Stockholm, 22 Desember 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

DIR, DEMOKRASI, UUM, UUD1945 DAN MAJELIS SYURA
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Tanggapan untuk Saudara Paul Salim (Calgary, Canada), Muchson Ischak (Indonesia) dan saudara Sagir Alva (Banda Aceh, Indonesia).

PANDANGAN PAUL SALIM SEORANG DEMOKRAT TERHADAP AL QURAN SEBAGAI KONSTITUSI

Sebelumnya, saya ingin tegaskan bahwa saya tidak alergi dengan Islam, tetapi saya alergi dengan Negara Islam yang menurut analisa saya anti-Demokrasi. Saya juga alergi dengan Negara Katholik (yaitu negara yang konstitusinya Injil) karena menurut analisa saya juga anti-Demokrasi. Saya juga alergi dengan semua Negara yang berlandaskan Agama, karena anti-Demokrasi. Kita tahu bahwa Al-Quran bersifat sakral karena dikeluarkan oleh Allah yang bersifat "divine". Sedangkan UUD45 dan Pancasila tidak sakral karena tidak ditulis Allah.

Pertanyaan saya ialah apakah anda tidak tahu bahwa, kalau Al-Quran yang bersifat "divinity" itu sampai diterapkan sebagai Konstitusi, maka tidak ada seorangpun yang diijinkan untuk mengubahnya ? Padahal seperti anda tahu Al-Quran banyak mengandung kelemahan (maaf !) untuk bisa dipakai sebagai Konstitusi.

Contohnya seperti yang diungkapkan oleh Sdr. Gouw Dewanto dan yang diamini oleh bung sendiri, yaitu sesuai Al-Quran, Pria boleh (dengan syarat-2) untuk beristeri 4 (empat), sedang Wanita tidak boleh bersuami 4 (empat). Kalau saya seorang wanita (mungkin juga anda) , maka saya akan menolak suatu Konstitusi yang mendiskriminasi kaum saya. Masalahnya di Negara Islam ialah Konstitusi itu ialah Al-Quran sendiri atau bersumber dari Al-Quran. Sedemikian sehingga, niat saya untuk mengubah Konstitusi Negara Islam terbentur kepada ke"devinity"an dari Al-Qur-an itu sendiri.

Pertanyaan selanjutnya untuk Bung: "Apakah Bung bukan seorang Demokrat sehingga Bung secara mati-2 an mendukung Negara Agama yang berlandaskan sumber-2 hukum yang tidak bisa diganti dan / atau diperbaiki karena alasan 'divinity' ??" Untuk saya, saya ialah seorang Demokrat dan saya lebih mendukung suatu sistem negara walaupun tidak sempurna tetapi bisa disempurnakan di kelak kemudian hari. Dan, agar sistem negara itu bisa disempurnakan, maka ia tidak boleh mempunyai sifat "divinity".

PANDANGAN AHMAD AL QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM DAN PETUNJUK

Kalau saudara Paul Salim menyatakan dirinya sebagai seorang demokrat, maka saya menyatakan diri sebagai seorang muslim. Perbedaannya jauh sekali. Seorang muslim adalah orang yang menyerahkan diri kepada Allah SWT pencipta seluruh alam dan segala isinya, sedangkan seorang demokrat adalah seorang yang mengikuti paham bahwa kedaualatan ada ditangan rakyat atau kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara ada ditangan rakyat. Saudara Paul berpegang kepada kekuasaan manusia, sedangkan saya berpegang kepada kekuasaan Allah SWT.

Istilah konstitusi yang dipakai dalam sistem kenegaraan pada zaman modern ini adalah apa yang disebut Undang Undang Dasar atau segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan. Misalnya UUD 1945 yang berisikan pembukaan, bentuk negara, kedaulatan negara, anggota dan tugas MPR, kekuasaan pemerintah negara dipegang presiden dan wakil presiden, dewan pertimbangan agung, kementrian negara, pemerintahan daerah, anggota dan tugas DPR, keuangan, kehakiman, warganegara, pertahanan, pendidikan, masalah sosial dan aturan tambahan lainnya. Dari UUD inilah lahir ketetapan-ketetapan dan garis-garis haluan negara yang akan dijadikan sebagai garis pijakan bagi DPR untuk membuat undang undang, peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang akan diberlakukan.

Sedangkan Al Quran adalah petunjuk, pedoman dan sumber hukum tertinggi dalam kehidupan individu muslim, masyarakat muslim dan Daulah Islam. Adapun konstitusi Daulah Islam adalah seperti yang telah dibuat Rasulullah saw bersama kaum Muhajirin, Anshar dan Yahudi di Yatsrib yaitu Undang Undang Madinah atau Piagam Madinah yang berisikan pembukaan, pembentukan ummat, hak asasi manusia, persatuan, warganegara, golongan minoritas, tugas warganegara, melindungi negara, pimpinan negara, politik perdamaian. Sedangkan masalah pembantu pimpinan negara, anggota dan tugas majelis syura, badan kehakiman, keuangan dan masalah sosial bisa dibicarakan dengan berdasarkan kepada sumber hukum yang tertinggi Al Quran dan Sunnah Rasul.

Memang Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi yang datangnya dari Allah SWT tidak bisa dirubah. Disini tidak ada tawar menawar. Semua undang-undang, aturan-aturan dan hukum-hukum harus berlandaskan kepada Al Quran ini.

Kalau ada yang menganggap bahwa Al Quran "banyak mengandung kelemahan" seperti yang dikatakan Paul Salim diatas, misalnya soal poligami. Dimana pria boleh beristri 4 sedangkan wanita tidak boleh bersuami 4. Padahal kalau Paul Salim seorang muslim akan memahami mengapa Allah membolehkan beristri 4 dan tidak membolehkan wanita bersuami 4, karena syaratnya sangat berat dan tinggi yaitu harus mampu menerapkan keadilan kepada para istrinya. Bukan hanya mampu memberikan nafkah saja. Tetapi karena Paul Salim adalah seorang demokrat (saya tidak tahu apakah Paul Salim seorang muslim atau bukan), maka yang ditinjau Paul Salim adalah ketidak adilan menurut pandangan paham demokrasinya. Coba tanya ke bagian catatan sipil pemerintah Indonesia berapa banyak pria yang beristri 2, 3 atau 4 di antara 170 juta kaum muslimin yang hidup di Indonesia?. Kemudian kalau wanita diberi kebebasan bersuami 4 itu namanya sudah merendahkan kaum wanita. Adakah didunia ini seorang wanita yang mau memberikan nafkah hidup kepada 4 orang suami yang tinggal dirumah dan menunggu istri pulang kerja kemudian sampai dirumah harus masak lagi untuk memberi makan 4 orang suami?

Coba kita lihat dan perhatikan sekarang dalam kehidupan masyarakat sekuler Barat. Pernikahan adalah bukanlah suatu hal yang utama dan peting dalam kehidupan manusia. Nikah dan hidup bersama adalah sama statusnya. Jadi sebenarnya nikah dalam pandangan hukum yang berlaku dalam masyarakat sekuler Barat adalah hidup bersama yang diikat oleh perjanjian bersama yang disyahkan oleh lembaga negara yang tidak ada hubungannya dengan agama.

Sedangkan Islam sangat mementingkan masalah pernikahan ini. Karena keluarga adalah bagian terpenting dalam bangunan ummat. Hancurnya ummat, karena telah hancurnya keluarga. Mereka yang hidup diluar pernikahan akan membawa kepada kehancuran masyarakat.

Sebenarnya kalau Paul Salim mau jujur dan melihat kehidupan di Amerika yang sekuler kehidupan poligami tetapi tanpa nikah sudah dipraktekan di Amerika. Atau cara poligami dengan ganti-ganti pasangan sudah banyak dipraktekan. Berapa banyak anak yang lahir diluar pernikahan di Amerika?.

Jadi, apa yang dianggap lemah dari Al Quran (misalnya poligami) menurut Paul Salim, sedangkan menurut Allah poligami adalah hal yang boleh dengan persyaratan yang berat dan tinggi, dimana poligami tidak mudah dilakukan.

PIKIRAN PAUL SALIM KONSTITUSI BISA DIRUBAH

Bung Ahmad berkata bahwa UUD45 dan Pancasila tidak sakral sehingga bisa diganti. Saya setuju dan seharusnya di negara berdasarkan Daulah Pancasila, kedua produk hukum itu harus bisa diganti / diperbaharui. Lalu bagaimanakah dengan di negara berDaulah Islam yang berdasarkan Konstitusi Medinah ? Bisakah kita mengganti atau     memperbaharui Konstitusi Medinah, kalau suatu saat dirasa bahwa isi dan makna salah satu ayat sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman ? Kalau jawaban bung Ahmad ialah Konstitusi Medinah tidak bisa diganti / diperbaharui, ini berarti bahwa negara berDaulah Islam lebih buruk dari negara berDaulah Pancasila, karena di negara ber-Daulah Pancasila diijinkan produk-2 hukumnya diganti / diperbaharui, sedang di negara berDaulah Islam tidak bisa.

PIKIRAN AHMAD SEMUA HARUS DIKEMBALIKAN KEPADA AL QURAN DAN SUNNAH

Seperti yang sudah saya katakan diatas bahwa dalam Undang Undang Madinah yang belum tercantum seperti masalah pembantu pimpinan negara, anggota dan tugas majelis syura, badan kehakiman, keuangan dan masalah sosial bisa dibicarakan dengan berdasarkan kepada sumber hukum yang tertinggi Al Quran dan Sunnah Rasul.

Jadi semua permasalahan yang ada baik yang menyangkut masalah ekonomi, perdagangan, perpajakan, perusahaan, industri, administrasi, peradilan, sosial, hubungan antar negara, pendidikan, kemasyarakatan, hak-hak kemanusiaan, politik, pemerintahan, negara, semuanya harus berlandaskan kepada Al Quran dan Sunnah.

Perlu diingat bahwa dalam Khilafah Islam (Daulah Islam) tidak dikenal nama lembaga legislatif pembuat undang undang dengan melalui pengambilan suara mayoritas seperti yang ada dalam sistem trias politika. Karena dalam Khilafah Islam adalah Allah yang berdaulat. Artinya segala sesuatu harus didasarkan kepada hukum-hukum Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Sunnah).

Jadi, Khalifah sebagai kepala tertinggi dalam Khilafah Islam hanyalah mengangkat dan menerapkan serta melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Bukan pembuat hukum. Sedangkan Majlis Syuro yang merupakan Ulil Amri yang anggotanya dipilih oleh rakyat bukan sebagai lembaga tertinggi pembuat undang undang atau hukum, seperti yang terdapat dalam sistem trias politika, melainkan suatu badan musyawarah tempat membicarakan segala urusan baik yang disampaikan oleh rakyat maupun yang timbul dari para anggota majlis syuro yang nantinya dikonsultasikan dengan Khalifah.

Apabila urusan-urusan yang disampaikan oleh rakyat atau yang timbul dari para anggota Majlis Syuro tidak ada nas-nya (dasar Al Qur'an dan hadist) yang kuat, maka para mujtahid dan para akhli dalam bidang masing-masing dari anggota Majlis Syuro melakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan membandingkan dan meneliti ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum serta menyesuaikan dan mempertimbangkan dengan perkara yang sedang dibicarakan kemudian diqiaskan dengan hukum yang sudah ada yang berdekatan dengan perkara yang sedang dibicarakan itu.

Apabila dalam melakukan ijtihad ini timbul beberapa pendapat yang berbeda, dimana masing-masingnya memiliki ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum yang kuat, maka jalan keluarnya adalah sebagaimana yang difirmankan Allah "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An Nisaa',4:59).

Artinya, berdasarkan surat An Nisaa',4: 59 diatas menggambarkan salah satu peranan Pimpinan Daulah Islam atau Khalifah di Khilafah Islam sebagai kepala pimpinan (yang harus ditaati) diatas ulil amri dan semua rakyat yaitu menentukan dan mengambil suatu keputusan dari beberapa pendapat yang berbeda dari para anggota Majlis Syuro untuk diputuskan berdasarkan keyakinannya dengan ditunjang oleh dasar nas yang kuat.

Jadi apabila sampai ke jalan buntu dalam mencapai keputusan, maka penyelesaiannya bukan melalui pemungutan suara, tetapi diserahkan kepada Khalifah untuk memutuskan pendapat mana yang akan dipakai dan ditetapkan yang nantinya akan diterapkan di Khilafah Islam untuk ditaati oleh seluruh rakyat termasuk Khalifah dan seluruh penguasa di Khilafah Islam.

Nah, tentu saja akan timbul suatu pemikiran dari orang-orang yang mendukung sistem trias politika, yaitu karena kedaulatan rakyat telah diganti oleh kedaulatan Allah dimana lembaga legislatif telah hilang sehingga rakyat melalui wakil-waklinya yang duduk dilembaga tersebut tidak lagi mempunyai hak suara untuk memilih dan menetapkan suatu hukum, melainkan didasarkan kepada Al Qur'an dan Hadist dan apabila timbul perbedaan pendapat dari para anggota penyelesaiannya diserahkan kepada Khalifah, maka menjadilah Khalifah seorang diktator.

Kesimpulan dari pemikiran orang-orang pendukung trias politika tersebut adalah tidak benar. Mengapa? Karena Khalifah bukanlah pembuat undang undang atau hukum melainkan hanya sebagai pengangkat dan pelaksana hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah (Al Qur'an) dan Rasul-nya (sunnah). Apabila perbuatan Khalifah telah menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Allah (Al Qur'an) dan Rasul-nya (sunnah), maka dengan segera harus diturunkan dari kedudukannya sebagai Khalifah.

PENDAPAT PAUL SALIM HUKUM WARIS DALAM ISLAM TIDAK ADIL

Di negara ber-Daulah Islam, Al-Quran dijadikan sumber hukum. Padahal Al-Quran banyak mengandung kelemahan, seperti misalnya perlakuan terhadap kaum Wanita. Ambil contoh wanita hanya mendapat 1/2 dari apa yang didapat laki-laki pada masalah warisan atau perceraian. Kalau saya seorang wanita yang hidup di negara  ber-Daulah Islam, maka saya akan berusaha  mati-2-an mengubah produk hukum (Al-Quran sekalipun) yang diskriminatif tersebut.

Pertanyaan saya ialah apakah ada hukumannya bagi seorang yang ingin menghilangkan diskriminasi yang diajarkan Al-Quran ? Kalau jawabannya ya, maka negara berDaulah Islam sama saja dengan Pemerintah Orde Baru yang telah memenjarakan (atau bahkan mengeksekusi) tahanan politik yang cuma berbeda pendapat dengan pemerintah.

Mohon jangan dijawab bahwa karena Al-Quran maka seseorang boleh dipenjara. Point saya disini ialah di negara yang demokratik, seseorang tidak boleh dipersekusi hanya karena perbedaan pendapat.

PENDAPAT AHMAD TENTANG HUKUM WARIS

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bahagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan....." (An Nisaa, 4: 11). Memang kalau ditinjau dari sudut paham sekularisme, maka apa yang di firmankan Allah itu adalah diskriminatif. Tetapi kalau kita dalami dan pahami lebih mendalam, maka akan terbukti bahwa walaupun anak perempuan mendapat setengah dari bahagian anak laki-laki, tetapi dengan peraturan tersebut anak-anak perempuan akan terjamin mendapat bagian.

Sekarang kita lihat dan perhatikan di negara-negara sekuler Barat dan Amerika. Adakah hukum warisan atau pembagian pusaka ini diatur oleh negara?. Jawabannya adalah tidak ada.

Apa yang terjadi apabila seorang ayah meninggal di negara sekuler barat? Jawabnya adalah ayah membuat surat wasiat pembagian pusaka menurut keinginannya sendiri kemudian ditandatanganinya dan diserahkan kepada advokatnya atau pengacaranya untuk dibuka dan dibacakan dihadapan istri, anak dan semua handai taulannya sepeninggal ayahnya.

Bagaimana cara pembagian pusaka itu? Jawabanya adalah menurut keinginan dan pikiran ayah. Bisa anak perempuannya lebih banyak dari anak laki-lakinya, atau sebaliknya. Atau tidak mendapatkan apa-apa.

Nah sekarang timbul pertanyaan, adilkah pembagian pusaka yang dilakukan oleh masyarakat sekuler Barat dibandingkan dengan hukum waris yang ada dalam Islam yang telah menjamin anak perempuan akan mendapat bagian walaupun setengah dari bagian anak laki-laki?

Dalam Islam tidak ada diskriminasi. Sekilas pembagian waris kelihatannya seperti perlakukan diskriminasi terhadap pihak wanita, tetapi kalau kita tinjau lebih dalam lagi, maka sebenarnya kaum wanita adalah tidak sama dengan kaum laki-laki. Kenyataannya sekarang dalam kehidupan masyarakat sekuler Barat, jangan jauh-jauh saya ambil contoh di negara sekuler maju Swedia dimana katanya kaum wanita sudah ber-emansipasi, yaitu sudah mencapai persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dimana ada persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria, padahal dalam kenyataannya kaum pria masih mendominasi dalam kehidupan masyarakat. Misalnya di perusahaan-perusahaan, pemerintahan, lembaga-lembaga negara, bidang perekonomian, industri, perdagangan, pendidikan.

Perbedaan pendapat dalam Islam dibenarkan, bahkan harus mendiskusikannya dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Dalam Islam tidak ada pemaksaan untuk masuk dan menerima Islam.

Bagi mereka yang berbeda pendapat dengan Khalifah di Khilafah Islam (Daulah Islam), dimana yang satu melihat dari kamacata paham sekularisme sedangkan Khalifah berpijak diatas hukum-hukum yang datang dari Allah dan Sunnah Rasulullah saw, maka jelas perbedaan ini tidak bisa disatukan. Tetapi tentu saja tidak berarti bahwa mereka yang berpandangan sekularisme akan langsung di hukum karena berbeda pendapat dengan Khalifah.

MENURUT PAUL SALIM ORANG YANG BERBEDA PENDAPAT DALAM NEGARA ISLAM DIHUKUM MATI

Di negara berDaulah Islam, pemimpin politik merangkap pemimpin agama (Islam). Jadi tidak ada pemisahan antara Negara dan Agama. Pertanyaan saya, apakah kita diijinkan untuk berbeda pendapat dengan pemimpin tsb ? Perlu diingat bahwa di negara-2 yang tidak memisahkan Pemerintah dan Agama, biasanya demokrasi tidak jalan. Agama disini tidak selalu terbatas pada Islam tetapi juga Katholik (seperti misalnya jaman kekuasaan Vatican sebelum abad ke 16). Ambil saja contoh saat kekuasaan Vatican mencapai absolut. Pasti anda tahu ada seorang ahli astronomi bernama Galileo Galilei yang berpendapat bahwa bumi itu bulat. Tetapi saat itu, Paus dan Vatican berpendapat bahwa bumi itu datar. Dan apa akibatnya ? Paus mengenakan tahanan rumah kepada Galileo Galilei. Contoh lainnya ialah Salman Rusdie yang tahun 1988 menerbitkan buku berjudul "Satanic Verses". Akibat buku tersebut, Salman Rusdie terpaksa mengungsi ke Inggris karena ada ancaman hukuman mati dari Ayatollah Khomeini. Padahal masalah Salman Rusdie cuma soal perbedaan pendapat (yang biasa dalam alam demokrasi), tetapi koq dia langsung dihukum mati? Sekian dulu dan terima kasih. (Salam dari Calgary, Canada, Paul Salim, 15 Desember 1999).

MENURUT AHMAD PERBEDAAN PENDAPAT DALAM DAULAH ISLAM TIDAK DILARANG

Perbedaan pendapat dalam Islam tidak dilarang. Tetapi kalau perbedaan itu jauh meluncur kepada bentuk penghinaan kepada aqidah agama (Islam), pengrusakan tempat ibadah lain, permusuhan kepada kaum agama lain, maka jelas Islam melarang tindakan perbedaan pendapat yang menimbulkan permusuhan tersebut. Jadi selama perbedaan itu merupakan perbedaan dalam bentuk taktik dan strategi saja, maka perbedaan pendapat itu bisa diselaraskan.

Tentang masalah  Salman Rusdie dengan buku "Satanic Verses"-nya memang itu sudah menyangkut masalah mempermainkan dan melecehkan aqidah Islam, bukan "cuma soal perbedaan pendapat (yang biasa dalam alam demokrasi)". Kalaulah Salman Rusdie dalam bukunya itu mengkritik Ayatollah Khomeini dengan revolusi Irannya, tidaklah Salman Rusdie dijatuhi hukuman mati. Banyak orang-orang Iran yang tidak setuju dengan revolusi Ayatollah Khomeini di Iran mereka dibiarkan oleh Ayatollah Khomeini.

Jadi masalah penghinaan aqidah agama lain, pengrusakan tempat ibadah agama lain, permusuhan dengan penganut agama lain itu semuanya tidak ada hubungannya dengan demokrasi. Karena istilah asal dari demokrasi itu adalah kekuasaan tertinggi atau kedaulatan ada ditangan rakyat. Kalau di Indonesia MPR/DPR itulah wakil tangan-tangan rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Karena itu tidak benar kalau ada orang yang mengatakan bahwa penghinaan aqidah agama lain, pengrusakan tempat ibadah agama lain, permusuhan dengan penganut agama lain itu adalah "cuma soal perbedaan pendapat (yang biasa dalam alam demokrasi)", seperti yang dikatakan oleh Paul Salim diatas.

PANDANGAN MUCHSON ISCHAK TENTANG PENGAMBILAN SUARA TERBANYAK DALAM MAJELIS SYURA

Assalaamu'alaikum wr wb.
Bang Ahmad! memperhatikan pembicaraan tentang jalannya pemerintahan dibelahan bumi manapun, kiranya kita cukup membuang energi, karena apapun yang kita perbincangkan toh memang mereka tak hendak menunjukkan kehendaknya untuk menegakkan Risalah Suci Islam di bumi Nusantara, bahkan dengan lantangnya menyatakan "tidak akan memasukkan syariat Islam ke dalam tata hukum Indonesia".

Kiranya DIR yang Bang Achmad uraikan itulah yang harusnya kita fikirkan dengan sungguh-sungguh (jihad) bagaimana agar dapat terdzohirkan, meskipun kita tidak mungkin memaksakan pendzohirannya. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita semua. Mohon email saya tentang pengambilan suara terbanyak dalam Majelis Syura dapat ditanggapi karena Bang Achmad ketika membicarakan kekurangan yang ada pada DI-SMK menyangkut hal tersebut.Wassalaam. ( Muchson Ischak, 21 Desember 1999).
 

PANDANGAN AHMAD MENGENAI PENGAMBILAN SUARA TERBANYAK DALAM MAJELIS SYURA

Wa'alaikum salam.
Sebenarnya jawaban untuk akhi Muchson sudah saya kupas diatas, ketika menjawab pertanyaan Paul Salim dalam bagian "Pikiran Ahmad semua harus dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah".

HASIL RENUNGAN SAGIR ALVA BAGAIMANA MENERAPKAN KONSEP ISLAM TANPA MERUBAH PANCASILA DAN UUD1945

Ass.Wr.Wb.
Saya Sagir Alva ingin menanyakan suatu pertanyaan yang sudah lama saya renungkan, pertanyaannya adalah bagaimana agar konsep-konsep islam dapat masuk kedalam struktur pemerintahan Indonesia tanpa harus mengubah UUD 1945 atau Pancasila sebagai dasar negara RI, sehingga konsep-konsep islam tidak hanya terdapat dalam kultur bangsa Indonesia saja. Demikian saja isi pertanyaan saya, terioma kasih atas jawabannya. Wassalam. ( Sagir Alva, 20 Desember 1999).

JAWABAN AHMAD ISLAM TIDAK BISA DICAMPUR ADUKKAN DENGAN KONSEPSI LAIN

Sebenarnya pertanyaan harus dibalik, bagaimana agar UUD1945 dan pancasila bisa diterima oleh Islam?

Karena kalau pertanyaan saudara Sagir diatas diselami lebih dalam, maka akan menimbulkan kesan bahwa Islam adalah lebih kecil dan sempit dibanding dengan UUD1945 dan Pancasila. Padahal UUD1945 dan pancasila hanya berlaku di negara pancasila saja. Sedangkan Islam adalah berlaku untuk seluruh kaum muslimin diseluruh dunia. Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT melalui Rasul-Nya Muhammad saw. Sedangkan Pancasila dan UUD1945 adalah hasil rumusan dan kesepakatan 62 anggota BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan).

Jadi kalau pertanyaan saudara Sagir itu dibalik, seperti yang saya utarakan diatas, maka konsepsi Pancasila yang tersurat dalam setiap sila-nya harus dilebur dan diganti oleh Islam. Karena dalam Islam telah mencakup apa yang tercakup dalam lima sila pancasila itu. Adapun dengan UUD1945, tinggal disesuaikan dan diselaraskan dengan apa yang sudah tercantum dalam UUM.

Permasalahannya sekarang adalah sudahkah siap kaum muslimin yang ada di Indonesia untuk menegakkan dan mengembalikan syariat Islam di muka bumi ini secara menyeluruh?

Karena memang kenyataannya masyarakat muslim di Indonesia sekarang yang diwakili oleh pemimpinnya adalah seperti yang dikatakan akhi Muchson diatas yaitu "tidak akan memasukkan syariat Islam ke dalam tata hukum Indonesia".

Nah, kalau pemimpinnya sudah mengatakan bahwa syariat Islam tidak perlu diterapkan dalam kehidupan masyarakat muslim Indonesia, maka jelas, pemimpin yang demikian itu akan menjadi penghambat bagi tegaknya syariat Islam secara keseluruhan di muka bumi.

Inilah sedikit tanggapan untuk Saudara Paul Salim (Calgary, Canada), Muchson Ischak (Indonesia) dan saudara Sagir Alva (Banda Aceh, Indonesia).

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se