Stockholm, 21 Februari 2007

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

ACHEH AKAN BERDIRI SENDIRI SEJAJAR DENGAN RI SETELAH LEGISLATIF ACHEH DIKUASI OLEH BANGSA ACHEH TAHUN 2009

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

SEDIKIT MENYOROT ACHEH YANG AKAN BERDIRI SENDIRI SEJAJAR DENGAN RI SETELAH LEGISLATIF ACHEH DIKUASI PENUH OLEH BANGSA ACHEH TAHUN 2009.

 

"Perkenankan saya Agung menanyakan sesuatu, karena saya sungguh awam tentang masalah di Aceh. Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang yang saya kenal dan merupakan kerabat dekat Gubernur Aceh saat ini Irwandi Yusuf, dia menjelaskan kepada saya bahwa NAD sekarang adalah sebuah negara yang memiliki pemerintahan sendiri lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaannya. Terus beliau juga mengatakan kepada saya bahwa MOU yang dibuat di Helsinki banyak yang tidak dipaparkan di media Indonesia dan dia mengatakan bahwa Aceh telah merdeka. Yang menjadi pertanyaan saya apakah hal itu benar? jika iya kenapa masih ada pemilihan gubernur? dan satu lagi apa sebenarnya isi perjanjian (MOU) antara GAM dan NKRI di Helsinki. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih, dan Semoga Alloh SWT selalu memudahkan segala urusan ustadz." (agung cahyono, agung_hari@yahoo.com , [202.152.240.224], Date: Tue, 20 Feb 2007 22:15:40 -0800 (PST))

 

Terimakasih saudara Agung.

 

Sebenarnya kalau Ahmad Sudirman meneliti apa yang dikemukakan oleh  kerabat dekat "Gubernur Aceh" Irwandi Yusuf yang juga saudara Agung kenal kepadanya adalah ia tidak mengerti dan tidak memahami tentang Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang dihubungkan dengan UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh buatan DPR RI. Mengapa?

 

Karena terpilihnya Irwandi Yusuf sebagai "Gubernur Aceh" bukan didasarkan pada MoU Helsinki, melainkan pada UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh buatan DPR RI. Dimana UU No.11 tahun 2006 tidak mengacu pada MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Sebagian besar pasal-pasal dalam UU No.11 tahun 2006 bertentangan dengan MoU Helsinki (90 % isi UU Pemerintahan Acheh made in DPR RI harus dibuang karena bertentangan dengan MoU Helsinki, http://www.dataphone.se/~ahmad/060719.htm ) Disamping itu UU No.11 tahun 2006 Bab I Pasal 1 ayat 4 menyatakan juga bahwa yang dimaksud dengan Acheh "adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Acheh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Acheh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing" menurut UUD 1945 sebagaimana dituangkan dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945.

 

Nah, dari sini saja sudah kelihatan bahwa UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh buatan DPR RI adalah sudah bertentangan dengan MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Mengapa?

 

Karena menurut MoU Helsinki Acheh berdiri dengan diatur oleh Pemerintahan Acheh-nya di daerah menurut perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan bersifat otonomi dan juga bukan berbentuk propinsi. Dimana Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 menurut butiran MoU Helsinki yang berisikan tenang perbatasan 1 Juli 1956 menggambarkan dan membuktikan bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara yang dijadikan acuan hukum oleh pihak DPR RI  tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum untuk pembuatan UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh. Mengapa ?

 

Karena UU Nomor 24 Tahun 1956 ini ditetapkan pada tanggal 29 Nopember 1956. Artinya, pada tanggal 1 Juli 1956, Acheh tidak bisa dikenakan hukum menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tersebut. Jadi, Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 masih merupakan wilayah caplokan ilegal yang ada dalam propinsi Sumatera Utara. Atau dengan kata lain Acheh hasil rampasan secara ilegal yang dilakukan oleh Soekarno dengan NKRI-nya hasil leburan RIS pada 15 Agustus 1950.

 

Nah sekarang, menurut MoU Helsinki Acheh berdiri dengan diatur oleh Pemerintahan Acheh-nya di daerah menurut perbatasan 1 Juli 1956 yaitu di daerah caplokan ilegal yang dilakukan oleh Soekarno dengan NKRI-nya hasil leburan RIS pada 15 Agustus 1950 yang ada dalam propinsi Sumatera Utara yang bukan bersifat otonomi dan juga bukan berbentuk propinsi.

 

Kemudian menurut MoU Helsinki Pemerintahan Sendiri di Acheh ini masih punya hubungan dengan Pemerintah Indonesia adalah karena masih adanya enam kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah RI, yaitu kewenangan dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama. Diluar itu Pemerintahan Acheh ini memiliki kewenangan penuh kedalam ditambah kewenangan keluar, kecuali kewenangan keluar dalam hal hubungan luar negeri, misalnya kalau mau mengadakan perjalanan keluar negeri, masih tetap mempergunakan travel dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI.

 

Nah, walaupun Acheh masih kehilangan enam kewenangan, tetapi Acheh sudah merupakan satu negara yang berdiri dengan diatur oleh Pemerintahan Acheh-nya di daerah menurut perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan bersifat otonomi dan juga bukan berbentuk propinsi.

 

Jadi sekarang bisa dikatakan bahwa Acheh adalah satu negara yang hidup dan berdampingan dengan Negara RI dalam satu wadah yang masih diikat dengan enam tali kewenangan Pemerintah Indonesia, yang bisa juga dikatakan sebagai tali ikatan federasi.

 

Pemerintah Indonesia dan DPR RI tidak lagi bebas untuk mengatur, mengontrol dan menetapkan sesuatu yang ada hubungannya dengan Acheh dan tentang kewenangan diluar enam kewenangan yang dimiliki Pemerintah Indonesia tanpa adanya persetujuan dan kesepakatan dari pihak Pemerintahan Acheh dan Lembaga legislatif Acheh.

 

Nah, apa yang dijelaskan diatas tentang kedudukan Acheh dikaitkan dengan RI tidak dipahami dan tidak dimengerti oleh  kerabat dekat "Gubernur Aceh" Irwandi Yusuf yang juga saudara Agung kenal kepadanya. Karena itu memang wajar kalau kerabat dekat "Gubernur Aceh" Irwandi Yusuf ketika menjelaskan kepada saudara Agung tentang Acheh adalah ngaco dan melantur.

 

UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh bukan merupakan dasar hukum untuk Acheh menuju kepada kemerdekaan, melainkan sebaliknya Acheh tetap akan masuk terus meluncur ke jurang status-quo otonomi-nya model “Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara Tanggal 29 Nopember 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103). Sedangkan status quo-otonomi Acheh tidak disepakati dalam MoU Helsinki, justru yang disepakati adalah Self-Government atau Pemerintahan Sendiri di Acheh yang mengacu kepada MoU Helsinki.

 

Hanya tentu saja, kerabat dekat "Gubernur Aceh" Irwandi Yusuf membualkan cerita seperti tersebut diatas adalah dalam rangka menenangkan para pendukung Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar saja. Jadi, kalau Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar terpilih, maka menurut cerita bualnya itu "Acheh merdeka". Padahal ”merdeka" model Mpu Tantular dalam sangkar burung garuda pancasila dengan disumpah harus taat dan setia pada mbah Susilo Bambang Yudhoyono, pancasila, UUD 1945, burung garuda pancasila dan bendera merah putih.

 

Kalau pihak Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar dengan SIRA-nya tetap komitmen dengan MoU Helsinki, maka mereka berdua plus para pendukungnya harus mempersiapkan usaha pengamandemenan UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh ini.

 

Caranya adalah dalam pemilihan tahun 2009 lembaga legislatif Acheh harus dikuasai oleh mayoritas dari partai lokal Acheh agar supaya bisa meluluskan dan meluncurkan usaha pengamandemenan UU No.11 tahun 2006. Karena melalui lembaga Legislatif Acheh inilah dengan didorong dan dibantu oleh "Gubernur Aceh" itu usaha untuk menuntut amandemen UU No.11 tahun 2006 akan berhasil. Tetapi tentu saja ini tergantung dari  komitmen dari pihak  "Gubernur Aceh" Irwandi Yusuf dan "Wakil Gubernur Aceh" Muhammad Nazar terhadap MoU Helsinki.

 

Ahmad Sudirman melihat bahwa keinginan sebagian besar rakyat Acheh untuk menentukan nasib sendiri akan terbuka lebar kalau lembaga Legislatif Acheh dikuasai secara mayoritas oleh bangsa Acheh melalui Partai Lokal Acheh yang diacukan pada MoU Helsinki. Dan usaha penentuan nasib sendiri itu akan terlaksana secara bertahap setelah tahun 2009 yang akan datang. Dimana Lembaga Legislarif Acheh dikuasai penuh oleh bangsa dan rakyat Acheh, bukan oleh pihak pro unitaris RI-Jawa-Yogya atau NKRI atau RI-mbah Soekarno-1945.

 

Terakhir, inilah untuk sementara ini pandangan politik tentang Acheh dan sekaligus merupakan jawaban atas petanyaan saudara Agung yang disampaikan kepada Ahma dSudirman hari ini, Rabu, 21 februari 2007.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------