Stockholm, 31 Agustus 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

FACHRY ALI MENYIRAMKAN BENSIN PEMBAKAR HANGUSNYA KPA DAN GAM SERTA PECAHNYA KESATUAN RAKYAT ACHEH MENOLAK UU NO.11/2006.

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

MENGUPAS PANDANGAN FACHRY ALI YANG MENYIRAMKAN BENSIN PEMBAKAR HANGUSNYA KPA DAN GAM SERTA PECAHNYA KESATUAN RAKYAT ACHEH MENOLAK UU NO.11/2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACHEH YANG BERTENTANGAN DENGAN MOU HELSINKI.

 

Setelah membaca komentar saudara Fachry Ali kelahiran Susoh, Blang Pidie, Acheh Selatan yang disadur oleh saudara Rto dari republika.co.id bahwa “munculnya dua paket kandidat dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk pilkada gubernur (pilbub) Nanggore Aceh Darussalam (NAD) Desember mendatang, bukan merupakan tanda perpecahan atau friksi kubu tua dan kubu muda. Pencalonan itu dianggap merupakan inisiatif pribadi karena GAM sendiri secara resmi tidak pernah mendukung siapa pun.” ( http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=262404&kat_id=43 ) timbul dalam pikiran Ahmad Sudirman bahwa pandangan yang disampaikan oleh saudara Fachry Ali hanya keluar dari tingkat permukaan saja, tanpa menelusuri jauh kedasarnya, sehingga yang keluar hanyalah seperti buih yang mengambang, contohnya sebagaimana yang diungkapkannya “biarlah 1000 bunga berkembang. Kalau mau maju (pilkada), maju saja” (Fachry Ali, Selasa , 29 Agustus 2006)

 

Nah, dari apa yang diungkapkan saudara Fachry Ali tersebut diatas menunjukkan memang secara sekilas sudah terlihat bahwa apa yang ada dibalik pikiran saudara Fachry Ali yang dikenal sebagai seorang pengamat politik adalah hanya sebatas fenomen yang nampak dipermukaan saja, sehingga melahirkan anggapan bahwa apa yang sedang berlangsung dalam tubuh KPA (Komite Peralihan Acheh jelmaan dari TNA yaitu Tentara Negara Acheh) sebagai hal ”inisiatif pribadi”.

 

Nah, disinilah Ahmad Sudirman akan menggarisbawahi atas apa yang disampaikan oleh saudara Fachry Ali tersebut.

 

Sebagaimana yang telah ditulis dalam tulisan ”Mereka yang menghancurkan KPA dan disoraki oleh Golkar, PDI-P dan PKB” ( http://www.dataphone.se/~ahmad/060829.htm ) dimana digambarkan didalamnya bahwa apa yang telah dijalankan oleh sebagian orang dalam tubuh GAM yang memakai KPA sebagai alat untuk meraih kedudukan politik kekuasaan kursi Kepala dan wakil Kepala Pemerintah Acheh dalam pemilihan Kepala Pemerintah Acheh pada 11 Desember 2006 mendatang adalah bukan hanya sekedar sebagai hal ”inisiatif pribadi”, melainkan telah melibatkan lembaga dalam tubuh GAM, yaitu KPA yang tanpa disadari oleh mereka telah membuat fondasi GAM bisa jadi akan runtuh.

 

Kemudian lagi, permasalahannya bukan hanya merupakan suatu masalah ”inisiatif pribadi, melainkan juga telah membawa ke masalah yang menyangkut tindakan politik yang dengan secara sengaja dan terang-terangan mengarah kepada pertentangan frontal dengan pimpinan GAM dan pimpinan tertinggi GAM serta pimpinan tertinggi KPA, yang akibatnya bisa menghancurkan fondasi berdirinya GAM.

 

Nah, hal itulah yang oleh saudara Fachry Ali tidak pernah kelihatan, atau memang sengaja disembunyikan, agar supaya kehancuran GAM yang memang dinanti-nantikan oleh pihak pemerintah RI, DPR RI dan partai-partai Politik, seperti Golkar, PDI-P, PKB dan partai politik lainnya terlaksana dan terwujud.

 

Jadi, dengan adanya pendangan dari saudara Fachry Ali ini yang ada hubungannya dengan GAM dan KPA yang secara langsung menutupi hal-hal yang sebenarnya merupakan faktor yang menentukan untuk menghancurkan GAM melalui tubuh KPA dan yang diinginkan oleh pihak RI dan partai-partai politiknya, maka rakyat Acheh yang sebelumnya berada dalam satu front dibawah lindungan hukum MoU Helsinki telah dipecahkan menjadi berbagai pecahan melalui dimunculkannya sikap saudara Fachry Ali ”biarlah 1000 bunga berkembang. Kalau mau maju (pilkada), maju saja”

 

Nah, kalau sikap dari saudara Fachry Ali ini ditelan begitu saja tanpa mengetahui faktor-faktor yang ada dibalik itu, maka sikap saudara Fachry Ali itu adalah merupakan salah satu faktor yang menjadi pupuk subur untuk menghancurkan GAM melalui jalur pecah-belah dalam tubuh KPA.

 

Sekarang, tentu saja bagi kelompok yang telah terlanjur terjun dalam kancah pemecahan KPA, seperti Irwandi Yusuf, Muhammad Nazar, Sofyan Dawood, Reyza Zain dan yang lainnya dengan munculnya sikap dan pandangan dari saudara Fachry Ali tersebut diatas telah menjadi bensin untuk terus menjalankan roda politik penghancuran GAM melalui jalur KPA-nya. Dan tentu saja, dengan adanya usaha dan tindakan politik dari kelompok tersebut akan mengakibatkan paling sedikit ada empat hal, yaitu pertama, KPA pecah berkeping-keping sehingga GAM menjadi lumpuh. Kedua, rakyat Acheh dibelah menjadi dua belahan dalam menyikap UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh yang isinya masih banyak bertentangan dengan MoU Helsinki. Ketiga, Pemerintah RI dan DPR RI akan terus mengabaikan untuk merevisi UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh. Keempat, kestabilan perdamaian yang menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua pihak akan terancam.

 

Nah, faktor-faktor itulah yang masih belum masuk dalam pikiran saudara Fachry Ali yang sering disebut-sebut sebagai pengamat politik. Karena dalam pikiran saudara Fachry Ali belum sampai empat faktor tersebut diatas, maka dengan senang dan riangnya saudara Fachry Ali menyatakan bahwa ”biarlah 1000 bunga berkembang. Kalau mau maju (pilkada), maju saja” meniru dan mengutip gaya Mao Tse-tung.

 

Terakhir bagi kelompok yang sedang menjalankan taktik politik penghancuran KPA, dan yang ada dalam tujuan mereka hanyalah kursi kekuasaan Kepala Pemerintah Acheh, maka mereka sudah tidak peduli apakah UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh akan direvisi atau tidak, karena bagi mereka bukan masalah penyimpangan dan pertentangan dengan MoU Helsinki yang menjadi agenda politik mereka, melainkan tujuan mereka adalah untuk meraih kursi kekuasaan Kepala dan wakil Kepala Pemerintah Acheh.

 

Terakhir juga bagi saudara Fachry Ali bahwa pandangan dan pikiran saudara Fachry tentang apa yang terjadi dalam tubuh GAM dan KPA justru akan memberikan pupuk yang subur bagi perpecahan rakyat Acheh dan lumpuhnya perdamaian yang menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua pihak, dan bersorai sorainya mereka yang menentang dan menolak MoU Helsinki, serta gembiranya bagi mereka yang ingin melihat GAM dan KPA-nya lumpuh.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

Rabu, 30 Agustus 2006

'Di Pilkada, GAM tak Terpecah'

 

JAKARTA -- Pengamat politik Fachry Ali berpendapat, munculnya dua paket kandidat dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk pilkada gubernur (pilbub) Nanggore Aceh Darussalam (NAD) Desember mendatang, bukan merupakan tanda perpecahan atau friksi kubu tua dan kubu muda. Pencalonan itu dianggap merupakan inisiatif pribadi karena GAM sendiri secara resmi tidak pernah mendukung siapa pun.

 

Menurut Fachry, pencalonan Hasbi Abdullah oleh beberapa tokoh tua GAM, yang maju bersama Humam Hamid dari PPP, sudah berlangsung lama. Sementara pencalonan Wakil Senior GAM di Misi Pemantau Aceh (AMM), Irwandi Jusuf, dan Ketua Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA), Muhammad Nazar, merupakan hal yang baru muncul sebagai calon independen.

 

''Jadi itu inisiatif pribadi, bukan perpecahan. Pilkada bukan medan pertaruhan bagi GAM. Mengutip ucapan Mao Zedong, biarlah 1000 bunga berkembang. Kalau mau maju (pilkada), maju saja,'' kata Fachry, Selasa (29/8). Dia pun menduga, GAM memang ingin berintegrasi dengan masyarakat secara keseluruhan tanpa harus berkuasa. ''Apakah GAM ingin berkuasa dalam lingkup NKRI?'' tambahnya. Selain itu, perdamaian di Aceh tak mensyaratkan siapa yang harus menjadi kepala daerah.

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, menyatakan, saat ini GAM berada dalam fase yang sulit. Bahkan, mulai terlihat jelas perpecahan. Antara kader muda dan senior berbeda pilihan dalam menyikapi pilgub.

 

Sementara di Banda Aceh, kalangan politisi, akademisi, tokoh masyarakat, dan perwakilan eks Gerakan Aceh Merdeka (GAM) membentuk Komite Peduli Pilkada Aceh (KPPA). Ketua Aceh Civil Society Task Force (ACSTF), Hasballah M Saad, selaku ketua KPPA kepada wartawan di Banda Aceh, kemarin, menyatakan, tujuan utama KPPA untuk meyakinkan terselenggaranya pilkada yang damai, aman, dan tepat waktu.

 

''Kami ingin memastikan bahwa tidak ada kampanye negatif. Keberadaan KPPA untuk mendukung Komite Independen Pemilihan (KIP) serta memantau setiap tahap pelaksanaan Pilkada. Kami mengimbau siapapun yang menyaksikan kekerasan, penipuan, ataupun korupsi untuk melaporkannya kepada Komite dengan membawa bukti yang memadai,'' katanya.

 

KPPA dibentuk buah dari rangkaian pertemuan para politisi, tokoh masyarakat, dan eks GAM yang berkumpul di Medan, Sumatera Utara, pada 23-25 Agustus 2006. Mereka ingin mengantisipasi kemungkinan konflik di ajang pilkada dan menyatukan daya-upaya bersama masyarakat untuk mendukung perdamaian. (rto)

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=262404&kat_id=43

----------