Stockholm, 3 April 2006
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
SELF-GOVERNMENT ATAU PEMERINTAHAN RAKYAT ACHEH YANG TELAH
DISEPAKATI OLEH GAM & RI YANG DIKHIANATI DEPDAGRI & DPR RI.
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
DEPARTEMEN
DALAM NEGERI & PANSUS RUU PA DPR RI YANG TERNYATA MENGKHIANATI ISI MOU
HELSINKI YANG TELAH DISEPAKATI OLEH GAM DAN PEMERINTAH RI.
"Saya
harap tidak singgung sepatu bot maaf Mr. Bot dan duduk perkara yang lain. Kalau
mau baik-baik sebagai bangsa bertetangga ada jalan keluar. Dalam Agreement
disinggung di atas pastilah ada kata-kata "Self Government" begitu?
Nah, ini juga jalan baik untuk OTSUS Papua kalau ada "Berpemerintahan
Sendiri" Kata-kata dan nuansa seperti itu ada memang termuat dengan jelas.
Persoalan harus selesai, namun jalan sejarah harus diretas "Zet de
on-recht recht" moto umum yang jalurnya sampai pada buku Drooglever: Een
daad van vrije keuze". Saya harap Bapa Achmad dan muba zir bisa setuju
untuk kita bahas ini sehingga jalan bagi Self Government itu bisa terealisir
sesuai amanat UU dan Perjanjian yang kita sepakati. Sehingga sejarah kelam kita
bisa menjadi "Tak Ada Kemerdekaan Tanpa Pengampunan" demikian Bishop
Desmond Tutu." (Committee National , national_committee2000@yahoo.co.uk
, Mon, 3 Apr 2006 06:08:11 +0100 (BST))
Saudara Mambruk dari Committee
National di Jayapura/ Hollandia, Papua Barat.
Tentang berita yang dipublikasikan
oleh pihak surat kabar di Bandung Pikiran Rakyat yang menyadur dari detik.com
mengenai "Menlu Bot Akan Hadiri Upacara 17 Agustus. Belanda Akui
Kemerdekaan RI" (A-76/Detik.com, PR, 16 Agustus 2005) telah dibahas oleh
Ahmad Sudirman dalam tulisan "Detik.com & PR secara terang-terangan
memalsukan dan menutupi sejarah RI-Jawa-Yogya yang sebenarnya" (
http://www.dataphone.se/~ahmad/060403.htm ). Dimana isinya banyak menyangkut
usaha penipuan dan pembohongan tentang sejarah jalur proses pertumbuhan dan
perkembangan RI-Jawa-Yogya yang sebenarnya.
Sekarang, yang menyangkut masalah
Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat
Acheh atau pemerintahan Acheh dalam MoU Helsinki adalah didasarkan kepada
kesepakatan antara pihak Gerakan Acheh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik
Indonesia.
Jadi, yang telah disepakati oleh
pihak GAM dan Pemerintah RI adalah Self-Government atau pemerintahan sendiri di
Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh bukan otonomi.
Justru dengan tidak disepakatinya
otonomi dan disetujuinya Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh
atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh oleh pihak GAM dan
Pemerintah RI inilah itu akhirnya MoU Helsinki dapat diparaf atau
ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.
Nah, yang dinamakan atau dimaksud
dengan Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan
rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh sebagaimana yang sudah disepakati oleh
pihak GAM dan Pemerintah RI adalah Pemerintahan sendiri di wilayah Acheh
berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan provinsi dan bukan bersifat
otonomi, dimana Pemerintahan Sendiri di Acheh masih punya hubungan dengan
Pemerintah Indonesia melalui jalur enam kewenangan yang masih dimiliki oleh
Pemerintah RI, yaitu kewenangan dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan
luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan
kebebasan beragama, diluar enam kewenangan itu, Pemerintahan Acheh lah yang
memiliki kewenangan penuh kedalam ditambah kewenangan keluar, kecuali
kewenangan keluar dalam hal hubungan luar negeri.
Jadi sekarang, itulah yang telah
disepakati oleh pihak GAM dan Pemerintah RI mengenai Self-Government atau pemerintahan
sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh dalam
MoU Helsinki.
Sekarang, itu pihak tim juru
runding Pemerintah RI yang diketuai oleh Hamid Awaluddin bersama Sofyan Djalil
menghetahui dengan penuh kesadaran dan pasti bahwa Self-Government atau
pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan
Acheh tidak ada dasar referensi hukumnya baik dalam UU yang masih berlaku
sekarang di RI ataupun dalam UUD 1945. Karena yang diatur dalam UU yang ada dan
berlaku sekarang di RI dan yang ada dalam UUD 1945 bukan Self-Government atau
pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan
Acheh, melainkan satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa atau otonomi khusus atau otonomi istimewa.
Nah, karena memang Self-Government
atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau
pemerintahan Acheh tidak ada dasar referensi hukumnya baik dalam UU yang masih
berlaku sekarang di RI ataupun dalam UUD 1945, maka pihak tim juru runding
Pemerintah RI yang diketuai oleh Hamid Awaluddin bersama Sofyan Djalil
menyepakati bahwa "Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan
oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus
Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait
dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia
berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan
Kepala Pemerintah Aceh" (MoU Helsinki, 1.1.2, b), c), d)).
Jadi, dengan disepakatinya
butiran-butiran diatas itu membuktikan bahwa memang Self-Government atau
pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan
Acheh tidak ada dasar referensi hukumnya baik dalam UU yang masih berlaku
sekarang di RI ataupun dalam UUD 1945.
Nah, inilah salah satu pondasi
dasar berdirinya Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau
pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh.
Kemudian, yang merpukana fondasi
dasar lainnya yang menjadi penunjang berdirinya Self-Government atau
pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan
Acheh ini adalah "Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor
publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan
peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan
nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan
beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik
Indonesia sesuai dengan Konstitusi" (MoU Helsinki, 1.1.2, a)).
Nah, dari apa yang telah
disepakati diatas oleh pihak GAM dan Pemerintah RI menunjukkan bahwa
Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat
Acheh atau pemerintahan Acheh memiliki seluruh kewenangan kedalam ataupun
keluar, kecuali dalam enam kewenangan yaitu kewenangan dalam bidang hubungan
luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal,
kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama.
Jadi, yang masih menjadi jalur
hubungan antara Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau
pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh dengan Pemerintah RI adalah
karena masih adanya enam kewenangan yang dimiliki oleh pihak Pemerintah RI.
Nah sekarang, dengan mendasarkan
kepada apa yang dijelaskan diatas, maka akan mudah dimengerti mengapa pihak GAM
dan Pemerintah RI masih mencantumkan kalimat "Para pihak bertekad untuk
menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui
suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi
Republik Indonesia."
Hal itu disebabkan karena
Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat
Acheh atau pemerintahan Acheh masih memiliki enam kekurangan dalam hal
kewenangan.
Nah, karena pihak Self-Government
atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau
pemerintahan Acheh masih minus enam kewenangan tersebut, maka antara pihak
Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat
Acheh atau pemerintahan Acheh dengan pihak Pemerintah RI masih ada tali
hubungan.
Jadi sekarang, walaupun masih
adanya kekurangan enam kewenangan yang dimiliki oleh pihak Self-Government atau
pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan
Acheh, tetapi Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau
pemerintahan rakyat Acheh atau pemerintahan Acheh sudah bisa didirikan dan
dibangun di wilayah Acheh berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan
provinsi dan bukan bersifat otonomi melalui suatu proses yang demokratis dan
adil.
Selanjutnya, itu pihak tim juru
runding Pemerintah RI Hamid Awaluddin dan Sofyan Djalil mengetahui dengan pasti
bahwa pada tanggal 1 juli 1956 Acheh bukan berbentuk propinsi dan bukan
bersifat otonomi sebagaimana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang
Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan
Propinsi Sumatera Utara, mengapa ?
Karena Undang Undang Nomor 24
Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan
Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, itu ditetapkan pada tanggal 29
Nopember 1956 oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno dan diundangkan pada
tanggal 7 Desember 1956 oleh Menteri Kehakiman, Muljatno dan Menteri Dalam
Negeri, Sunarjo.
Jadi menurut Undang Undang Nomor
24 Tahun 1956 diatas, itu Acheh pada tanggal 1 juli 1956 masih berada dalam
wilayah Propinsi Sumatera Utara, sebab Acheh baru dipisahkan dari Propinsi
Sumatera Utara menjadi Propinsi Acheh yang otonom pada tanggal 29 Nopember
1956.
Nah terakhir, berdasarkan dasar
hukum inilah mengapa Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 bukan propinsi dan bukan
otonomi. Dan hal tersebut secara sadar dan pasti sudah diketahui oleh Hamid
Awaluddin yang menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Sofyan
Djalil yang menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada
ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk
membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah
Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP
http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad
Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------
Date:
Mon, 3 Apr 2006 06:08:11 +0100 (BST)
From:
Committee National national_committee2000@yahoo.co.uk
Subject:
Re: MASING-MASING BANGSA TELAH MEMILIKI KEDAULATAN MELALUI NEGARA MASING-MASING
YANG DIBANGUNNYA.
To:
amalupa@yahoogroups.com, apakabar@yahoogroups.com
Cc:
Ahmad Sudirman <ahmad@dataphone.se>, muba zir mbzr00@yahoo.com
Dear
all,
Kontradiksi
begini ini memang senantiasa ada kalau ujung-ujung kita pegang dengan
bersikeras orang jawa "pokok e, pokok e". Ini, begini ini. Kita tidak
sampai-sampai dan tetap tidak mau keluar dari bualan menahun selama 60an
dekade. Saya mencoba meracik sebagai berikut:
1.
Ada Renvile tetapi sebelumnya ada Proklamasi 17-8-1945.
2.
NKRI/RI-Jawa Yogya cari negeri netral untuk Pemerintahan Inexile (in
balingshap), ada dua pilihan India dan Acheh.
3.
Walau Achech terpilih apa possisinya kan sejajar dengan India? Yaitu Bangsa dan Negara Merdeka?
4. Mungkin legalitas hukumnya,
yang datang mengalahkan yang sebelumnya (lupa bahasa Latinnya), sehingga Renvil
mengalahkan Proklamasi 17-8-1945?
5. Lebih ngawur lagi kalau 5 Juni
1957 Sukarno Bubuarkan Konstituante berarti RIS bubar? Dan kembali ke UUD'45
sebagai yang datang kemudian mengalahkan yang sebelumnya? Lalu dimana Renvil
vis RI-Jawa-Yogya vis RIS. Benar-benar jalan sejarah kelam yang memukau.
Saya harap tidak singgung sepatu
bot maaf Mr. Bot dan duduk perkara yang lain. Kalau mau baik-baik sebagai
bangsa bertetangga ada jalan keluar. Dalam Agreement disinggung di atas pastilah ada
kata-kata "Self Government" begitu? Nah, ini juga jalan baik untuk
OTSUS Papua kalau ada "Berpemerintahan Sendiri" Kata-kata dan nuansa
seperti itu ada memang termuat dengan jelas. Persoalan harus selesai, namun
jalan sejarah harus diretas "Zet de on-recht recht" moto umum yang
jalurnya sampai pada buku Drooglever: Een daad van vrije keuze".
Saya
harap Bapa Achmad dan muba zir
bisa setuju untuk kita bahas ini
sehingga jalan bagi Self Government itu bisa terealisir sesuai amanat UU dan
Perjanjian yang kita sepakati. Sehingga sejarah kelam kita bisa menjadi
"Tak Ada Kemerdekaan Tanpa Pengampunan" demikian Bishop Desmond Tutu.
Syalom
Mambruk
national_committee2000@yahoo.co.uk
Jayapura/Hollandia-Papua Barat
----------