Stockholm, 3 Mei 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

DARUL ISLAM DAN MASYUMI DIPANDANG DARI UNDANG UNDANG MADINAH DAULAH ISLAM RASULULLAH.
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Tanggapan untuk Akhi Abu Nusaibah/Haris A.Falah (Jakarta, Indonesia).

Tulisan ini merupakan tambahan terhadap tulisan akhi Abu Nusaibah/Haris A.Falah mengenai tulisan "Darul Islam sejarah yang dilupakan" yang dipublisir pada tanggal 28 April 1999 dan tulisan "Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme" yang dipublisir pada tanggal 1 dan 2 Mei 1999.

Setelah saya membaca kedua tulisan tersebut diatas, maka ada sedikit tambahan terhadap masalah Darul Islam dan Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia, 7/11/1945 - 17/8/1960). Dimana keterangan tambahan ini adalah untuk memberikan sedikit gambaran bagaimana sebenarnya pandangan Masyumi terhadap Darul Islam dan pandang Darul Islam terhadap Masyumi. Karena kalau tidak diperjelas, tetap akan timbul saling curiga dan saling salah menyalahkan satu sama lain. Apalagi saat sekarang masih ada para penerus, baik dari pihak Darul Islam dengan NII-nya maupun dari pihak Masyumi. Kemudian dalam kedudukan yang demikian saya akan menggunakan kaca mata Undang Undang Madinah Daulah Islam Rasulullah dan berdiri ditengah-tengah untuk melihat benarkah diantara mereka adalah telah sampai kepada apa yang diinginkan sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Madinah?.

Sekarang kita lihat, Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 di Ketanggungan Jogyakarta, sebagai hasil dari kongres Ummat Islam. Dimana dengan dasar pertimbangan bahwa perjuangan ummat Islam Indonesia untuk menegakkan Agama Allah dan kedaulatan Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan sesempurna-sempurnanya dengan kebulatan tenaga dan hikmah dari segenap ummat Islam Indonesia yang tersusun dan dikerahkan dalam satu badan perjuangan politik, maka kongres ummat Islam memutuskan bahwa badan perjuangan politik ini diciptakan sebagai penjelmaan dari Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang sampai saat kongres itu merupakan satu pusat permusyawaratan ummat Islam Indonesia menjadi satu-satunya Partai Politik Islam Indonesia yang bertujuan memadukan tenaga-tenaga dalam lapangan politik yang sebelumnya terserak dalam partai-partai politik seperti PSII, Partai Islam Indonesia, NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam, PUI, PUII dan Al Jamiyatul Wasliyah (Hikmah, 1952).

Memang asalnya Jepang pada tahun 1944 yang merubah dan membentuk menjadi Masyumi (sebelum menjadi partai politik) dari MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia (1943) yang dipimpin oleh Wondoamiseno (yang dikenal sebagai tokoh SI)  yang dibangun oleh Muhammadiyah dan NU sebagai reaksi terhadap Rancangan Undang Undang Perkawinan (1937). Dimana Masyumi hasil jelmaan dari MIAI ini adalah dipimpin oleh KH Hasyim Asy'ari dari Tebuireng, tetapi dalam prakteknya banyak ditangani oleh putranya KH Wahid Hasyim (A. Mansur Suryanegara, Peranan Ulama Dalam PETA, SMD 51, 1398 H).

Dua tahun kemudian setelah Masyumi didirikan, tahun 1947 Kabinet St. Syahrir digantikan oleh Kabinet Amir Syarifuddin. Amir Syarifuddin inilah yang mengangkat Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (pemimpin  PSII) sebagai Menteri Muda Pertahanan II dalam Kabinet Amir Syarifuddin. Pada masa Kabinet Amir Syarifuddin ini juga diadakan perjanjian Linggajati yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Jakarta. Dimana isinya secara de facto Republik Indonesia hanya meliputi daerah Sumatra, Jawa dan Madura. Setelah perjanjian Linggajati ini, Inggris, India disusul oleh Amerika mengakui secara de facto Republik Indonesia. Tetapi sebelum perjanjian Linggajati ditandatangani, Mesir pada tanggal 13 Maret 1947 telah mengakui Indonesia sebagai Negara Merdeka.

Puncak kekecewaan kepada Kabinet Amir Syarifuddin adalah akibat dari hasil perundingan Renville (nama kapal perang dunia II AS) yang dipimpin langsung oleh Amir Syarifuddin. Dimana isi perjanjian Renville ini, 10 pasal tentang persetujuan genjatan senjata, 12 pasal prinsip politik dan 6 pasal berisikan tambahan untuk perundingan guna mencapai penyelesaian politik. Akibat dari persetujuan Renville ini tentara yang tetap bertahan di daerah yang diduduki oleh Belanda yang terus menerus melakukan perang gerilya harus ditarik mundur ke wilayah RI. Jadi secara de facto wilayah RI adalah hanya Jogyakarta. Karena hasil perundingan Renville ini merugikan RI, maka jatuhlah Kabinet Amir Syarifuddin, kemudian digantikan oleh Kabinet Hatta pada tanggal 29 Januari 1948.

Nah, dalam saat-saat TNI meninggalkan daerah-daerah pertahanannya menuju Jogya, tampillah di Jawa Barat Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang membangun Darul Islam yang pada mulanya bernama Majlis Islam yang lepas dari Masyumi dan Tentara Islam Indonesia yang merupakan bentukan dari Hisbullah dan Sabilillah diangkat Karman sebagai jenderalnya. (Hikmah, 1952).
 
Pada tanggal 7 Agustus 1949/12 Syawal 1368 Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat. Dimana bunyi proklamasinya adalah,

"Bismillahirrahmanirrahim. Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih, Ashhadu alla ilaha illallah, wa ashhadu anna Muhammadarrasulullah. Kami Ummat Islam Bangsa Indonesia menyatakan BERDIRINYA NEGARA ISLAM INDONESIA. Maka Hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu, ialah HUKUM ISLAM. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Atas nama Ummat Islam Bangsa Indonesia. IMAM NEGARA ISLAM INDONESIA. ttd. (S.M. KARTOSOEWIRJO). Madinah Indonesia, 12 Syawal 1368 / 7 Agustus 1949.

Nah sekarang, disinilah timbul konflik dan perbedaan yang sangat jauh antara para pimpinan Masyumi yang dipelopori oleh M. Natsir dengan para pimpinan Darul Islam yang dipelopori oleh Imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang telah memproklamasikan NII.

Ketika Kabinet Hatta mengadakan konferensi Meja Bundar di Den Haag dibawah pimpinan Moh. Hatta yang diadakan pada tanggal 23 Agustus 1949. Dimana pada tanggal 2 November 1949 dicapailah kata kesepakatan, yaitu Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Juga diputuskan beberapa persetujuan pokok mengenai masalah keuangan, ekonomi, budaya dan lain-lainnya. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. (30 tahun Indonesia merdeka 1945-1949, SNRI, 1986).

Masyumi yang dipelopori oleh M Natsir menerima hasil KMB ini. Dimana pendirian fraksi Masyumi ini diterima oleh dan dalam Muktamar partai yang diadakan di Jogyakarta bulan Desember 1949. (Hikmah, 1952). Juga dalam Muktamar tersebut timbul masalah yang maha sulit, yaitu masalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo telah memproklamasikan NII. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana sikap dan tindakan Masyumi terhadap proklamasi NII ini ?.

Sikap dan tindakan Masyumi ini yang diwakili oleh M. Natsir dalam Kabinet Natsir yang dibentuk pada tanggal 7 September 1950 setelah RIS kembali menjadi RI lagi pada tanggal 15 Agustus 1950 pernah mengirimkan surat kepada Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengajak untuk bersatu kembali dalam batas-batas hukum negara, tetapi  SM Kartosoewirjo membalasnya dengan bunyi "Barangkali saudara belum membaca proklamasi kami". (Hikmah, 1952).

Kemudian statement Masyumi yang dikeluarkan oleh DP Partai Masyumi adalah "Masyumi hendak mencapai maksudnya melalui jalan yang sesuai dengan Undang Undang Dasar dan semua Undang Undang Negara RI dan tidak dengan jalan kekerasan, atau dengan jalan membentuk Negara dalam Negara RI" (Hikmah, 1952).

Lalu Seorang tokoh besar dari Masyumi almarhum M Isa Anshary pada tahun 1952 menyatakan bahwa "Tidak ada seorang muslimpun, bangsa apa dan dimana juga dia berada yang tidak bercita-cita Darul Islam. Hanya orang yang sudah bejad moral, iman dan Islam-nya, yang tidak menyetujui berdirinya Negara Islam Indonesia. Hanya jalan dan cara memperjuangkan idiologi itu terdapat persimpangan dan perbedaan. Jalan bersimpang jauh. Yang satu berjuang dalam batas-batas hukum, secara legal dan parlementer, itulah Masyumi. Yang lain berjuang dengan alat senjata, mendirikan negara dalam negara, itulah Darul Islam" (Hikmah, 1952).

Adapun dari pihak NII dibawah SM Kartosoewirjo menyatakan bahwa Negara Islam Indonesia diproklamirkan di daerah yang dikuasai oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Jogya. Sebab daerah de-facto R.I. pada saat itu hanya terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7 Kabupaten saja (menurut fakta-fakta perundingan/kompromis dengan Kerajaan Belanda; perjanjian Linggarjati tahun 1947 hasilnya de-facto R.I. tinggal pulau Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada tahun 1948, de-facto R.I. adalah hanya terdiri dari Yogyakarta). Seluruh kepulauan Indonesia termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda (menjadi beberapa negara boneka, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Kalimantan, Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan/Jawa Barat). Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia didirikan itu dalam Negara Republik Indonesia. Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang dikuasai oleh musuh (kolonialis Belanda). (Eksen-Disina, 1987).

Sekarang, bagaimana menurut pandangan Undang Undang Madinah terhadap Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia, 7/11/1945 - 17/8/1960) dan Darul Islam?.

Dari hasil uraian singkat diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa "Masyumi hendak mencapai maksudnya melalui jalan yang sesuai dengan Undang Undang Dasar dan semua Undang Undang Negara RI dan tidak dengan jalan kekerasan, atau dengan jalan membentuk Negara dalam Negara RI" (Hikmah, 1952) adalah jelas bertentangan dengan metode Rasulullah dalam membangun Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya, yaitu  Rasulullah tidak mengajarkan dan mencontohkan Sistem Islam digabungkan dan atau dicampurkan adukan dengan sistem ideologi lain, seperti pancasila yang dijadikan falsafah dan dasar negara RI dan UUD'45-nya yang sekuler atau sistem demokrasi barat yang dianut oleh hampir semua negara-nagara sekuler di dunia sekarang ini.

Sedangkan terhadap NII, seperti yang telah saya tulis dalam tulisan "Apakah benar kebangkitan ummat Islam di Indonesia yang benar dimulai lima belas tahun terakhir ini ?" yang dipublisir pada tanggal 27 April 1999. Dimana saya mengatakan bahwa,

"Dimana menurut NII Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Seperti tercantum dalam Bab I Negara, Hukum dan Kekuasaan. Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Ayat 2. Djika keadaan memaksa, hak Madjlis Sjuro boleh beralih kepada Imam dan  Dewan Imamah. Sedangkan keputusan diambil dengan suara terbanyak. Seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak.

Sedangkan menurut Undang Undang Madinah dalam hal penentuan dan pengambilan hukum dalam Undang Undang Madinah Bab IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA pasal 23 disebutkan bahwa apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.

Jadi apapun persoalan dan hukum yang akan dibuat, maka harus dikembalikan kepada (hukum) Allah dan (keputusan) Muhammad SAW, inilah yang disebut dengan kedaulatan ada ditangan Allah, jadi bukan dengan melalui pengambilan suara terbanyak seperti yang terdapat dalam Kanun Azasy NII diatas.

Jadi kesimpulan akhir adalah marilah kita luruskan kembali metode perjuangan dengan metode perjuangan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam membangun Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya.

Seperti yang selalu saya ulang-ulang yaitu membangun kembali satu masyarakat muslim dan non muslim didalam satu kekuasaan pemerintahan Islam dimana Allah yang berdaulat, yang menerapkan musyawarah dan menjalankan hukum-hukum Allah dengan adil dalam naungan Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya, yang berdasarkan akidah Islam yang tidak mengenal nasionalitas, kebangsaan, kesukuan dan ras dengan tujuan untuk beribadah dan bertakwa kepada Allah SWT.

Inilah tambahan sedikit dari saya untuk Akhi Abu Nusaibah/Haris A.Falah.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se