Stockholm, 28 Februari 2007

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

MENGUPAS SEJARAH HIDUP, MATI DAN BANGUN-NYA RI DILIHAT DARI ACHEH

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

SEKILAS MENGUPAS SEJARAH HIDUP, MATI DAN BANGUN-NYA RI DILIHAT DARI ACHEH.

 

Dalam rangka melengkapi sejarah yang menyangkut Acheh kaitannya dengan jalur pertumbuhan dan perkembangan RI sekarang kita akan membahas tentang bagaimana sebenarnya pertumbuhan, perkembangan, hidup, mati dan bangun-nya RI ini? Mengapa penerus Soekarno terus memakai cerita mitos 61 tahun?. Padahal NKRI baru dibangun pada tanggal 15 Agustus 1950 diatas 15 puing-puing negara bagian RIS dan Acheh.

 

Nah, mari kita kupas sedikit bagaimana sebenarnya proses pertumbuhan, perkembangan, mati, hidup dan bangun-nya RI yang pada hari Kamis tanggal 17 Agustus 2006 NKRI berusia 61 tahun menurut anggapan penerus Soekarno?

 

Walaupun dalam tulisan-tulisan sebelum ini telah diungkapkan mengenai proses jalur sejarah pertumbuhan dan perkembangan serta mati dan hidupnya RI. Tetapi, ada baiknya kita ulang kembali sebagai usaha untuk menjernihkan kembali pikiran kita dari pengaruh mitos tentang RI yang telah mengendap dalam pikiran kita masing-masing.

 

Ketika RI diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945, secara de-jure Negera RI telah berdiri. Tetapi secara de-facto, artinya wilayah kekuasaannya, masih belum jelas secara pasti dimana batas-batasnya. Dalam hal ini hanya mengikuti apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia". Mengapa ?

 

Karena bisa saja yang dimaksud dengan "seluruh tumpah darah Indonesia" itu adalah hanya sekitar Jakarta saja atau hanya seluruh pulau Jawa saja atau hanya sekitar pulau Sumatera saja atau hanya seluas pulau Kalimantan saja atau hanya sekitar pulau Maluku saja. Jadi yang dinamakan dengan "seluruh tumpah darah Indonesia" adalah relatif.

 

Nah, ketika Soekarno membentuk Kabinet RI pertama pada awal bulan September 1945, ternyata Soekarno mengklaim bahwa "seluruh tumpah darah Indonesia" adalah Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sehingga diangkatlah 8 orang Gubernur untuk kedelapan propinsi yang diklaim Soekarno itu, salah satu Gubernur yang diangkat Soekarno itu adalah Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk propinsi Sumatra. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.30)

 

Sekarang timbul pertanyaan, apakah benar pengklaiman wilayah RI yang dibuat diatas kertas oleh Soekarno tersebut? Tentu saja jawabannya adalah tidak benar. Mengapa ? Karena terbukti setelah pembentukan Kabinet Pertama RI timbul berbagai perang dimana-mana.

 

Misalnya di Sumatra pasukan Sekutu (Inggris - Gurkha) yang diboncengi oleh tentara Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang dikenal dengan pertempuran "Medan Area". Pada tanggal 10 Desember 1945 seluruh daerah Medan digempur pasukan Sekutu dan NICA lewat darat dan udara. Kemudian Padang dan Bukittinggipun digempur pasukan Sekutu dan serdadu NICA.

 

Sedangkan di Acheh karena Sekutu menggerakkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi dan menghantam pejuang-pejuang Islam Acheh, maka pecahlah pertempuran yang dikenal sebagai peristiwa Krueng Panjo/Bireuen, pada bulan November 1945. Kemudian Sekutu mengirim lagi pasukan Jepang dari Sumatra Timur menyerbu Acheh sehingga terjadi pertempuran besar di sekitar Langsa/Kuala Simpang. Pihak pejuang Islam Acheh yang langsung dipimpin oleh Residen Teuku Nyak Arif. Kemudian pasukan Jepang dapat dipukul mundur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.70-71)

 

Begitu juga di Jawa, seperti pertempuran di Semarang yang dimulai pada tanggal 14 Oktober 1945 selama lima hari . Perang antara pasukan Veteran Angkatan Laut jepang Kidobutai melawan TKR. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.50)

 

Selanjutnya pertempuran di Ambarawa yang diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.68)

 

Seterusnya pertempuran di Surabaya yang dimulai 2 hari setelah Brigae 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu (AFNEI) dibawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat untuk pertamakali di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. . (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.57)

 

Karena Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby dibunuh, maka pihak Sekutu mengeluarkan ultimatun pada tanggal 9 November 1945. Kemudian pada tanggal 10 November 1945 pecah pertempuran. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.58)

 

Sekarang, setelah terjadi pertempuran dimana-mana, maka antara pihak RI dan Belanda mengadakan perundingan di Linggajati, yang dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 1947. Penandatanganan persetujuan Linggajati di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Isi perjanjian Linggajati itu, secara de facto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138)

 

Coba sekarang perhatikan, secara de facto daerah RI setelah perjanjian Linggajati bukan yang diklaim oleh Soekarno pada mulanya yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan, tetapi ternyata hanya meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.

 

Kemudian kalau kita mempelajari lebih lanjut, dari mulai tanggal 25 Maret 1947, ternyata daerah wilayah de-facto Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan tidak lagi termasuk wilayah de-facto dan de-jure RI. Karena wilayah daerah kekuasaan RI secara de-facto hanyalah Sumatera, Jawa dan Madura.

 

Seterusnya, 10 bulan kemudian, diadakan perundingan Renville yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, dimana dari hasil perjanjian Renville yang sebagian isinya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta dan daerah sekitarnya saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

 

Sekarang yang dipertanyakan adalah, apa yang terjadi setelah perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948.? Ternyata wilayah kekuasaan secara de-facto dan de-jure RI adalah di Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Jadi, akibat dari ditandatangani Perjanjian Renville inilah kekuasaan wilayah RI hanya di Yogyakarta dan daerah sekitarnya saja.

 

Seterusnya, apa yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948? Ternyata setelah wilayah Negara RI pimpinan Soekarno digempur oleh pasukan Beel pada tanggal 19 Desember 1948 dan TNI tidak mampu melawan pasukan Beel, akhirnya Yogyakarta dan daerah sekitarnya jatuh, Soekarno dan Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Bangka.

 

Nah, dari sejak tanggal 19 Desember 1948 inilah diawali babak baru RI yang diproklamasikan Soekarno secare de-facto dan de-jure lenyap dari permukaan bumi, yang timbul adalah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk oleh Sjafruddin Prawiranegara berdasarkan dasar hukum mandat yang dibuat dalam Sidang Kabinet RI yang masih sempat diajalankan sebelum RI lenyap, dan sempat dikirimkan melalui radiogram kepada Sjafruddin Prawiranegara yang waktu itu berada di Sumatera.

 

Kemudian, disaat RI hilang dari permukaan bumi dan Soekarno cs di mendekam di Bangka, lahirlah Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949, yang sebagian isinya menyatakan:

 

The Security Council,

 

Noting with satisfaction that the parties continue to adhere the principles of the Renville Agreement and agree that free and democratic elections should be held throughout Indonesia for the purpose of establishing a constituent assembly at the earlist practicable date...

 

Noting also with satisfaction that the Goverenment of the Netherlands plans to transfer sovereignty to the United States of Indonesia by 1 January 1950 if possible, and in any caseduring the year 1950.

 

3. Recommends that, in the interest of carrying out the expressed objectives and desires of both parties to establish a federal, independent and sovereign United States of Indonesia at the earliest possible date, negotiations be undertaken as soon as possible by representatives of the Goverenment of the Netherlands and refresentatives of the Republic of Indonesia, with the assistance of the Commission referred to in paragraph 4 below, on the basis of the principles set forth in the Linggadjati and Renville Agreements. (PBB resolution No.67(1949), 28 January 1949, adopted at the 406th meeting)

 

Nah disini kelihatan bahwa berdasarkan Resolusi PBB no.67(1949) tanggal 28 Januari 1949 dinyatakan bahwa hasil Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 dan Perjanjian Renville 17 Januari 1948 adalah merupakan dasar hukum untuk membentuk Negara Indonesia Serikat yang berbentuk federasi yang akan diakui kedaulatannya oleh Belanda paling lambat tanggal 1 Januari 1950.

 

Mengapa dimasukkan hasil Perjanjian Linggajati dan Perjanjian Renville dalam Resolusi PBBNo.67(1949) itu?

 

Karena, dalam Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 disebutkan bahwa RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.

 

Kemudian dari hasil Perjanjian Renville 17 Januari 1948 dinyatakan menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. (Sehingga terlihat secara de-jure dan de-facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja)

 

Jadi untuk pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada United States of Indonesia atau Negara Indonesia Serikat perlu segera diadakan perundingan baru untuk membentuk satu negara yang berbentuk federasi dimana negara RI adalah salah satu Negara Bagian United States of Indonesia.

 

Berdasarkan Resolusi PBB No.67(1949) melalui Pemerintah Darurat Republik Indonesia dibawah Sjafruddin Prawiranegara mengadakan perundingan baru yang disebut perundingan Roem Royen.

 

Pihak RI yang pemerintahnya digantikan oleh PDRI diwakili oleh delegasi yang dipimpin oleh Mr. Moh. Roem sedangkan pihak Belanda diketuai oleh Dr. Van Royen. Dimana perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta yang sebagian isinya adalah turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Dimana Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.210).

 

Berdasarkan hasil perundingan Roem Royen inilah, pada tanggal 6 Juli 1949 Soekarno dan Mohammad Hatta dibebaskan dan bisa kembali lagi ke Yogyakarta. Dan untuk menghidupkan kembali Negara RI yang telah hilang itu secara de-facto dan de-jure ini, pihak Pemerintah Darurat Republik Indonesia dibawah pimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan lagi mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 13 Juli 1949 di Jakarta.

 

Kemudian, sebelum dilangsungkan Konferensi Meja Bundar, pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan pada tanggal 31 Juli sampai tanggal 2 Agustus 1949 di Jakarta diadakan Kenferensi Inter-Indonesia antara wakil-wakil RI dan Pemimpin-Pemimpin Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal. Dalam sebagian besar pembicaraan di Konferensi Inter-Indonesia ini adalah membicarakan pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS).

 

Selanjunya pada tanggal 23 Agustus 1949 dilaksanakan Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Ridderzaal, Den Haag, Belanda.

 

Ada 4 utusan yang ikut dalam KMB ini.

 

Pertama, utusan dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini anggotanya adalah 15 Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka, Daerah Belitung, Daerah Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

 

Kedua, utusan dari Republik Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang anggota juru rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

 

Ketiga, utusan dari Kerajaan Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen.

 

Keempat, utusan dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley.

 

Dimana dalam perundingan KMB ini yang hasilnya ditandatangani pada tanggal 2 November 1949 telah disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.236- 237).

 

Kemudian realisasi dan pelaksanaan dari hasil hasil perundingan KMB ini yaitu,

 

Pertama, pada tanggal 14 Desember 1949 pihak RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).

 

Kedua, pada tanggal 15-16 Desember 1949 diadakan sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS dimana para anggota Dewan Pemilihan Presiden RIS memilih Soekarno untuk dijadikan sebagai pemimpin RIS. Pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno dilantik jadi Presiden RIS. Sedangkan untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta yang dilantik pada tanggal 20 Desember 1949. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

 

Ketiga, jabatan Presiden RI diserahkan dari Soekarno kepada Mr. Asaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI pada 27 Desember 1949.

 

Keempat, pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 251)

 

Sekarang jelaslah sudah, bahwa yang dinamakan RI yang diproklamirkan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 yang daerah kekuasaannya sekitar Yogyakarta pada tanggal 14 Desember 1949 secara resmi telah menjadi Negara bagian RIS. Dimana kedaulatan RIS inilah yang diakui oleh Belanda, bukan RI. Negara RI adalah hanya Negara bagian RIS.

 

Kemudian, apakah taktik dan strategi Soekarno untuk merelisasikan kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan dan agresinya dengan memakai kendaraan RI dan RIS-nya ini selanjutnya?

 

Mari kita melihat dan mengupasnya.

 

Taktik dan strategi Soekarno selanjutnya adalah menetapkan dan mensahkan dasar hukum Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1950.

 

Nah, Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 ini adalah salah satu alat untuk menguasai 15 Negara-Negara Bagian RIS.

 

Lalu langkah Soekarno selanjutnya pada 14 Agustus 1950 melalui Parlemen dan Senat RIS mensahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 42).

 

Nah, inilah yang membedakan antara RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dengan NKRI yang akan dijelmakan pada tanggal 15 Agustus 1950.

 

Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1950 ditetapkan Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi NKRI menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi NKRI.

 

Nah inilah hasil usaha dan taktik politik yang dijalankan oleh Soekarno untuk mendapatkan modal Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.

 

Seterusnya Soekarno sebagai Presiden RIS menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Acheh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Acheh Besar, 2. Pidie, 3. Acheh-Utara, 4. Acheh-Timur, 5. Acheh-Tengah, 6. Acheh-Barat, 7. Acheh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara.

 

Nah, disinilah kelihatan Acheh secara terselubung dianeksasi oleh Soekarno dengan RIS-nya melalui jalur Sumatera Utara.

 

Kita lanjutkan lagi dengan pandangan diarahkan pada 16 anggota Negara-Negara dan daerah-Daerah bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang akan melebur, yaitu Negara RI menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Bangka, Belitung, Dayak Besar, Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).

 

Selanjutnya apa yang terjadi pada tanggal 15 Agustus 1950?

 

Ternyata terlihat jelas dan terang bahwa anggota Negara-Negara dan Daerah-Daerah bagian RIS dilebur kedalam tubuh Negara RI. Sejak 15 Agustus 1950 Negara RI yang telah mengembang dan besar tubuhnya karena menelan 15 Negara Bagian RIS menjelma menjadi NKRI yang terdiri dari sepuluh Propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

 

Inilah fakta, bukti, hukum dan sejarah mengenai pertumbuhan dan perkembangan RI yang diproklamasikan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 yang sampai kepada titik ujung dengan nama NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950.

 

Sekarang kita kupas mengenai bagaimana Soekarno merobah kembali NKRI menjadi RI lagi yang berwajah baru.

 

Soekarno yang menjalankan kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan dan agresi terhadap Negara-Negara dan Daerah-Daerah serta Negeri-Negeri yang berada diluar wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure Negara RI yang menjelma menjadi NKRI.

 

9 tahun setelah RI dijelmakan menjadi NKRI yang dibangun diatas puing-puing bekas Negara-Negara dan Daerah-Daerah bagian RIS Soekarno melakukan kembali operasi besar-besaran untuk membelah dan melebur NKRI menjadi Negara RI lagi yang berwajah baru. Dimana taktik dan strategi Soekarno yang dijalankannya itu adalah dalam rangka membentuk kembali RI yang berwajah baru dari tubuh NKRI yaitu dengan cara menempuh jalur proses Konsepsi Soekarno atau Konsepsi Presiden Soekarno.

 

Ketika Kabinet Burhanuddin Harahap yang dilantik pada tanggal 12 Agustus 1955 yang menggantikan Kabinet Ali-Wongso dalam program Kabinet-nya dicantumkan salah satu Program akan melaksanakan program pelaksanaan PemilihanUmum.

 

Nah, realisasinya adalah pada tanggal 29 September 1955 diselenggarakan Pemilihan Umum pertama untuk memilih anggota-anggota DPR dan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk pemilihan anggota-anggota Konstituante atau Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar. Dimana anggota-anggota DPR yang akan dipilih sebanyak 272 anggota. Sedangkan untuk anggota-anggota Konstituante berjumlah 542 anggota. Dalam pemilihan Umum untuk anggota DPR telah keluar 5 besar partai politik, pertama Fraksi Masyumi menggembol 60 kursi, Fraksi PNI menduduki 58 kursi, Fraksi NU mendapat 47 kursi, Fraksi PKI memborong 32 kursi Fraksi Nasional Progresif memperoleh 11 kursi, sedangkan sisa kursi lainnya diduduki oleh Fraksi-Fraksi DPR lainnya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.88-89)

 

Pada tanggal 20 Maret 1956 dilantik anggota DPR dan pada tanggal 10 November 1956 dilantik anggota Konstituante oleh Soekarno. Kabinet pertama setelah DPR hasil pemilu pertama dibentuk adalah Kabinet Ali Sastroamidjojo yang dikenal dengan nama Kabinet Ali II. Tetapi usia Kabinet Ali II tidak lebih dari satu tahun. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.97-98)

 

Ternyata usia Kabinet Ali II ini tidak lebih dari satu tahun, disebabkan oleh Soekarno yang menjalankan Konsepsi Soekarno yang mengarah kepada konsepsi cengkeraman tangan besi.

 

Dimana pokok-pokok Konsepsi Presiden Soekarno itu berisikan bahwa sistem demokrasi Parlementer secara Barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, karena itu perlu diganti dengan sistem demokrasi Terpimpin. Dimana untuk pelaksanaan demokrasi Terpimpin ini perlu dibentuk suatu kabinet gotong royong yang anggotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dan perlu mengetengahkan kabinet kaki empat yang terdiri dari empat partai besar yaitu Masyumi, PNI, NU dan PKI. Juga perlu dibentuk Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dimana tugas utama Dewan Nasional ini adalah memberi nasihat kepada Kabinet baik diminta maupun tidak diminta. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.107)

 

Akibat Konsepsi Soekarno ini, ternyata tidak lama kemudian Kabinet Ali II dibawah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengembalikan lagi mandatnya kepada Soekarno pada tanggal 14 Maret 1957.

 

Selanjutnya langkah yang ditempuh Soekarno, setengah jam setelah Kabinet Ali II menyerahkan mandat, Soekarno menyatakan negara dalam keadaan darurat perang, dan pada tanggal 17 Desember 1957 Keadaan Darurat Perang ditingkatkan menjadi Keadaan Bahaya Tingkat Keadaan Perang. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.109)

 

Setelah Soekarno menyatakan Keadaan Bahaya Tingkat Keadaan Perang, kemudian menunjuk Soewirjo menjadi formatur. Dua kali Soewirjo berusaha membentuk Kabinet, tetapi kedua-duanya gagal. Akhirnya, Soekarno mengangkat dirinya sebagai formatur. Dimana formatur Soekarno ini membentuk Kabinet darurat Ekstraparlementer dengan Djuanda sebagai Perdana Menteri, yang menyusun program Kabinetnya diantara Program Kabinet-nya itu adalah membentuk Dewan Nasional, dan normalisasi keadaan di NKRI. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.110)

 

Sidang Konstituante hasil Pemilihan Umum 15 Desember 1955 yang berlangsung dari tanggal 10 November 1956 ternyata masih belum berhasil menggoalkan Undang Undang Dasar.

 

Sebagian anggota Konstituante menginginkan kembali ke Undang Undang Dasar yang berisikan sila-sila pancasila dalam Pembukaannya, sedangkan sebagian anggota lainnya menginginkan Undang Undang Dasar yang memiliki dasar Islam yang dipelopori oleh M. Natsir seperti yang dinyatakan dalam pidatonya yang disampaikan di Dewan Konstituante yang berjudul "Islam debagai dasar Negara", pada tanggal 12 November 1957. (S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 94)

 

Ternyata Soekarno membalas pidato M.Natsir, pada tanggal 22 April 1959 Soekarno menyampaikan pidatonya di Dewan Konstituante dengan isi amanatnya menyerukan agar kembali kepada Undang Undang Dasar 1945.

 

Disini kelihatan ada dua kubu, yaitu kubu Soekarno yang ingin kembali kepada UUD 1945 yang berisikan pancasila dalam Pembukaan UUD 1945-nya, dan kubu M.Natsir yang menginginkan UUD yang berdasarkan Islam.

 

Kemudian pada tanggal 30 Mei 1959 dilangsungkan pemungutan suara, ternyata suara yang ingin kembali ke UUD 1945 sebanyak 269 anggota, sedangkan 199 anggota menghendaki UUD yang berdasarkan Islam.

 

Menurut pasal 137 UUD 1950 dinyatakan bahwa UUD bisa disyahkan dengan suara mayoritas dua pertiga dari jumlah suara yang masuk.

 

Karena hasil pemungutan suara pertama tidak mencapai mayoritas dua pertiga jumlah suara, maka pada tanggal 1 Juni 1959, diadakan lagi pemungutan suara kedua, ternyata hasilnya 263 setuju ke UUD 1945, sedangkan 203 menghendaki UUD yang berdasar Islam. Karena dalam pemungutan suara ini juga tidak mencapai jumlah dua pertiga dari jumlah suara yang masuk, maka besoknya, tanggal 2 Juni diadakan lagi pemungutan suara, ternyata 264 menginginkan UUD 1945, dan 204 menghendaki UUD Islam. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.139-141)

 

Setelah Soekarno melihat dan mengetahui bahwa anggota Konstituante tidak berhasil menghasilkan suara mayoritas kembali ke UUD 1945, kemudian Soekarno dengan Surat Keputusan Presiden Tentang Keadaan Bahaya Tingkat Keadaan Perang 14 Maret 1957 dan bersama Kabinet Darurat Ekstraparlementer yang disetujui oleh TNI dan pembenaran dari Mahkamah Agung, dengan lantangnya di Istana Merdeka pada tanggal 5 Juli 1959 membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

 

Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

 

Menetapkan pembubaran Konstituante. Menetapkan Undang Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang Undang Dasar Sementara. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota anggota DPR ditambah dengan utusan dari Daerah daerah dan Golongan golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 5 Juli 1959. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.143)

 

Sekarang jelas sudah, bahwa Soekarno dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah merobah NKRI menjadi Negara RI lagi.

 

Sungguh kelihatan secara jelas dan nyata bagaimana Soekarno ketika menjalankan strategi penelanan Negara-Negara, Daerah-Daerah dan Negeri-Negeri diluar wilayah de-facto Negara RI.

 

Ternyata dengan strategi "Konsepsi Presiden Soekarno" menjadilah Soekarno seorang pemimpin yang penuh dengan semangat untuk memaksakan seluruh Negara-Negara dan Daerah-Daearah bekas Negara Bagian RIS dan Negeri-Negeri diluar RIS seperti Negeri Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat untuk berada dalam kekuasaan NKRI.

 

Jadi kesimpulannya adalah berdasarkan fakta, bukti, sejarah dan hukum diatas membuktikan bahwa RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah hilang pada tanggal 19 Desember 1948. Muncul PDRI sampai tanggal 13 juli 1949. Kemudian RI hidup kembali pada tanggal 13 Juli 1949 setelah PDRI menyerahkan mandatnya, lalu PDRI mati. RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS pada tanggal 14 Desember 1949. Selanjutnya RI dijelmakan menjadi NKRI setelah Negara Bagian RI menelan 15 Negara-Negara Bagian RIS lainnya termasuk Acheh pada tanggal 15 Agustus 1950. Begitu juga RI yang ada sekarang adalah hasil sulapan Soekarno dari NKRI yang ber UUD 1950 dengan sulap Dekrit Presiden 5 juli 1959.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------