Stockholm, 22 Agustus 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

MASIH MEMBICARAKAN UUM
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Masih tanggapan untuk saudara Wise.

Dalam tulisan hari ini kembali saya akan memberikan tanggapan terhadap tulisan saudara Wise yang dikirimkan pada tanggal 21 Agustus 1999, yang isinya merupakan tanggapan terhadap tulisan "[990817] UUM dibicarakan" dan tulisan [990818] UUM dibicarakan (Bag 1). Dimana kedua tulisan tersebut bisa dilihat di http://www.dataphone.se/~ahmad/990817a.htm  dan http://www.dataphone.se/~ahmad/990818.htm

Dalam tanggapannya saudara Wise menulis: "Saya akan tanggapi pendapat sdr. Ahmad, tapi ini merupakan yang terakhir. Pada tanggapan kali ini saya punya 2 versi tanggapan:
1. tanggapan untuk iman anda (hati)
2. tanggapan untuk akal sehat anda (pikiran)

VERSI I, yaitu versi tanggapan untuk iman anda. Pada versi 1 ini, dengan memperhatikan nasehat dari Iin Nurhidayat, agar diskusi yang menurut Sdr. Iin 'tak bermanfaat' ini diakhiri, maka tanggapan saya adalah sbb: Silakan teruskan niat anda kalau menurut anda argumen yang anda ajukan sudah sempurna dan tidak perlu lagi memperhatikan masukan dari saya, biarlah waktu yang akan menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah. Saya tidak akan komentar lagi, karena sepanjang dan selogis apapun saya jelaskan, pada prinsipnya bagi anda hanya ada satu kebenaran, yaitu: 'lahirnya UUM ini atas dasar aqidah Islam dan ukhuwah Islam'. Artinya apapun alasan yang saya kemukakan, tidak akan pernah anda pertimbangkan lagi, karena bagi anda UUM sudah sempurna, sakral, dan tidak boleh diubah dengan pertimbangan apapun. Dan bagi anda, tanggapan dari orang lain adalah sesuatu hal yang harus dibelokkan dan dimentahkan dengan menggunakan argumen di atas. Jadi apa gunanya pendapat saya. Barangkali bagi anda, pendapat saya hanyalah sebuah lelucon untuk ditertawakan dan selanjutnya diabaikan.

Ada satu cerita bagus untuk anda renungkan:
Pada suatu ketika ada seorang A beragama A, dia sangat taat dan fanatik dengan agamanya dan percaya bahwa dia akan diselamatkan oleh Tuhannya. Suatu ketika terjadi banjir besar dan si A terseret banjir ini. Di tengah kejadian tersebut, ada seorang beragama B mau menolong si A, tapi si A menolaknya dengan alasan "TUHANKU pasti akan datang sendiri menolongku". Kemudian ada lagi seorang beragama C mau menolong si A, tapi si A kembali menolaknya dengan alasan  "TUHANKU pasti akan datang sendiri menolongku". Akhirnya si A mati tenggelam, Di alam baka di bertanya kepada Tuhan "kenapa Tuhan tidak datang menolongku". Tuhan berkata "bukankah Aku telah mencoba menolongmu lewat 2 orang yang menawarkan bantuan kepadamu?". Cerita di atas memang bukan kejadian nyata, tapi dengan mengambil hikmah dari cerita di atas, pernahkah anda berpikir bahwa salah seorang lawan diskusi anda, mungkin telah menyuarakan / mewakili perintah dari Tuhan / Nabi anda sendiri? Yang karena kefanatikan anda, maka mereka anda abaikan ? (Wise, 21 Agustus 1999).

TANGGAPAN Ahmad:
Seperti yang telah saya simpulkan dalam tulisan sebelumnya yaitu "Undang Undang Madinah yang berdasarkan aqidah Islam dan ukhuwah Islam merupakan acuan bagi Undang Undang dasar yang akan dipakai dalam Daulah Islam". Dengan dijadikannya UUM sebagai acuan UUD Daulah Islam, maka dengan adanya berbagai pemikiran, pendapat, tanggapan, tantangan dari berbagai pihak merupakan bahan yang baik untuk dijadikan bahan masukan dalam pembuatan UUD Daulah Islam. Tentu saja selama segala masukan tersebut tidak bertentangan dengan apa yang tercantum dalam Bab IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA  Pasal 23 Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW. (Dimana pasal 23 ini belum dibicarakan dalam tulisan yang lalu).

Adapun tentang cerita bagus saudara Wise diatas, Insya Allah akan saya jadikan sebagai bahan renungan.

Selanjutnya saudara Wise menulis: "Untuk mengawali tanggapan versi 2 ini, saya menggunakan asumsi bahwa:
1. Anda sanggup berpikir dengan otak (objektif), bukan dengan 'hati' (subjektif)
2. Anda sanggup mengerti dan menilai tulisan saya untuk mencari kebenaran, dan bukan mencari kesalahan saya dengan membandingkan tulisan saya dengan fatwa nabi anda.
3. Anda tidak mengadu argumen saya dengan fatwa Nabi anda, karena kalau ini terjadi, artinya anda menempatkan/menuduh saya sebagai 'musuh' dari semua orang muslim. Saya harap anda berani mengemukakan argumen yang murni ide dari proses berpikir anda sendiri.
4. Anda berani mengakui kelemahan dari UUM, seperti halnya saya mengakui beberapa kebenaran/kebaikan pasal tertentu dari UUM.

TANGGAPAN Ahmad:
1. Tentu saja setiap saya berpikir selalu menggunakan otak. Karena kalau saya menggunakan hati yang keluar adalah sebagian besar bentuk emosi. Hanya saja hasil pemikiran saya tidak terlepas dari apa yang telah diproses dan dianalisa serta diterapkan dalam kehidupan pribadi yang sumbernya dari apa yang telah saya yaqini yaitu Allah dan Rasul-Nya. Mungkin hasil pemikiran ini yang dimaksud saudara Wise adalah berpikir dengan  'hati' (subjektif).

2. Dalam setiap diskusi yang saya lakukan saya berasumsi bahwa setiap yang saya ajak diskusi adalah untuk mencari kebenaran. Bukan untuk saling hina menghina, salah menyalahkan dan jatuh menjatuhkan. Dan tentu saja, saya sebagai seorang muslim yang telah bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, maka apa yang telah dilakukan Muhammad SAW merupakan contoh bagi saya.

3. Dengan saya mencontoh Muhammad SAW bukan berarti menjadikan argumen yang disampaikan pihak yang saya ajak diskusi merupakan argumen yang menentang atau 'musuh' semua orang muslim. Disini saya melihat contoh Muhammad SAW sebagai bahan referensi saya. Keberanian saya mengemukakan argumen yang murni kalau semua argumen itu adalah telah dipikirkan, diproses, dianalisa dan diterapkan dalam kehidupan pribadi dan telah dibandingkan dengan apa yang telah dicontohkan oleh Muhammad SAW.

4. Memang dalam UUM misalnya belum dibicarakan masalah ekonomi secara umum, masalah sruktur negara, lembaga negara, pembagian tugas setiap lembaga negara. Namun sebagian besar masalah yang menyangkut Pembentukan umat, Hak Asasi Manusia, Persatuan seaqidah Islam dengan menghormati agama lain, Persatuan Segenap Warganegara, Golongan minoritas, Tugas Warganegara, Melindungi Negara, Pimpinan Negara dan Politik Perdamaian telah dimasukan kedalam UUM. Jadi apa yang belum dibicarakan dan dimasukkan kedalam UUM tersebut dapat dimasukkan kedalam rancangan UUD Daulah Islam yang nantinya dijadikan sebagai UUD Daulah Islam.

KOMENTAR Wise:
Dengan 4 asumsi itu saya akan jawab tulisan anda.

TANGGAPAN Ahmad:
Memang karena adanya perbedaan berpijak, maka lahirlah perbedaan pandangan. Saudara Wise sebagai seorang Taoist melihat sesuatu berdasarkan IM-YANG-nya, sedangkan saya yang seorang muslim melihat sesuatu berdasarkan aqidah Islam-nya. Tentu saja adanya perbedaan dasar berpijak ini tidak diharapkan menjadi suatu alasan yang besar untuk tidak membuka dialog yang sehat dan baik. Misalnya perbedaan dalam pandangan apabila negara Islam berdiri, maka semua rakyat yang non muslim harus menjadi muslim. Jelas, pandangan ini adalah salah. Dalam Islam tidak ada paksaan untuk menjadi muslim. Agama kamu untuk kamu, agama kami untuk kami.

KOMENTAR Wise:
Di sini ada kesalahpahaman antara kita, karena kata-kata anda 'memasyarakatkan kepada sesama muslim' telah menimbulkan kesan bagi saya bahwa karena indonesia tidak semuanya muslim, maka yang tidak muslim harus pergi atau menjadi muslim.
Barangkali maksud anda mengatakan 'kepada sesama muslim' sebenarnya agar tidak timbul kesan 'islamisasi' dengan pemaksaan. Sebenarnya menurut saya, memasyarakatkan' tidak perlu terbatas pada muslim, dalam arti bisa dimasyarakatkan kepada non-muslim secara wajar, agar yang non-muslim tahu kebaikannya tanpa disertai tipuan, bujuk rayu, ataupun ancaman. Dan konsekuensinya anda sebagai muslim, juga harus bisa dan mau mendengar serta mengakomodasi pendapat-pendapat non-muslim yang logis dan tidak 'mau menang sendiri'.

TANGGAPAN Ahmad:
Sekali lagi saya katakan bahwa tujuan dari memasyarakatkan Khilafah Islam, Pemerintahan Islam, Hukum-hukum Islam dan Undang Undang Madinah adalah kepada semua sesama muslim. Dan tidak diiringi dengan "tipuan, bujuk rayu, ataupun ancaman" seperti yang saudara Wise duga. Karena dalam Islam tidak ada paksaan. Tentu saja, apa bila ada dari pihak luar Islam menyampaikan pendapat-pendapatnya tentang UUM tersebut, maka itu merupakan suatu masukan yang bagus dan bisa dibicarakan.

TANGGAPAN (yang lalu) Ahmad:
Dalam penerapan dan pelaksanaan nilai-nilai, ajaran-ajaran dan hukum-hukum perlu adanya suatu lembaga pelaksana dan peradilanhukumnya. Nah, dari apa yang telah dicontohkan Muhammad SAW dengan lahirnya Daulah Islam pertama di dunia, menunjukkan bahwa Islam bukan agama untuk individu yang terpisah dari masyarakat, pemerintahan dan negara. Jadi adanya usaha untuk membangun kembali Daulah Islam, pemerintahan Islam, Hukum-hukum Islam merupakan suatu usaha yang telah dicontohkan Muhammad SAW dalam rangka menerapkan nila-nilai, ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang telah digariskan Allah. Jadi usaha tersebut bukan suatu usaha "dalam lingkup 'terbatas' pada aspek fisik" seperti yang saudara Wise sebutkan diatas.

KOMENTAR Wise:
Saya tidak menilai bahwa contoh nabi Muhammad adalah salah. Kalau saya masih menolak UUM yang anda usulkan, karena menurut saya isinya masih banyak kelemahan. TOLONG anda ingat, UUM itu bukan kitab suci, dan sebagai buatan manusia, UUM itu bisa memuat kesalahan / kelemahan. MUNGKIN untuk kondisi jaman nabi dan di daerah gurun, UUM itu sudah sempurna dan paling cocok, tapi untuk di indonesia pada abad 21, jelas banyak yang perlu penyesuaian. Saya yakin, akal sehat anda akan setuju.

TANGGAPAN Ahmad:
Memang, seperti yang saya sebutkan diatas bahwa dalam UUM masih ada masalah-masalah yang belum tercakup didalamnya, seperti masalah ekonomi secara umum, masalah sruktur negara, lembaga negara, pembagian tugas setiap lembaga negara. Dimana masalah-masalah tersebut bisa dimasukkan kedalam rancangan UUD Daulah Islam.

BAB I PEMBENTUKAN UMMAT
Pasal 1 Sesungguhnya mereka adalah satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.

TANGGAPAN Ahmad:
Dalam membicarakan UUM ini yang terpenting adalah lahirnya UUM ini atas dasar aqidah Islam dan ukhuwah Islam. Jadi dimanapun kita membicarakan dan menerapkan UUM ini tidak menjadi masalah, karena memang aqidah Islam dan ukhuwah Islam dimanapun sama.

KOMENTAR Wise:
Kalau argumen anda hanya seperti itu, dari awal pun saya tidak perlu memberikan masukan / menanggapi. Karena akan percuma saja, bila dari awal anda telah bertekad mempertahankan UUM dengan alasan 'aqidah dan ukhuwah islam'. Maka pendapat apapun yang diajukan akan anda nyatakan salah, tanpa introspeksi apakah yang anda bela itu 'ISI'nya memang benar / salah. Anda hanya menggunakan alasan lama yang tidak logis untuk membenarkan argumen anda. Kalau seperti itu adanya, anak SDpun bisa. Anda tinggal mengajarkan sbb:
1. Bujuk agar lawan debat kamu setuju.
2. Kalau ada yang mendebat, jawab dengan "aqidah dan ukhuwah islam ". Maka
apapun alasannya pasti salah dan kalah. GAMPANG SEKALI BUKAN ?

IBARATNYA:
Anda beranggapan bila sumber airnya bersih, maka air yang mengalir pasti bersih, tidak perduli meskipun di tengah perjalanan terkontaminasi oleh limbah, kotoran manusia, dll.

TANGGAPAN Ahmad:
Dengan saya mengajukan alasan 'aqidah dan ukhuwah islam' karena memang itu buktinya. Tidak ada alasan lain. Adapun kalau isinya masih belum mencakup keseluruhan seperti yang diinginkan oleh setiap orang, maka tentu saja kekurangan-kekurangan tersbut dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk dipakai sebagai landasan pembuatan UUD Daulah Islam nantinya.

BAB II HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, yaitu saling tanggung-menaggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) di antara mereka (karena suatu pembunuhan), dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

TANGGAPAN Ahmad:
Hukum yang dihasilkan dari Bab II pasal 2 ini adalah hukum yang mengakui hukum yang biasa dipakai dalam setiap suku. Misalnya suku yang menggunakan hukum Kristen dalam masalah warisan. Maka menurut hukum yang berdasar kepada Bab II pasal 2 ini suku yang menerapkan hukum warisan berdasarkan agama Kristen itu bisa diterapkan hukum warisannya itu dalam sukunya.

KOMENTAR Wise:
Saya sungguh heran, apakah anda tidak membaca tulisan saya atau memang sengaja menghindar ? Tanggapan anda belum menjawab pertanyaan saya. SAYA ULANGI PERTANYAANNYA:
1. Berdasarkan jawaban anda, sebenarnya mana yang akan dipakai hukum suku atau hukum UUM, kok justru makin kacau balau?
2. Dan bagaimana jika antara hukum suku yang satu dengan lainnya bertentangan, mana yang dipakai ?
SAYA BERI CONTOH KASUS SEDERHANA: ADA KASUS PEMBUNUHAN.
1. Berdasarkan UUM seluruh keluarga ikut menerima ganjaran, sedangkan menurut hukum suku tertentu, hanya yang bersalah yang menerima ganjaran, lalu mana yang dipakai ?
2. Kalau menurut hukum suku I harus digantung, hukum suku II harus dipancung, mana yang dipakai

TANGGAPAN Ahmad:
1. Apabila ada suatu perkara, misalnya pembunuhan oleh salah seorang warga Daulah Islam. Kemudian terbukti lewat pengadilan bahwa siterdakwa bersalah membunuh salah seorang warga. Kemudian dijatuhi hukuman. Ternyata siterhukum tersebut dari salah satu suku, misalnya dari suku I yang ikut penandatangani UUD Daulah Islam. Dimana suku I tersebut memiliki hukum yang telah lama berlaku dalam sukunya, misalnya, setiap yang melakukan kejahatan dengan membunuh warga suku I-nya dijatuhi hukuman gantung. Maka menurut hukum yang dihasilkan dari Bab II pasal 2 dapat dipilih, mengikut berdasarkan UUD yang telah ditandatangi oleh suku I atau mengikuti hukum yang telah berlaku lama dalam suku I tersebut. Apabila tidak ada tuntutan dari pihak terhukum (atau pembelanya) untuk mengikuti hukum suku I-nya, maka siterhukumun dijatuhi hukuman menurut UUD yang telah ditandatangi oleh suku I-nya.

2. Apabila siterhukum adalah dari suku I, maka hukum yang berlaku adalah hukum pidana yang telah ada dalam suku I, sedangkan hukum yang ada dan telah dipakai lama dalam suku II tidak berlaku, karena siterhukum bukan datang dari suku II.

BAB III PERSATUAN SEAGAMA

TANGGAPAN Ahmad:
Persatuan seaqidah Islam dengan menghormati agama lain..

KOMENTAR Wise:
NAH...Bagus kalau anda berani mengambil sikap tegas, artinya bila memang
perlu pengubahan agar lebih jelas, tegas, dan baik, ya lakukan.
(PASAL 13 dipotong, karena sudah tidak ada perbedaan pendapat)

Pasal 14
1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

TANGGAPAN Ahmad:
Maksud ayat 1, orang beriman dilarang membunuh orang beriman lainnya karena alasan orang tidak beriman. Maksud ayat 2, orang beriman dilarang membantu orang kafir untuk melawan orang beriman lainnya. Contoh 1, muslim A disuruh (baik dengan dibayar atau dipaksa) oleh non-muslim C untuk membunuh muslim B. Contoh 2, muslim A membantu orang kafir C untuk melawan muslim B.

KOMENTAR Wise:
Saya tahu ada maksud baik dari pasal 14 UUM, yang saya permasalahkan adalah adanya kelemahan aspek legal /hukum pada pasal itu. Kalau mau adil, tentunya harus merata, tidak perduli apakah beriman / kafir, yang salah dihukum, yang benar dilindungi. Sehingga pasal ini tidak disalahgunakan oleh orang yang mengaku beriman, tapi berhati jahat. Saya akan berikan contoh penyalahgunaan, yang tidak bisa ditangani oleh UUM. Contoh 1. muslim A disuruh (baik dengan dibayar atau dipaksa) oleh muslim C (berhati jahat) untuk membunuh non-muslim B JELAS PASAL 14 tidak bisa melindungi non-muslim / kafir B. Contoh 2. muslim A membantu orang muslim C (berhati jahat) untuk melawan non-muslim B.JELAS PASAL 14 tidak bisa melindungi non-muslim / kafir B dari kejahatan oknum muslim C.
JADI SEKALI LAGI SAYA KATAKAN, UUM MASIH LEMAH. Jangan anda merasa berkecil hati, bila saya katakan seperti itu, karena tentunya ada kesempatan untuk memperbaikinya kalau anda telah tahu kelemahannya. Yang berbahaya adalah bila anda tidak tahu kelemahannya atau tidak mau tahu kelemahannya dan tetap menganggapnya baik. Resikonya bila terlanjur dilaksanakan ternyata buruk, maka anda dan UUM usulan anda akan dihujat rakyat. Dan tidak akan pernah dipercaya lagi.

TANGGAPAN Ahmad:
Dalam Bab IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA Pasal 21 Ayat 2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diijinkan selain daripada menghukum kejahatan itu. (Dimana Pasal 21 ayat 2 ini belum dibicarakan dalam tulisan yang lalu).

Pasal 15
1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lainnya.

TANGGAPAN Ahmad:
Hukum yang lahir dari BAB III pasal 15 ayat 1 diatas adalah perlindungan yang merata terhadap setiap warga yang lemah. Sedangkan dari ayat 2 adalah menjamin dan setiakawan terhadap sesama warga.

KOMENTAR Wise:
Percuma saja kalau anda hanya terus-menerus membela dengan penjelasan seperti itu tanpa membuat koreksi langsung pada UUMnya sendiri, karena yang akan dilihat pada UU yang tertulis, adalah wujud dan pernyataan lugas yang terkandung di dalamnya. Bukan arti kiasan, arti tersembunyi, ataupun arti tersirat.

TANGGAPAN Ahmad:
Hasil pengoreksian tersebut dapat dimasukkan dalam rancangan UUD Daulah Islam.

Inilah tanggapan saya terhadap komentar Wise tentang UUM.

Bagi yang ingin melihat UUM yang lengkap silahkan lihat di http://www.dataphone.se/~ahmad/uudmadin.htm

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se