Stockholm, 21 Oktober 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

GUS DUR+MEGA=SUPERNASIONALIS+STABILITAS
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Masih tanggapan untuk Presiden dan wakil Presiden Daulah Pancasila Gus Dur dan Megawati.

Dengan melalui cara voting, yang seperti biasa diajarkan oleh sistem demokrasi barat, karena jalan musyawarah/mufakat tidak berhasil, maka hari ini, Kamis, 21 Oktober 1999, pukul 18.27 WIB, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan berhasil meraih suara sebanyak 396 suara dari jumlah total pengikut pemungutan suara di MPR, sedangkan lawannya Hamzah Haz mengeruk suara 284, dengan 5 orang yang seharusnya memberikan suaranya menyatakan diri abstain. ( http://www.detik.com/berita/199910/19991021-1830.htm )

Dengan menggondol 396 suara, 112 suara lebih banyak dibanding Hamzah Haz, maka mulai hari ini, Megawati Soekarnoputri menjadi wakil Presiden Daulah Pancasila, yang seandainya apabila hari ini juga Mega terpukul oleh Hamzah Haz, maka sudah saya bayangkan apa yang akan terjadi dan akan dilakukan oleh sebagian para penyokongnya, yang memang sudah siap-sedia berharakiri (meniru tokoh-tokoh samurai dari Jepang) untuk melakukan tindakan protes keras, dengan cara melalui demonstrasi dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya, seperti yang telah dilakukannya kemarin, sehabis Gus Dur dipilih menjadi Presiden Daulah Pancasila.

Tetapi, bayangan saya tersebut tidak sampai menjadi kenyataan. Karena yang diinginkan oleh sebagian rakyat Daulah Pancasila (sekitar 35%) menghendaki putrinya Bung Karno yang dikenal sebagai Bapak revolusi yang terjungkir dari kekuasaannya akibat ulah PKI dengan Aidit-nya, untuk menjadi orang nomor satu atau nomor dua di Daulah Pancasila dengan UUD 1945-nya yang sekuler ternyata terlaksana (akibat teori power-sharing-nya Akbar) .

Nah, kombinasi antara Gus Dur yang nasionalis berdasarkan kebangsaan (hasil kutak-katik dari Islam) dengan Megawati yang nasionalis berdasarkan pancasila (hasil rumusan Panitia Sembilan), menjadilah supernasionalis yang sudah lupa kepada Daulah Islam Rasulullah dengan konstitusinya yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah yang dikenal dengan nama Undang Undang Madinah yang telah dibuat dan dicontohkan serta dilaksanakan oleh Rasulullah saw dan dikembangkan oleh Khulafaur Rasyidin.

Karena agama dilarang dilibatkan dan dijadikan sumber hukum di Daulah Pancasila dengan UUD 1945-nya yang sekuler, maka jadilah Daulah Pancasila ini sama dengan daulah-daulah sekuler lainnya di dunia ini (dengan alasan tetap mempertahankan idea dan hasil usaha para "founder" negara daulah Pancasila).

Dalam tulisan "Capres Gus Dur+Habibie+Mega=Presiden Gus dur" yang dipublisir tanggal 6 Oktober 1999 yang lalu, saya sempat melahirkan buah pikiran, yaitu,

"Terakhir yang menangis adalah Megawati, tetapi apa boleh buat. Strategi PDI-Perjuangan yang merasa arogan dan merasa sudah menang diatas kertas, tetapi kenyataannya lain dengan apa yang diteorikan. Akhirnya apapun tidak dapat. Ketua DPR jatuh ke Akbar. Ketua MPR jatuh ke Amien dan terakhir Presiden jatuh ke Gus Dur. Tetapi kalau ada nasib baik, Mega bisa mendampingi Gus Dur sebagai wakilnya. Dan jadilah pasangan yang baik" ( http://www.dataphone.se/~ahmad/991006.htm ).

Ternyata benarlah adanya, suatu fatamorgana, yang akhirnya menjadi suatu kenyataan adalah bukan karena diada-adakan, melainkan karena sudah kehendak Allah SWT. Nasib tidak bisa ditolak.

Kenyataannya, dimana hari ini, Megawati secara resmi menjadi pendamping Gus Dur, dan siapa tahu, Mega akan menjadi orang nomor satu di Daulah Pancasila, lambat atau cepat. Tetapi ini hanyalah suatu dugaan saya saja, yang tidak ditunjang oleh suatu fakta dan analisa yang kuat dan saya harap jangan terlalu dirisaukan dugaan saya ini. (Saya tidak merisaukan kesehatan Gus Dur).

Apa sebenarnya yang menurut saya memegang peranan penting untuk rakyat di Daulah Pancasila dengan timbulnya kombinasi nasionalis Gus Dur yang sudah kena pengaruh Islam dengan nasionalis Megawati yang masih kental dengan pancasila-nya?

Jawaban-nya adalah, ada dalam hasil wawancara politiknya mega dengan statemen-nya yang berbunyi: "ada tiga faktor tantangan yang harus dijawab siapa pun calon presiden. Ia harus dapat menjamin tuntutan dunia internasional, tantangan pasar, dan tuntutan stabilitas keamanan" ( http://www.kompas.com/kompas-cetak/9910/19/UTAMA/opti01.htm ).

Nah, dengan argumentasi stabilitas keamanan inilah telah memberikan gema yang besar kepada seluruh para elit politik Daulah Pancasila yang sudah terpengaruh oleh kekuasaan.

Artinya, kalau yang menang pemilu (walaupun hanya 35%) tidak memperoleh hasilnya (maksudnya kedudukan, walaupun Mega tahu bahwa untuk menjadi presiden bukan karena menang partainya dalam pemilu, melainkan karena keuletan melobi dan memasang perangkap kepada anggota-anggota MPR lainnya yang diluar anggota partainya serta membangun pertahanan bersama, misalnya seperti membentuk poros tengah, yang diciptakan Amien), maka stabilitas keamanan di Daulah Pancasila akan terancam. Tanpa stabilitas keamanan, jangan dulu berbicara masalah tuntutan dunia internasional dan masalah tantangan pasar (ini adalah menurut teori Mega).

Jadi, dengan senjata stabilitas keamanan inilah Megawati telah menggunakan kesempatan yang terbaik untuk menjadi orang nomor satu atau nomor dua di Daulah Pancasila. Dan ini berhasil. Artinya, untuk menciptakan stabilitas keamanan, maka terlebih dahulu harus dicptakan suasana ketidakstabilan keamanan. Ternyata akhirnya berhasil. Dan jadilah Mega orang nomor dua di Daulah Pancasila dengan UUD 1945-nya yang sekuler, berdasarkan teori stabilitas keamanan dan ketidak stabilan keamanan.

Nah sekarang, bagaimana dengan rencana dan usaha kaum muslimin yang lainnya yang telah duduk di kursi empuk MPR/DPR, yang telah menjadi wakil-wakil rakyat, yang katanya ingin menerapkan nilai-nilai yang islami (artinya bukan menerapkan hukum-hukum Islam dan menjadikan Daulah Pancasila menjadi Daulah Islam Rasulullah) melalui lembaga legislatif trias politika ini?

Tentu saja, inipun tergantung dari keteguhan dari masing-masing individu terhadap komitmentnya terhadap Islam. Walaupun sebenarnya, selama berenang dalam kolam yang penuh dengah buih pancasila, maka memang susah untuk menerapkan nilai-nilai yang islami, apalagi kalau mau melahirkan sesuatu keputusan yang akan menjadi produk hukum harus melalui jalan voting sebagaimana yang telah diterapkan oleh sistem demokrasi.

Jadi kesimpulannya adalah, berduet-nya Gus Dur yang nasionalis-kebangsaan dengan Mega yang nasionalis-pancasila, maka bersatulah komponen-komponen nasional dibelakangnya sehingga lahirlah stabilitas keamanan yang semu, karena bukan berdasarkan kepada suatu ukhuwah islamiyah, melainkan karena hubungan power-sharing belaka.

Inilah sedikit jawaban saya untuk Presiden dan wakil Presiden Daulah Pancasila Gus Dur dan Megawati.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se