menghadapi TNI. Jadi,
jangan ongkang-ongkang untuk meminta diberlakukan partai politik lokal didaerah
sebelum adanya perlawanan bersenjata terhadap TNI, sebagaimana yang dilakukan
oleh TNA di Acheh.
Jadi mantan Presiden BJ Habibie,
Apa yang disampaikan oleh Daeng BJ
Habibie kepada Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU
PA) DPR: "Jangan sampai ada kecemburuan dari daerah lain mengenai parpol
lokal. Pansus RUU PA perlu mengupayakan agar tidak ada standar ganda dalam
penyusunan UU PA sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari"
adalah benar-benar seperti bicara dalam mimpi, mengapa ?
Karena, lahirnya kesepakatan
tentang partai politik lokal adalah melalui jalur perundingan antara GAM dan
Pemerintah RI setelah TNI tidak mampu menghancurkan kekuatan TNA di Acheh.
Jadi, Daeng BJ Habibie, itu tidak gratis untuk mendapatkan partai politik lokal
di Acheh, melainkan melalui perjuangan angkat senjata menghadapi TNI.
Karena itu, saran Ahmad Sudirman,
kalau ada dari daerah lain yang mau mendirikan dan dibenarkan membangun partai
politik lokal didaerahnya, maka terlebih dahulu harus membangun angkatan
bersenjata di daerah itu lalu siap menghadapi pihak TNI, yang sekarang berada
dibawah pimpinan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto.
Karena itu mantan Presiden BJ
Habibie,
Tidak akan ada yang merasa cemburu
dari daerah lain kepada pihak Acheh dengan partai politik lokal-nya, karena
memang sebelumnya di Acheh GAM dan TNA telah mampu membuat TNI kucar-kacir
tidak berkutik, sehingga harus menerima dan menyepakati 100% isi MoU Helsinki,
seluruh pasukan non-organik TNI keluar dari Acheh tidak ada pilihan lain bagi
TNI.
Kemudian mantan Presiden BJ
Habibie,
Daeng BJ Habibie dengan seenak
sendiri menyatakan bahwa "Aceh sudah sejak era kolonial sudah bergabung
dengan NKRI".
Itu salah besar Daeng BJ Habibie.
Dari mana Daeng BJ Habibie mendapatkan ilmu tentang Acheh sudah sejak era
kolonial sudah bergabung dengan NKRI ? Apakah diambil dari ilmunya mbah
Soekarno dan kelompok unitaris RI-Jawa-Yogya ?
Sedangkan yang namanya NKRI saja
baru muncul sejak 15 Agustus 1950, setelah RIS dilebur. Ilmu Daeng BJ Habibie
memang ilmu meraba-raba saja, sebagaimana ilmunya para pendukung kelompok
unitaris RI-Jawa-Yogya.
Selanjutnya mantan Presiden BJ
Habibie,
Itu tentang soal Timor Timur
adalah tidak benar kalau Daeng BJ Habibie menyatakan bahwa "Timor Timur
bergabung dengan Indonesia pada tahun 70-an", mengapa tidak benar ?
Karena itu Timor Timur bukan
bergabung dengan Indonesia, melainkan dicaplok oleh Mbah Soeharto dengan
TNI-nya.
Jalur sejarahnya adalah ketika di
Timor Portugis, demokrasi dikembangkan tahun 1974 dan seterusnya. Kemudian
dibentuk tiga partai politik Timor yang terdiri dari UDT (Uni Demokratik Timor)
yang memperjuangkan suatu proses otonomi progresif di bawah Portugal. ASDT
(Perhimpunan Sosial Demokrat Timor) yang kemudian menjadi FRETILIN (Front
Revolusioner untuk Kemerdekaan Timor Timur) yang memperjuangkan kemerdekaan
penuh bagi Timor Timur. Dimana Fretilin merupakan partai yang radikal. APODETI
(Persatuan Rakyat Demokratik Timor) yang menganjurkan agar Timor Timur
berintegrasi dengan Indonesia.
Kemudian, pada bulan Februari dan
Maret 1975 diadakan pemilihan lokal, dimana FRETILIN mendapat suara 55%,
sisanya diperoleh oleh UDT. Ternyata lebih dari 90% penduduk Timor Timur
mendukung FRETILIN dan UDT yang bertujuan untuk kemerdekaan. Adapun APODETI
hanya didukung oleh sekitar 300 orang saja, walaupun partai ini mendapat
bantuan keuangan dari Jakarta.
Nah mantan Presiden BJ Habibie,
Dikala FRETILIN dan UDT makin kuat
di Timor Timur, muncullah Indonesia untuk campur tangan. Dimana langkah pertama
yang dilakukan mbah Soeharto adalah sebelum dilakukan pemilihan lokal di Timor
Timur mbah Soeharto telah membentuk suatu komando khusus yang dinamakan dengan
Operasi Komodo pada tahun 1974 dengan tujuan untuk mendestabilisasikan Timor
Timur. Ketika kelompok APODETI kelihatan lemah, maka pihak RI mulai membujuk
para pemimpin UDT agar memisahkan diri dari persekutuan mereka sebelumnya
dengan FRETILIN.
Ternyata pihak UDT bisa dipengaruhi.
Dan dalam rapat-rapat rahasia antara para pemimpin UDT dengan beberapa perwira
TNI Indonesia, para jenderal TNI berhasil membujuk UDT untuk melancarkan suatu
kudeta anti FRETILIN. Dengan alasan ketidakstabilan, maka pihak RI dengan
TNI-nya melakukan penyerbuan, dengan dalih untuk memulihkan ketertiban.
Nah, mulailah di Timor Timur pecah
perang bersaudara. Para personil Sipil dan militer Portugal telah dikurangi
dari Timor Timur. Dan Pada tanggal 27 Agustus 1975, gubernur Portugal berserta
stafnya, para dokter dan anggota militer secara diam-diam meninggalkan Dili di
tengah malam menuju ke pulau Atauro di lepas pantai Timor, mereka tinggal
sampai bulan Desember 1975, sebelum ber-tolak ke Portugal. Sejak Agustus 1975
pemerintahan Portugal sudah tidak adak lagi di Timor Timur. Penyerahan kekuasaan tidak
pernah diadakan.
Jadi mantan Presiden BJ Habibie,
Disaat itulah FRETILIN secara
de-facto memegang kekuasaan di Timor Timur. Karena telah memenangkan pemilihan
lokal di Timor Timur. FRETILIN membentuk pemerintahan dan menjalankan
program-program di bidang sosial, kesehatan, pendidikan dan pendidikan politik.
FRETILIN
didukung luas oleh rakyat Timor Timur.
Tetapi
mantan Presiden BJ Habibie,
Dikala FRETILIN memegang kekuasaan
de-facto di Timor Timur, menyusuplah TNI ke Timor Timur yang diperintahkan oleh
Soeharto melalui jalur Operasi Komodo. Sejak bulan September 1975 pasukan TNI
mulai menyusup lewat perbatasan dari Timor Barat yang dikuasai Indonesia ke
Timor Timur. Dengan menyerang penduduk sipil dan membakar tanaman dan rumah di
wilayah perbatasan, mereka mencoba menciptakan gambaran bahwa perang saudara
masih terus berlanjut dan bahwa anarki terjadi di mana-mana. Kekalutan semacam ini akan
membenarkan suatu penyerbuan.
Dengan
adanya intervensi TNI, meluncurkan FRETILIN memproklamasikan Republik Demokrasi
Timor Timur pada tanggal 28 Nopember 1975, dalam suatu upacara di depan Gedung
Pemerintahan Portugis lama. Kemerdekaan kiranya akan memungkinkan Timor Timur
untuk menyerukan bantuan internasional guna menghentikan agresi Indonesia.
Mantan Presiden BJ Habibie,
Ternyata itu dari pihak RI,
menjawab dengan melambungkan Deklarasi Balibo. Dan pada tanggal 29 Nopember
1975, Deklarasi Balibo, suatu dokumen yang disusun oleh badan intelijen
Indonesia, disodorkan kepada para pemimpin partai UDT dan APODETI, yang dipaksa
untuk menandatanganinya di bawah ancaman untuk dikembalikan ke tangan bekas
lawan mereka, FRETILIN. Deklarasi itu ditandatangani di Bali, tetapi diberi
nama Deklarasi Balibo, padahal Balibo adalah kota perbatasan Timor Timur, jadi
disini dipakai sebagai kedok untuk memberi kesan bahwa dokumen itu berasal dari
Timor Timur. Dimana isi Deklarasi itu minta bantuan pemerintah Indonesia di
Timor Timur.
Nah itulah merupakan strategi
Indonesia untuk menggunakan para pemimpin UDT dan APODETI sebagai sarana untuk
menjawab deklarasi FRETILIN mengenai kemerdekaan. Dan sekaligus untuk
mempersiapkan penyerbuan besar-besaran terhadap Timor Timur.
Jadi mantan Presiden BJ Habibie,
Dengan adanya Deklarasi Balibo
inilah yang dijadikan alasan RI untuk melakukan penyerbuan terhadap Timor
Timur.
Nah mantan Presiden BJ Habibie,
Dengan membaca sedikit latar
belakang terjadinya perobahan politik dan penyerbuan pihak TNI kepada Timor Timur,
maka sudah jelas, pihak PBB melihat dengan mata kepala sendiri.
Sebagaimana yang sudah diketahui
bersama, yaitu pada tanggal 30 Agustus 1999, dengan dibawah pengawasan PBB
telah dilakukan referendum di Timor Timur. Dimana hasilnya, yang diumumkan pada
tanggal 4 September 1999, menyatakan 78,5% ingin merdeka dan sisanya, 21,5 %,
tetap bergabung dengan RI.
Sekarang mantan Presiden BJ
Habibie,
Kalau dibandingkan dengan Acheh,
maka ketika mbah Soekarno mencaplok Acheh, itu Soekarno melakukan dengan cara
diam-diam dengan melakukan pembuatan hukum sepihak, yaitu PP RIS No.21/1950
tanggal 14 Agustus 1950. Karena itu pencaplokan Acheh tidak kelihatan oleh PBB.
Sedangkan ketika pihak TNI
menyerbu Timor Timur itu terlebih dahulu dibuat surat dokumen-dokumennya yang
dikenal dengan nama Deklarasi Balibo yang ditandatangani di Bali, bukan di
Balibo. Inilah penipuan besar-besaran yang dilakukan oleh mbah Jenderal
Soeharto terhadap rakyat Timor Timur yang berkolaborasi dengan orang Timor
Timur sendiri yang bisa ditipunya. Sedangkan di Acheh, mbah Soekarno hanya
membuat surat perampasan tanah Acheh sendirian saja, tanpa adanya persetujuan
dari seluruh bangsa Acheh dan pemimpin bangsa Acheh.
Jadi mantan Presiden BJ Habibie,
Sebenarnya masalah Acheh dan Timor
Timur adalah sama, hanya bedanya adalah kalau Timor Timur dicaplok TNI dimata
dunia. Sedangkan Acheh dicaplok Soekarno secara diam-diam tidak ada orang yang
tahu dari PBB apalagi dari DK PBB.
Terakhir mantan Presiden BJ
Habibie,
Lain kali kalau Daeng BJ Habibie
bercerita tentang Acheh, Timor Timur dan RI-Jawa-Yogya jangan seenaknya
mengikuti cerita sejarah mbah Soekarno dan cerita mbah Soeharto, tetapi harus
dipikirkan terlebih dahulu agar supaya tidak melantur dan hanya bicara dalam
mimpi saja.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada
ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk
membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah
Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP
http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad
Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------
JAKARTA--MIOL:
Mantan Presiden BJ Habibie berharap agar Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang
Pemerintahan Aceh (RUU PA) DPR yang sedang bekerja untuk menyelesaikan RUU
tersebut berhati-hati terutama dalam membahas pasal-pasal mengenai partai
lokal.
"Jangan
sampai ada kecemburuan dari daerah lain mengenai parpol lokal," kata BJ
Habibie setelah menerima kunjungan pimpinan dan anggota Pansus RUU PA DPR di
rumahnya di kompleks Patra Kuningan Jakarta Selatan, Rabu, 22 Maret 2006.
RUU
PA yang ditetapkan sebagai salah satu butir dalam Perundingan Damai Pemerintah
RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki antara lain memuat pasal-pasal mengenai
pembentukan partai politik lokal.
Masalah
partai politik lokal ini menjadi salah satu isu kontroversial karena UU Parpol
yang berlaku tidak memberikan ruang bagi daerah untuk membentuk parpol lokal.
Habibie
mengatakan Pansus RUU PA perlu mengupayakan agar tidak ada standar ganda dalam
penyusunan UU PA sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Dalam
pertemuan dengan pimpinan dan anggota Pansus yang diketuai oleh politisi senior
dari Fraksi Partai Golkar Ferry Mursidan Baldan itu, Habibie juga menyinggung
soal karakteristik budaya di Aceh yang memungkinkan adanya sistem hukum khas
Aceh yang selama ini diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada
bagian lain Habibie menyinggung soal Timor Timur yang memiliki sejarah yang tak
bisa disamakan dengan Aceh. Timor Timur bergabung dengan Indonesia pada tahun
70-an sementara Aceh sudah sejak era kolonial sudah bergabung dengan NKRI.
Penjelasan
Habibie itu secara tidak langsung merupakan jawaban atas kekhawatiran sejumlah
politisi di DPR, terutama dari Fraksi PDIP, yang menilai Aceh bisa mengalami
nasib seperti Timor Timur yang lepas dari Indonesia jika Pemerintah terlalu
lunak terhadap tuntutan GAM.
Pansus
RUU PA menemui Habibie untuk mendapatkan masukan. Ferry mengatakan, Pansus juga
akan mencari masukan dari mantan-mantan presiden lain yakni Soeharto,
Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri.
Sejumlah
tokoh masyarakat yang pernah memberikan masukan pada Pansus antara lain tokoh
dan pejabat dari Aceh dan dari daerah lain.
Salah
seorang tokoh masyarakat Yogyakarta yang juga Gubernur DIY Sultan
Hamengkubuwono ketika memberikan masukan pada Pansus RUU PA mengatakan bahwa
draf RUU PA tidak bertentangan dengan UUD 45.
Para
tokoh masyarakat dan ulama dari Aceh yang memberikan masukan antara lain
mengatakan, tak satu pun rakyat Aceh sekarang yang menginginkan pisah dari
NKRI.
"Yang
dibutuhkan rakyat Aceh adalah hidup damai sejahtera dan makmur," kata
Fachry Ali, salah seorang putra Aceh yang juga pengamat politik saat memberi
masukan pada Pansus RUU PA. (Ant/OL-03)
http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=94433
----------