Stockholm, 25 September 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

APA KATA CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG DIR
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Tanggapan untuk Penulis Opini Republika Online edisi 24 September 1999.

Kemarin saudara Simon Satria telah mengirimkan kepada saya hasil pemikirannya terhadap tulisan opini di Republika Online edisi 24 September 1999 yang berjudul "Konsepsi Negara dalam Sejarah Pemikir Islam". Dimana hasil pemikiran saudara Simon Satria adalah "Yang ingin saya ketengahkan adalah kesanggupan penulis dalam memberikan perbandingan secara ilmiah demi pemenuhan kebutuhan akan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi saudara-saudara kita. Sehingga tidak ada lagi ragu dan syak wasangka, Insyaaalah. Dan hal lain yang ingin saya ketengahkan adalah pernyataan yang terdapat pada alinea 1 dari artikel ini, sbb: "Menariknya diskusi tersebut adalah, baik pembicara maupun peserta hampir tidak ada yang menyatakan akan perlunya membentuk 'Negara Islam' sebagai prospek masa depan Indonesia. Mengapa demikian?" Saya harapkan petunjuk, masukan dan tanggapan Bapak mengenai hal ini, terutama kenapa pernyataan tersebut muncul dalam komunitas intelektual yang pada dasarnya adalah kekuatan inti bagi ukhuwah Islamiyah. Atau apakah ini memang merupakan tendensi terkini bagi pemikir dan tokoh Islam di Indonesia dalam mengungkapakan ke-islam-an mereka, sembunyi-sembunyi! (Simon Satria, 24 September 1999).

Baiklah saudara Simon Satria.

Setelah saya membaca isi Opini Republika Online edisi 24 September 1999 yang ditulis oleh salah seorang pembicara (Republika tidak menuliskan nama penulis oponinya) dalam Seminar Nasional tentang 'Formulasi Hubungan Islam dan Negara di Indonesia' yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Ilmiah Masjid UI Depok dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Auditorium Pusat Studi Jepang Kampus UI Depok 14 September 1999, maka saya sampai kepada satu hasil pemikiran yang sama dengan saudara Simon Satria yaitu apa yang ditulis dalam alinea 1 yang berbunyi "Menariknya diskusi tersebut adalah, baik pembicara maupun peserta hampir tidak ada yang menyatakan akan perlunya membentuk 'Negara Islam' sebagai prospek masa depan Indonesia".

Nah, dalam opini Republika itu, dimana penulisnya yang juga sekaligus pembicara dalam Seminar Nasional itu dan yang juga setuju dengan tidak perlunya membentuk Daulah Islam telah memberikan jawabannya sendiri berdasarkan kepada sejarah Pemikir-Pemikir Islam, seperti "Al-Farabi yang mendukung bentuk negara Republik (Madinatu al-Ijtima'iyah - Negara kemasyarakatan). Ibnu Abi Rabi' mendukung bentuk negara monarki (Kerajaan). Abul A'la al-Maududi menolak bentuk monarki tetapi lebih setuju pada bentuk Khilafah (Khalifah - pemimpin setelah Nabi) (dan) Pemikir lain ada yang mengutamakan konsep Khilafah dan Imamah yaitu konsep pemimpin atau penguasa tertinggi dalam sebuah Negara Islam (Penulis Opini Republika Online edisi 24 September 1999).

Nah sekarang, walaupun adanya perbedaan konsepsi-konsepsi mengenai Daulah dari para Pemikir Islam, tidaklah menjadi suatu alasan dasar untuk menyatakan 'tidak perlunya membentuk Daulah Islam'. Apabila kita melihat dan mencontoh kembali apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam menanamkan aqidah Islam, membangun ummah muslimin, menerapkan hukum-hukum Islam, membangun Daulah Islam Rasulullah dengan pemerintahan Islam, mengadakan perjanjian pertahanan bersama dengan berbagai golongan yang berbeda agama untuk membangun persatuan ummah dalam satu Daulah Islam Rasulullah sehingga lahirlah kesepakatan perjanjian pertahanan bersama yang disebut dengan Piagam Madinah yang mengambil sumber dari Al Quran dan Rasulullah saw sendiri, dimana Piagam Madinah ini yang dijadikan sebagai konstitusi Daulah Islam Rasulullah pertama di dunia.

Nabi Muhammad saw adalah bukan hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul saja, melainkan sekaligus sebagai seorang Pemimpin Besar Negara dan seorang Negarawan yang agung.

Coba kita perhatikan, ayat-ayat yang turun di Mekkah adalah hampir semua ayat-ayat yang  menyangkut masalah akidah, ketauhidan, sejarah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, dakhwah, surga dan neraka, sifat-sifat manusia, golongan-golongan manusia, kejahatan syaitan dan kemuliaan malaikat, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Sedangkan ayat-ayat yang turun di Madinah, hampir semuanya menyangkut masalah kehidupan masyarakat, sosial, keluarga, dasar politik kenegaraan dan peperangan, harta rampasan perang, perjanjian damai, jihad, taktik dan strategi perang, musyawarah, mubahalah, hukum riba, hukum poligami, hukum warisan, hukum suaka, hukum membunuh seorang Islam, hukum qishas, hukum minuman keras, hukum berjudi, hukum melanggar sumpah dan kkafaaratnya, hukum melanggar syi'ar Allah, hukum mengenai tawanan, tujuan perang dalam Islam.

Walaupun dalam Al-Quran tidak disebutkan secara jelas membangun Daulah Islam tetapi Rasulullah saw telah mencontohkannya. Dimana setelah Rasulullah menerima perintah untuk hijarh "...Dan orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zhalim penduduknya..." (An-Nisa: 75)". "Telah diizinkan (berperang) bagi oran-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: 'Tuhan kami hanyalah Allah'. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja gereja, rumah rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa" (Al Haj,22: 39-40). "Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas" (Al Baqarah: 190).

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka khalifah dibumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembahKu dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang kafir setelah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik" (An Nuur, 55).
 
Dasar-dasar pokok yang asasi untuk membentuk Negara Islam "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Aesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnah Nabi), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya" (An Nisaa, 58-59).

Disini dapat disimpulkan empat dasar yang asasi untuk membentuk Daulah Islam, pertama amanah, kedua keadilan, ketiga akidah Islam (ta'at kepada Allah dan Rasul) dan keempat ulil amri.

Dengan dasar ayat diatas, maka untuk menetapkan dan melaksanakan hukum adalah perlu badan kekuasaan hukum, sedangkan badan kekuasaan hukum dan pelasanaan hukum tidak bisa berdiri dan terlaksana kalau tidak ada daulah yaitu suatu negara yang mempunyai wilayah, rakyat dan pemerintahan. Karena perlunya badan kekuasaan dan badan pelaksana hukum inilah Rasulullah membangun Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinahnya yang bersumberkan pada Al Quran, menanamkan aqidah Islam dan ketaatan kaum Muslimin kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri serta mengembalikan segala persoalan kepada (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).

Jadi kesimpulannya adalah untuk kaum Indonesia yang terdiri dari bermacam ragam agama, maka Islam telah memberikan jalan keluar dan pemecahannya untuk membangun rakyat dan Daulah Indonesia. Jadi tidak beralasan para peserta dan pembicara dalam Seminar Nasional tentang 'Formulasi Hubungan Islam dan Negara di Indonesia' yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Ilmiah Masjid UI Depok dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Auditorium Pusat Studi Jepang Kampus UI Depok 14 September 1999 untuk menyatakan tidak perlunya membentuk 'Negara Islam' sebagai prospek masa depan Indonesia".

Adapun bagaimana cara dan penerapan kembali Daulah Islam Rasulullah ini telah saya bahas dalam beberapa tulisan dalam kumpulan artikel di http://www.dataphone.se/~ahmad . Dalam tulisan ini saya tidak akan membahasnya.

Inilah sedikit tanggapan saya untuk Penulis Opini Republika Online edisi 24 September 1999.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se