Stockholm, 24 Mei 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

KORUPSI SOEHARTO DIBONGKAR, GOLKAR, MUHAMMADIYAH, HMI, UI, IKIP, IAIN, PESANTREN & PULUHAN RIBU PENERIMA BEASISWA SUPERSEMAR TERLIBAT.

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

GOLKAR, MUHAMMADIYAH, HMI, UI, IKIP, PESANTREN DAN PULUHAN RIBU MAHASISWA DAN PELAJAR TELAH MAKAN UANG YAYASAN BUATAN SOEHARTO.

 

Memang masuk akal mengapa Jusuf Kalla dengan Golkar-nya tidak ingin melihat Soeharto koruptor nomor satu di dunia diajukan kedepan meja hijau. Karena memang salah satu yayasan buatan Soeharto yang diberi nama Yayasan Dana Karya Abadi ( Dakab) didirikan untuk mendukung Keluarga Besar Golkar - bukan Golkar saja – melainkan juga organisasi massa pemuda, Muhammadiyah, HMI dalam usaha mempertahankan pancasila dan UUD 1945, mengawal, melengkapi dan membentengi diri dan perjuangan-perjuangan lainnya seperti Pemilihan Umum dan sebagainya. Jadi Golkar, Muhammadiyah dan HMI adalah memang dibiayai oleh dana dari Yayasan Dana Karya Abadi ( Dakab). Karena itu wajar kalau Golkar, Muhammadiyah dan HMI tidak senang dan tidak setuju kalau Soeharto diusut korupsi melalui yayasan-yayasannya.

 

Begitu juga dengan Yayasan Amal Muslim Pancasila (YAMP) didirikan oleh Soeharto dengan dana dari anggota Korpri dan ABRI yang besarnya bagi anggota Korpri Golongan I Rp 50, Golongan II Rp 100, Golongan III Rp 500 dan Golongan IV Rp 1.000. Dimana hasil kumpulan dana ini dijadikan alat untuk membangun 933 mesjid model Korpri dan ABRI di 212 kabupaten dan di 52 kotamadya, di 26 propinsi. Pemerintah Daerah atau organisasi menyediakan tanahnya, sedangkan yang membangun adalah yayasan. Sampai detik ini yayasan masih mempunyai dana Rp 36 milyar. Jadi, kalau Yayasan Amal Muslim Pancasila (YAMP) diusut, maka ratusan masjid model Korpri dan ABRI bisa digugat dan dipertanyakan kembali.

 

Seterusnya Yayasan Supersemar yang memberikan beasiswa kepada anak-anak yang mempunyai tingkat kecerdasan, namun tak mampu mengembangkannya karena alasan ketidakmampuan orang tuanya. Setiap universitas negeri, Universitas Indonesia, misalnya mendapat jatah sekitar 300 orang. IAIN dan IKIP mempunyai jatah yang sama. Tahun 1985 misalnya, sekitar 6.000 mahasiswa telah memperoleh biaya Supersemar, dengan jatah yang diberikan antra Rp 25.000 sampai Rp 30.000 setiap bulan untuk tiap mahasiswa. Beasiswa tersebut diberikan lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan jatah Rp 10.000 persiswa, setiap bulan nya. Thaun 1987-1988 telah dinaikkan mnjadi Rp 12.5000 tiap bulan/ siswa, hasil dari rapat kepengurusan. Jadi, kalau membongkar korupsi Soeharto melalui Yayasan Supersemar-nya, maka akan terlibat puluhan ribu mahasiswa dan sarjana yang telah diberi dana dari Yayasan Supersemar. Karena itu wajar para mahasiswa dan para sarjana yang telah mendapat beasiswa supersemar tidak senang kalau Soeharto diadili.

 

Selanjutnya, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) yang didirikan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1975 oleh Soeharto, Sudharmono dan Bustanil Arifin, selaku pribadi dengan Akte notaris Abdul Latief, SH Nomor 27 dan notaris Koesbiono Sarmanhadi, SH nomor 2 Tanggal 1 Januari 1990. Terdaftar di Pengadilan Negeri No: 204 Tanggal 27 Agustus 1975. Dimana Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) diketuai oleh Soeharto dengan Wakil Ketua I Sudharmono, Wakil Ketua II Bustanil Arifin, Sekretaris Indra Kartasasmita, Wakil Sekretaris Sigit Haryoyudanto, Bendahara: Zarlons Zaghlul, Wakil Bendahara Indra Rukmana, anggota: Ismail Saleh, Radius Prawiro, S. Triman, Probosutedjo dan Mohammad Hasan. Dana Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) asalnya diperoleh dari sumbangan para pendiri, sumbangan sukarela dan tidak mengikat dari anggota masyarakat dan perbankan serta dari hasil bunga deposito dana abadi yaitu dana yang tidak terpakai setiap tahunnya. Dana dari Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) diberikan kepada panti-panti sosial, penderita cacat perorangan di luar panti sosial, anak asuh yang disalurkan melalui Gubernur, membangun perumahan sederhana bagi anggota Korps Cacat Veteran, pelatihan ketrampilan bagi para calon Transmigran, membuka Pesantren Singkat Pelatihan Usaha Produktif di Yayasan Pondok Pesantren AI Kamal, Kebon Jeruk-Jakarta, Pondok Pesantren Al-Ishlah Bondowoso, Pondok Pesantren Hidayatullah, Sangatta Kutai Propinsi Kalimantan Timur, membangun R.S. "Kanker Dharmais", mengadakan kerjasama dengan Perkumpulan Penyantun Mata Tuna Netra Indonesia dengan melaksanakan operasi mata kepada 16 penderita, kerjasama dengan Yayasan Thalassaemia Indonesia untuk mengadakan operasi limpa, mengadakan kegiatan Mobil Unit Perpustakaan Keliling ke sekolah-sekolah, daerah perumahan-perumahan, Pondok Pesantren dan Gelanggang Remaja di wilayah DKI Jakarta. Jadi wajar kalau mereka itu semua kurang senang kalau Soeharto diajukan ke meja hijau untuk dibongkar Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais)-nya.

 

Kemudian, Yayayan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK) yang dijalankan oleh Tien Soeharto, tetapi karena beliau sudah meninggal diteruskan oleh istri Umar Wirahadikusumah dengan bidang kerjanya dalam hal membantu ketika terjadi musibah-musibah banjir, kebakaran dan sebagainya. Jadi, bagi mereka yang pernah mendapat bantuan dari Yayayan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK), jelas tidak senang kalau Soeharto diajukan ke meja hijau karena korupsi melalui yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK)-nya.

 

Terakhir, kalau dipelajari sampai kedalam, maka akan ditemukan bahwa yang terlibat korupsi bersama Soeharto itu bukan hanya para kroninya saja, melainkan ratusan ribu orang yang bisa dijerat oleh tindak-pidana korupsi Soeharto melalui yayasan-yayasan buatannya sendiri.

 

Jadi, memang masuk akal mengapa orang-orang Golkar misalnya tidak ingin melihat Soeharto diadili, begitu juga orang-orang Muhammadiyah, HMI, dan sebagian pesantren-pesantren yang telah mendapatkan kucuran dana dari yayasan-yayasan made in Soeharto. Termasuk juga Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kelahiran 1 April 1941 Pekalongan, Jawa Tengah tidak ingin melihat Soeharto diadili dengan cara mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKPPP) Soeharto berdasarkan ketentuan pasal 140 KUHAP ayat dua huruf a yaitu ”Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan”. Dimana Pasal 140 ayat 2 huruf a ini dijadikan alasan dasar hukum karena masalah kondisi fisik dan mental Soeharto yang tidak layak diajukan ke persidangan.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------